Ikuti Kami

Ibadah

Tata Cara Melempar Jumrah dalam Ibadah Haji

tata cara melempar jumrah
Source: Gettyimages.com

BincangMuslimah.Com – Sebagaimana ibadah lainnya, ibadah haji juga memiliki beberapa syarat dan rukun tertentu yang mesti dipenuhi agar ibadah tersebut dapat dikatakan sah. 

Syekh Ibnu Qasim di dalam kitab Fatḥ al-Qarīb al-Mujīb fi Syarh Alfāẓ al-Taqrīb menyebutkan ada 4 rukun haji yang harus dilakukan ketika melakukan ibadah haji. Yaitu, ihram haji disertai niat untuk melakukan ibadah haji, wukuf di Arafah, thawaf di Baitullah sebanyak 7 kali dan sa’i (berlari-lari kecil) antara bukit Shafa dan Marwah. 

Lebih lanjut, beliau menyebutkan 3 hal selain rukun haji yang wajib dilakukan ketika melaksanakan ibadah haji. Yaitu, ihram dari miqat, melempar jumrah (batu) dan tahallul (mencukur/memendekkan rambut).

Setiap dari rukun dan wajib haji di atas memiliki cara tertentu dalam pelaksanaannya, termasuk tata cara melempar jumrah dalam ibadah haji. Sebagaimana yang sudah diketahui, bahwa ada 3 kali pelemparan jumrah dalam wajib haji. Yaitu jumroh ula, wustha dan ‘aqobah. Dari setiap jumrah ini ada tempat-tempat yang sudah ditentukan dan dikenal untuk melempar jumrah-jumrah tersebut. Sedangkan untuk tata cara atau ketentuan melempar jumrah ini dapat dilihat dari beberapa pendapat berikut:

Pertama, sebagaimana yang disebutkan oleh Imam Ibnu Rif’ah di dalam kitab Kifāyah al-Nabīh fi Syarh al-Tanbīh juz. 7 hal. 489 tentang tempat berdiri dan lamanya berdiri ketika melempar jumroh: 

فيرمي الجمرة الأولى – أي: من ناحية المزدلفة، وهي التي تلي مسجد الخيف – ويقف قدر سورة البقرة، ويدعو الله تعالى، ثم يرمي الجمرة الوسطى، ليقف ويدعو كما ذكرنا، ثم يرمي الجمرة الثالثة – وهي جمرة العقبة- ولا يقف عندها

Artinya: “Lalu melempar jumrah yang pertama (jumroh ula), yakni dari arah Muzdalifah. Yaitu tempat yang mengiringi masjid Khaif dan berdiri seukuran surah al-Baqarah dan berdo’a kepada Allah SWT. kemudian melempar jumroh wustho seraya berdiri dan berdoa sebagaimana yang telah kami sebutkan. Kemudian melempar jumrah ketiga yakni jumroh ‘aqobah tanpa berdiri di sisi jumrah tersebut.”

Baca Juga:  Ini Alasan Mengapa Disebut Lailatul Qadar

Beliau juga menjelaskan alasan kenapa untuk jumrah ula dan wustha, orang yang melaksanakan haji harus berdiri di sisi jumrah yang dimaksud, sedangkan untuk jumrah ‘aqobah tidak demikian. Untuk jumroh ‘aqobah, seseorang tidak berdiri di sisi jumrah tersebut karena jarak dari jumroh ini ke sesuatu setelahnya sempit. Sehingga jika tetap dianjurkan untuk berdiri di sisi jumrah maka akan mempersulit manusia.

Kedua, pendapat yang ada di dalam kitab ‘Umdah al-Sālik wa ‘Iddah al-Nāsik hal. 141 tentang tempat, waktu dan jumlah batu yang dilempar. Di dalam kitab ini dijelaskan setidaknya ada 3 waktu untuk melempar jumrah. yaitu:

  1. Pada hari nahar/hari raya idul adha (10 Dzulhijjah). Pada hari ini, para orang yang berhaji melempar jumrah ‘aqobah dengan 7 batu yang diambil dari Muzdalifah sambil membaca talbiyah setiap memulai melempar jumrah dengan cara ia berdiri menghadap ke jumroh setelah naiknya matahari dengan sekiranya Arafah berada di sebelah kanannya sedangkan kota Makkah di sebelah kirinya. Orang tersebut melempar batu dengan mengangkat tangannya hingga terlihat putih ketiaknya satu per satu, bukan sekaligus sambil membaca takbir bersama setiap batu.
  2. Setelah melakukan thawaf ifadhah dan sa’i pada hari pertama hari Tasyrik (11 Dzulhijjah). Pada hari ini, orang yang melaksanakan haji mengambil 21 batu dari mina dan melemparkan setiap 7 batu kepada jumrah ula, wustha dan ‘aqobah ketika terbenam matahari sebelum melakukan shalat. Dengan cara ia melempar jumroh ula -yakni jumrah yang terletak setelah masjid khaif-, lalu berdiri menaikinya dan menjadikan jumrah tersebut di sebelah kirinya seraya menghadap kiblat dan melempari jumrah tersebut dengan 7 batu satu persatu. Kemudian seseorang tersebut bergeser sedikit sekiranya ia tidak terkena lemparan orang lain dengan posisi jumrah tersebut tetap berada di belakangnya sedang ia menghadap kiblat sambil berdoa dan berzikir dengan khusyu’ dan dengan penuh kerendahan hati seukuran surah al-Baqarah. Kemudian ia mendatangi jumroh (wustho) yang kedua dengan melakukan hal yang sama sebagaimana jumroh ula. Lalu, ketika selesai melempar jumrah tersebut, ia berdiri dan berdoa seukuran surah al-Baqarah. Kemudian ia mendatangi jumrah yang ketiga yakni jumroh ‘aqobah. Lalu ia melempar jumrah tersebut dengan 7 batu sebagaimana yang ia lakukan pada hari raya. Lalu ia menghadap jumrah tersebut dengan kiblat yang berada di sebelah kirinya. Ketika selesai, ia tidak perlu berdiri di sisi jumrah tersebut dan bermalam di mina”.
  3. Pada hari kedua dari hari Tasyrik (12 Dzulhijjah). Pada hari ini orang yang melakukan haji mengambil 21 batu lalu melemparkan tiap dari 7 batu kepada jumroh ula, wustho dan ‘aqobah setelah tergelincir matahari dengan cara yang sama sebagaimana hari sebelumnya. Dan ketiga jumrah ini wajib dilakukan secara berurutan.  
Baca Juga:  Melaksanakan Amalan yang Ganjarannya Sama dengan Haji, Apakah Sudah Dianggap Naik Haji?

Ringkasnya, setiap dari 3 jumrah dilempar dengan 7 batu dengan melemparkannya satu persatu pada hari dan waktu yang sudah ditentukan.

Demikianlah tata cara melempar jumrah yang menjadi rangkaian ibadah haji, Semoga bermanfaat. 

Rekomendasi

Pakaian Ihram Berwarna Putih Pakaian Ihram Berwarna Putih

Apakah Pakaian Ihram Harus Berwarna Putih?

Siti Hajar nabi ismail Siti Hajar nabi ismail

Meneladani Kisah Siti Hajar Ibunda Nabi Ismail

haji anak belum baligh haji anak belum baligh

Bagaimana Status Haji bagi Anak yang Belum Baligh?

pergi haji uang pinjaman pergi haji uang pinjaman

Bolehkah Pergi Haji dengan Uang Pinjaman?

Ditulis oleh

Alumni Pesantren As'ad Jambi dan Ma'had Aly Situbondo. Tertarik pada Kajian Perempuan dan Keislaman.

Komentari

Komentari

Terbaru

Nyai Nafiqah ulama perempuan Nyai Nafiqah ulama perempuan

Nyai Nafiqah: Sosok Ulama Perempuan dan Istri Kyai Hasyim

Khazanah

fatimah ahli fikih uzbekistan fatimah ahli fikih uzbekistan

Fatimah as-Samarqandi, Sang Ahli Fikih Perempuan dari Uzbekistan

Khazanah

Raden Dewi Sartika Penggagas Sekolah Perempuan di Tanah Sunda

Khazanah

Islam kebebasan syeikh mutawalli Islam kebebasan syeikh mutawalli

Antara Islam dan Kebebasan Menurut Syeikh Mutawalli al-Sya’rawi

Kajian

korban kdrt dapat perlindungan korban kdrt dapat perlindungan

Di Zaman Rasulullah, Korban KDRT yang Melapor Langsung Dapat Perlindungan

Kajian

tetangga beda agama meninggal tetangga beda agama meninggal

Bagaimana Sikap Seorang Muslim Jika Ada Tetangga Beda Agama yang Meninggal?

Kajian

Muslimah Shalat Tanpa Mukena, Sah atau Tidak? Muslimah Shalat Tanpa Mukena, Sah atau Tidak?

Sahkah Muslimah Shalat Tanpa Mukena? Simak Penjelasan Videonya!

Video

doa tak kunjung dikabulkan doa tak kunjung dikabulkan

Ngaji al-Hikam: Jika Doa Tak Kunjung Dikabulkan

Kajian

Trending

perempuan titik nol arab perempuan titik nol arab

Resensi Novel Perempuan di Titik Nol Karya Nawal el-Saadawi

Diari

Fatimah az zahra rasulullah Fatimah az zahra rasulullah

Sayyidah Sukainah binti Al-Husain: Cicit Rasulullah, Sang Kritikus Sastra

Kajian

Laksminingrat tokoh emansipasi indonesia Laksminingrat tokoh emansipasi indonesia

R.A. Lasminingrat: Penggagas Sekolah Rakyat dan Tokoh Emansipasi Pertama di Indonesia

Muslimah Talk

Nyai Khoiriyah Hasyim mekkah Nyai Khoiriyah Hasyim mekkah

Nyai Khoiriyah Hasyim dan Jejak Perjuangan Emansipasi Perempuan di Mekkah

Kajian

Teungku Fakinah Teungku Fakinah

Zainab binti Jahsy, Istri Rasulullah yang Paling Gemar Bersedekah

Kajian

Definisi anak menurut hukum Definisi anak menurut hukum

Definisi Anak Menurut Hukum, Umur Berapa Seorang Anak Dianggap Dewasa?

Kajian

nama bayi sebelum syukuran nama bayi sebelum syukuran

Hukum Memberi Nama Bayi Sebelum Acara Syukuran

Ibadah

Muslimah Shalat Tanpa Mukena, Sah atau Tidak? Muslimah Shalat Tanpa Mukena, Sah atau Tidak?

Sahkah Muslimah Shalat Tanpa Mukena? Simak Penjelasan Videonya!

Video

Connect