BincangMuslimah.Com – Bulan ini merupakan bulan yang sangat mulia. Bulan di mana lahir manusia pilihan Allah sebagai utusan di muka bumi, yakni Muhammad putra Abdullah. Kelahirannya selalu diperingati oleh umat muslim dunia. Peringatan maulid Nabi adalah upaya menanamkan kembali nilai-nilai yang diajarkan olehnya, termasuk nilai spirit perdamaian.
Beliau tidak hanya diutus untuk kalangan bangsa Arab saja, namun seluruh manusia bahkan alam semesta. Hal ini sebagaimana yang termaktub dalam Al-Qur’an yang berbunyi,
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلا كَافَّةً لِلنَّاسِ بَشِيرًا وَنَذِيرًا وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لا يَعْلَمُونَ
Dan Kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada umat manusia seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahui. (QS. As-Saba’: 28).
Prof. Dr. Quraish Shihab dalam karya monumentalnya Tafsir Al-Mishbah, [vol. 11, hal.519] memandang ayat ini memiliki empat hal pokok yang harus dimengerti, yaitu adanya utusan Allah dalam hal ini Rasulullah Muhammad, ada yang mengutus yakni Allah, yang diutus kepada mereka seluruhnya yakni alam, dan risalah, yaitu rahmat yang bersifat luas.
Menurutnya, bahwa Rasulullah Muhammad bukan hanya sekadar membawa rahmat bagi seluruh alam namun justru kepribadian beliau lah yang menjadi rahmat. Begitu sangat mulianya sifat Rasulullah Muhammad sehingga Allah menyebutkan dengan pujian yang sangat agung. Kemuliaan sifat Rasulullah ini tercermin dalam cara beliau berdakwah. Sehingga Islam dikenal sebagai agama yang mengajarkan kepada kemaslahatan dunia dan akhirat.
Usman Abu Bakar dalam karyanya Paradigma dan Epistimologi Pendidikan Islam [hal: 65] memahami pengertian rahmat pada diri Rasul adalah ajaran tentang persamaan, persatuan dan kemuliaan umat manusia, hubungan sesama manusia, hubungan sesama pemeluk agama, dan hubungan antar agama. Rasulullah mengajarkan untuk saling menghargai, saling menolong, menjaga persaudaraan, perdamaian, dan sebagaianya.
Perayaan Maulid Nabi sejatinya ialah sebagai upaya untuk mengingat kembali pesan historis dari misi perjuangan Rasulullah Saw. yang dikenal dengan ramah, santun, dan selalu menjunjung tinggi arti sebuah perdamaian dalam setiap syiar agamanya.
Tentu kita tidak akan lupa kisah pembentukan Piagam Madinah yang juga dikenal dengan istilah Perjanjian Madinah, yang mana isi dari perjanjian tersebut merupakan kesepakatan damai sekaligus draf perundang-undangan yang mengatur kemajemukan komunitas dan berbagai sektor kehidupan kota Madinah, mulai dari urusan politik, sosial, hukum, ekonomi, hak asasi manusia, kesetaraan, kebebasan beragama, pertahanan, keamanan, dan perdamaian. Rasulullah-lah yang memperkenalkan sekaligus melaksanakan draft kebijakan itu bersama seluruh warga Madinah yang sepakat dengan isi perjanjian tersebut.
Lewat piagam inilah Rasulullah memperkenalkan sistem kehidupan yang harmonis dan damai bagi masyarakat kota Madinah yang majemuk serta plural. Di sana, Rasulullah meletakkan dasar kehidupan yang kuat bagi pembentukan masyarakat baru, yaitu masyarakat madani yang rukun dan damai. Masyarakat itu setidaknya berasal dari tiga kelompok yang berbeda, yakni kaum Muslim dari kalangan Muhajirin dan Anshar sebagai kelompok mayoritas, non-Muslim dari suku Aus dan Khazraj yang belum masuk Islam sebagai kelompok minoritas, dan kelompok Yahudi.
Setidaknya Ada ada dua alasan mengapa Rasulullah menyusun draf kesepakatan berupa Piagam Madinah; Pertama, Madinah merupakan wilayah yang dihuni kelompok masyarakat yang heterogen (beraneka ragam). Kedua, penduduk Madinah pra-Islam dikenal sebagai kelompok yang akrab dengan peperangan dan konflik, terutama yang dilakukan oleh dua suku besar Aus dan Khazraj. Keduanya bersama para sekutu masing-masing dari kelompok Yahudi, yakni bani Quraizhah dan bani Nadhir, berseteru tanpa henti. Konon, bani Quraizhah sebagai sekutu suku Aus, sedangkan Bani Nadhir sebagai suku Khazraj. Sejarah mencatat, tidak kurang dari 120 tahun mereka berseteru dan terlibat peperangan (Said Ramadhan Al-Buthy, Fiqh as-Sirah An-Nabawiyyah ma’a Mujaz Litarikh al-Khalifah ar-Rasyidah, hal. 180).
Pada konteks kekinian, Maulid Nabi setidaknya sangat tepat untuk dijadikan media penyadaran bagi seluruh umat Islam khususnya di negara kita tercinta ini, dengan membedah kembali literatur sejarah perjuangan dakwah Rasulullah. Strategi dakwah tersebut merupakan kunci nyata keberhasilan Rasulullah dalam menyebarkan agama Islam di seluruh penjuru bumi ini.
Agama Islam dengan mudah mendapatkan tempat serta diterima oleh banyak kalangan karena mampu ditransformasikan melalui kedamaian dan kasih sayang. Sehingga berbagai elemen masyarakat secara cepat dan pesat bisa menerima keberadaannya.
Keberhasilan tesebut, juga tergambar pada masa awal masuknya agama Islam di lndonesia, khususnya Islam di tanah Jawa. Islam yang dibawa oleh Wali Songo dengan corak kedamaian dan diseleraskan dengan tradisi masyarakat setempat dapat berjalan dengan mudah dan lancar.
Para Wali Songo menyebarkan ajaran Islam di tanah Jawa dengan ramah dan santun. Sehingga dengan langkah tersebut menjadikan ajaran Islam mendapat posisi yang strategis di mata masyarakat dan pada akhirnya menyebar secara masif di bumi Nusantara ini.
Akhir-akhir ini mucul dakwah lslam yang tidak sejalan dengan ajaran islam itu sendiri. Di mana instrumen dakwah yang digunakan sangat berbeda jauh dengan dakwah yang telah dibawa dan diajarkan oleh Rasulullah maupun Wali Songo.
Fenomena dakwah yang muncul di masyarakat sekarang ini lebih berbentuk pemaksaan dan intimidasi. Aksi-aksi yang mengatasnamakan dirinya sebagai pembela agama Islam justru tampil memberi penodaan kepada agama itu sendiri.
Lebih tepatnya adalah mereka itu mendustai agama dengan tindakan radikal dan bentuk kekerasan yang mereka sajikan kepada publik.
masih lekang diingatan, peristiwa kekerasan yang menimpa saudara kita di Bedog, Sleman terkait dengan penyerangan gereja. Hal yang demikian ini sangat miris sekali, hanya untuk menegakakan ajaran agama. Mereka tega menghilangkan melukai sesama umat manusia yang memiliki kebutuhan menyembah tuhannya.
Jika kita kembali merefleksikan ajaran dalam agama Islam, agama Islam tidak pernah mengajarkan aksi-aksi kekerasan dan upaya penindasan terhadap sesamanya, yang ada hanyalah ajaran yang menuntun umatnya untuk bersikap santun dan rukun terhadap sesamanya.
Maka sangat ironis sekali bila ada sebuah gerakan yang mangatasnamakan dirinya sebagai pembela agama justru mereka menindas saudaranya. Tindakan yang demikian kiranya wajib hukumnya untuk segera diakhiri. Karena disamping telah belawanan dengan ajaran Islam, juga telah mencoreng kemurnian esensi ajaran Islam itu sendiri yang mengajak pada jalan kebenaran.
Intinya, apapun yang namanya praktek kekerasan maupun radikalisme tak dapat dibenarkan dan harus segera mungkin untuk dicegah. Karena jika tidak, kekerasan atas nama agama akan terus belanjut dan berkembang menjadi tradisi di masyarakat yang gampang digerakkan oleh kelompok-kelompok tertentu sebagai pelampiasan egoisme yang bermotif sintemen atas ibadah umat yang lain.
Faktor inilah yang sering kali membuat manusia tak kenal saudara sehingga cenderung berbuat aniaya kepada sesamanya. Kecendurungan pola pikir yang sempit inilah yang sering membuat manusia buta dan egois.
Karena latar belakang kepentingan mengejar pemuasan hidup di dunia juga menjadi pendorong tehadap timbulnya karakter ambigu manusia. Sehingga orientasi mengejar kehidupan dunia selalu dinomer satukan ketimbang memperoleh kehidupan yang abadi (akhirat).
Oleh karena itu, pada momentum peringatan Maulid Nabi kali ini perlu kita dijadikan sebagai sarana menegakkan kembali spirit perdamaian yang telah dicontohkan oleh Rasulullah.
Maulid Nabi setidaknya dapat menggugah hati kita untuk lebih berbuat positif lagi guna untuk menjadikan bangsa ini penuh dengan kedamain dan ketentraman. Semoga bermanfaat.