BincangMuslimah.Com – Jual beli dalam fiqih Islam disebut al-buyu‘ yang secara bahasa artinya adalah menukar suatu barang dengan barang yang lain. Karena itu, dapat masuk segala sesuatu yang tidak berupa harta.
Sedangkan menurut syariat, definisi yang tepat untuk menyatakannya adalah memberikan hak milik terhadap benda yang bernilai harta dengan cara penukaran dengan jalan yang diizinkan oleh syariat, atau memberikan hak kepemilikan terhadap manfaat yang diperbolehkan dengan harga yang bernilai harta dengan jalan yang diizinkan syariat, seperti memberikan hak pembangunan.
Karena itu riba tidak termasuk dalam jual beli karena riba tidak diperbolehkan dalam syariat Islam, sebagaimana Allah SWT berfirman
الَّذِينَ يَأْكُلُونَ الرِّبَا لَا يَقُومُونَ إِلَّا كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ ۚ ذَٰلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُوا إِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبَا ۗ وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا
Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. (QS. Al-Baqarah: 257)
Lalu, jual beli seperti apa yang diperbolehkan? Dalam kitab Fathul Qarib, Sheikh Muhammad bin Qasim al-Ghazziy (918 H / 1512 M) menyebutkan, bentuk-bentuk jual beli ada 3 macam:
Pertama, menjual barang yang kelihatan, hal itu hukumnya boleh dan sah manakala memenuhi syarat-syarat jual beli. Di antaranya: 1) Suci. 2) Bisa dimanfaatkan. 3) Diterima oleh pembeli, dan penjual punya hak tasharruf (pemanfaatan) terhadap barang tersebut.
Kedua, menjual barang yang diberi sifat dalam tanggungan. Penjualan ini dinamakan salam (pesanan), penjualan semacam ini boleh (sah) apabila didalamnya terdapat sifat yang ditetapkan dari sifat-sifat akad salam yang akan dituturkan dalam artikel sebelumnya.
Ketiga, menjual barang yang tidak bisa dilihat oleh penjual dan pembeli, hukum penjualan semacam ini tidak sah.
Adapun syarat-syarat uang atau barang yang dijual adalah sebagai berikut:
Pertama, sesuatu yang suci. Sehingga perkara yang tidak mungkin untuk disucikan dengan dibasuh seperti, minuman keras, kulit bangkai dan semisalnya, maka tidak sah dijadikan alat pembelian dan juga tidak sah dijual.
Kedua, ada manfaatnya. Perkara yang tidak ada manfaatnya tidak boleh dijualbelikan apalagi jika itu perkara yang membahayakan, seperti binatang kalajengking dan lain sebagainya.
Ketiga, barang tersebut adalah milik penjual dan pembeli, baik milik sendiri, perwakilan, atau penguasaan (wilayah).
Keempat, barang tersebut bisa diserahterimakan. Oleh karena itu, ikan yang berada dalam laut tidak sah dijual, begitu juga dijadikan alat penukaran bagi seseorang yang tidak mampu untuk mengambilnya.
Kelima, barang tersebut bisa diketahui oleh penjual dan pembeli, secara nyata akan dzat, sifat dan ukuran.
Wallahu’alam bishshawab.