BincangMuslimah.Com – Perempuan bernama lengkap Luh Gede Saraswati Putri lahir 16 September 1983 di Denpasar, Bali. Kemudian dikenal dengan nama panggilan Saras Dewi untuk nama panggungnya yang juga sebagai seorang penyanyi dan penulis yang gemas menyuarakan kesetaraan gender dan lingkungan. Ia merupakan anak sulung dari sepuluh bersaudara. Saat ini ia bekerja sebagai ketua program studi Ilmu Filsafat Universitas Indonesia dan menjadi dosen luar biasa di sana semenjak 2006, mengajarkan Filsafat Timur dan Eksistensialisme.
Saras Dewi juga merupakan Kolumnis di berbagai media, termasuk Media Indonesia, Jawa Post, Bali Post, Media Hindu, Raditya, Nusa Tenggara Post. Menulis tema-tema sosial, budaya dan politik. Selain itu kerap mengirimkan puisi-puisi dan telah dimuat oleh Media Indonesia dan Bali Post. Tulisan-tulisan yang ditulis oleh Saras Dewi bermuatan tema kesetaraan gender dan lingkungan.
Dikutip dari bukunya yang berjudul Ekofenomenologi, ia mulai kenal filsafat pertama kali otodidak membaca buku Plato saat SMA, saat berusia 17 tahun. Dulu saat sekolah, ia cukup menyebalkan karena suka bertanya dan mengkritik hingga suka berdebat dengan teman. Ia sering mendapatkan protes dari temannya, “Kenapa segalanya harus dikritisi?” ia sempat merasa apakah saya outsider karena tidak lazim mendapati orang sepertinya yang selalu ingin tahu.
Dari kebiasaan kritisnya akhirnya Saras mengambil kuliah Filsafat di tahun 2001. Sebelum selesai kuliah, ia ditawarkan menjadi asisten dari dosen oleh Gadis Arivia. Setelah itu ia mendapat tawaran untuk mendapat beasiswa S2 ikatan kerja di umur 23. Kemudian ia mengajar di program studi Filsafat dan berhasil memperoleh gelar doctor pada 2012.
Selain menjadi dosen, Saras Dewi merupakan aktivis sekaligus penulis yang vocal menyuarakan isu kesetaraan gender dan isu lingkungan. Ia memulainya dari buku berjudul Ekofenomenologi: Mengurai Disekuilibrium Relasi Manusia dengan Alam. Buku ini sebenarnya merupakan tesisnya. Ia menjelaskan bahwa gerakan ekologi dan etika lingkungan telah dengan jelas menunjukkan berbagai kerusakan alam dan kemerosotan lingkungan hidup akibat aktivitas-aktivitas manusia yang mengutamakan ego dalam tindakannya.
Pandangan dunia yang antroposentrik dituding sebagai awal ketimpangan relasi antara manusia dengan alam sekitarnya. Namun term ekologi maupun etika lingkungan ditengarai masih terjebak dalam dikotomi antara ekosentrisme dengan antroposentrisme. Dua term ini membuat kedua gerakan tersebut sering kesulitan dalam menjelaskan kepentingan manusia di dalam kerangka hidup bersama alam, misalnya dalam menjelaskan soal teknologi.
Lebih hebatnya adalah dalam buku lainnya berjudul Sembahyang Bhuvana. Melalui tujuh esai karyanya dalam buku tersebut, ia berupaya menjawab berbagai pertanyaan yang hadir dari kegelisahan dan pemikiran kritisnya terhadap beberapa dalam kehidupan melalui pendekatan filosofis.
Sembahyang Bhuvana secara khusus membahas secara filosofis tentang tubuh, seni, dan lingkungan. Hal-hal yang sangat erat hubungannya dan selalu berdampingan dengan kehidupan setiap manusia. Ia juga menjelaskan Sembahyang Bhuvana memiliki makna yang ditafsirkan penulis sebagai bakti pada alam, bahwa segala hal yang ada di dunia ini ialah bagian dari alam. Begitu juga manusia yang merupakan bagian dari alam.
Pada tahun 2014 ia aktif melakukan advokasi kasus pelecehan seksual yang dilakukan penyair, sastrawan dan budayawan bernama Sitok Srengenge, dia juga vokal mengusut dan mendampingi korban yang juga mahasiswi Universitas Indonesia karena sejak awal korban telah datang kepadanya dan bercerita tentang kasus ini. Ia juga menjadi perempuan yang mendesak hadirnya Badan Konseling Mahasiswa di kampus menjadi upaya untuk menjadikan kampus tempat yang aman bagi mahasiswa dan pengajar.
Hal tersebut berangkat dari kasus kekerasan seksual menemui kesulitan karena tidak mudah bagi korban untuk berbicara. Minimnya pengetahuan mengenai kekerasan seksual menjadi salah satu alasan. Di samping itu hukum masih terbata-bata dalam melindungi hak tubuh perempuan untuk bebas dari tekanan. Ia menegaskan bahwa sangat penting menciptakan situasi yang aman bagi tubuh perempuan untuk menimba ilmu di kampus.
2 Comments