Ikuti Kami

Ibadah

Dua Prinsip Menikah dalam Pandangan Ibnu ‘Asyur

risiko nikah muda

BincangMuslimah.Com – Menikah dan membangun jalinan rumah tangga bagi sebagian besar manusia merupakan dambaan. Tidak berlebihan pula apabila Rasulullah menyebutnya dengan penyempurna separuh agama. Berkenaan dengan ini, terdapat dua prinsip menikah yang menurut oleh Ibnu ‘Asyur. Apa saja itu?

Memilih untuk menikah, berarti juga siap mengarungi kehidupan bersama pasangan. Dalam Islam, syariat untuk membangun rumah tangga menjadi salah satu perhatian penting. Kendati demikian, agar tidak salah paham tentang syariat nikah, sebaiknya terlebih dahulu mengetahui prinsip membangun rumah tangga.

Hal merupakan jalan untuk mengetahui tujuan menikah itu sendiri. Ulama kenamaan Muhammad Thahir Ibnu ‘Asyur menyimpulkan bahwa tujuan adanya syariat akad nikah (maqashid al-syari’ah fi al-nikah) dalam Islam ada tiga, yaitu:

  • Kewajiban bersikap baik kepada kaum hawa yang sempat menjadi objek kekerasan seksual dalam fakta sejarah.
  • Kewajiban bersikap adil kepada kaum hawa yang selalu mengalami marginalisasi dan subordinasi dalam fakta sejarah.
  • Kewenangan hakim dalam menentukan lanjut dan tidaknya bahtera rumah tangga yang sedang ditimpa masalah. (Muhammad Thahir Ibnu ‘Asyur, Maqashid al-Syari’ah al-Islamiyah, hal 180).

Sebelum mampu memahami tujuan menikah di atas, setidaknya terdapat dua prinsip berkaitan dengan menikah dari Ibnu ‘Asyur. Dalam kitabnya Maqashid al-Syari’ah al-Islamiyah (hal 173 – 180) terdapat dua prinsip menikah sebagai berikut:

Pernikahan jadi Pembeda Hubungan Asmara Selainnya

Pada zaman Jahiliah, budaya yang berkembang di masyarakat terkait konsep menikah sangat memprihatinkan. Etika dan moral manusia dalam berhubungan antara laki-laki dan perempuan dilakukan selayaknya perilaku binatang. Berkenaan budaya tersebut, dalam salah satu Hadis yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari, Sayyidah ‘Aisyah dijelaskan bahwa terdapat empat budaya menikah di zaman Jahiliah.

Baca Juga:  Inilah Lima Sumber Kebahagiaan Bagi Seorang Muslimah Setelah Menikah

Pertama, pernikahan yang melibatkan wali dari mempelai wanita yang disertai dengan mahar. Budaya ini sama dengan pernikahan yang dilakukan pada zaman sekarang.

Kedua, nikah al-istibdha’. Pernikahan jenis ini yaitu seorang suami memerintahkan istrinya untuk bersenggama dengan lelaki lain. Apabila sang istri hamil, maka ia kembali kepada sang suami dan kembali berhubungan intim dengannya. Cara tersebut dianggap upaya untuk memperbaiki keturunan dari pihak suami.

Ketiga, budaya sekumpulan laki-laki yang berjumlah kurang dari sepuluh orang menggauli satu perempuan. Pada tradisi ini, apabila sang perempuan melahirkan anak, maka ia akan mengumpulkan seluruh laki-laki yang bersenggama dengannya tersebut guna memilih laki-laki yang akan dijadikan bapak dari anaknya. Selain itu, laki-laki yang dipilih tidak bisa menolaknya.

Keempat, budaya seks berjamaah antar sekelompok laki-laki dengan sekelompok perempuan secara acak. Apabila ada salah satu perempuan yang hamil, maka sekelompok laki-laki tersebut berkumpul dan menentukan siapa yang akan menjadi bapaknya secara kesepakatan. (Imam al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, juz 7, hal. 15)

Merespons fenomena di atas, Islam hadir membawa konsep pernikahan yang beradab dan berperikemanusiaan. Konsep berumah tangga yang dilandasi dengan moral yang jauh dari sifat kebinatangan. Konsep ini hadir untuk menolak tiga tradisi menikah terakhir dan mengafirmasi yang pertama.

Walhasil, sedikitnya terdapat tiga faktor yang membedakan pernikahan di masa Jahiliah dengan konsep yang dibawa oleh ajaran Islam. Ketiga faktor tersebut yaitu:

  • Transparansi dalam menyelenggarakan akad nikah
  • Keterlibatan wali mempelai wanita dalam proses akad nikah
  • Kewajiban membayar mahar oleh suami untuk istrinya

Tidak Ada Batasan Waktu dalam Pernikahan

Istilah nikah mut’ah atau kawin kontrak merupakan tradisi yang berkembang di kalangan masyarakat Arab Jahiliah. Nikah mut’ah adalah pernikahan yang dibatasi dengan waktu tertentu. Artinya, jika telah tiba waktu yang ditentukan, maka terputuslah hubungan suami-istri dengan sendirinya.

Baca Juga:  Ribuan Remaja Meminta Dispensasi Nikah, Rasulullah Tegaskan Kesiapan Matang untuk Menikah

Pada awal periode perjalanan Islam, tradisi nikah mut’ah sempat dilegalkan. Namun, akhirnya Rasulullah saw. menghapus (nasakh) praktik ini pasca perang Khaibar. Bahkan sampai saat ini, jumhur ulama fikih telah sepakat bahwa nikah mut’ah tergolong pernikahan yang batal. Adapun ada yang membolehkannya, itu hanyalah sebagian kecil dan dianggap pendapat yang menyimpang (syadz). (Syekh Zakariya al-Anshari, Asna al-Mathalib fi Syarh Raud al-Thalib, juz 3, hal 121)

Oleh karena itu, sudah seharusnya pernikahan tidak terbatas dengan waktu tertentu. Jika masih ada batasan waktu tertentu, tentu akad tersebut tidak ada bedanya dengan akad sewa-menyewa. Kalaupun menganggap akad nikah sebagai akad sewa-menyewa maka hukum sewa-menyewa kemaluan adalah haram dan tidak sah. (Syekh Muhammad Ibnu Qasim al-Gazhi, Fath al-Qarib, hal 38)

Demikianlah dua prinsip menikah pandangan Ibnu ‘Asyur dalam menentukan maqashid al-syari’ah fi al-nikah dalam Islam. Semoga kita bisa mempelajarinya dan mempraktikannya dalam kehidupan keluarga. Allahu A’lam…..

Rekomendasi

Langkah mengesahkan Pernikahan Siri Langkah mengesahkan Pernikahan Siri

Langkah Hukum Mengesahkan Pernikahan Siri

Mahar Transaksi Jual Beli Mahar Transaksi Jual Beli

Tafsir Surat An-Nisa Ayat 4; Mahar Bukan Transaksi Jual Beli

Hukum Talak Via Online Hukum Talak Via Online

Hukum Talak Via Online, Bagaimana dalam Pandangan Islam?

perempuan memilih calon suaminya perempuan memilih calon suaminya

Tidak Hanya Lelaki, Perempuan Juga Berhak Memilih Calon Suaminya

Ditulis oleh

Mahasiswa Universitas Ibrahimy Salafiyah Syafiiyah Sukorejo Situbondo dan Aktivis IKSASS (Ikatan Santri dan Alumni Salafiyah Syafiiyah)

Komentari

Komentari

Terbaru

perempuan titik nol arab perempuan titik nol arab

Resensi Novel Perempuan di Titik Nol Karya Nawal el-Saadawi

Diari

Nyai Khoiriyah Hasyim mekkah Nyai Khoiriyah Hasyim mekkah

Nyai Khoiriyah Hasyim dan Jejak Perjuangan Emansipasi Perempuan di Mekkah

Kajian

Sekilas tentang Sholihah Wahid Hasyim, Ibunda Gusdur

Kajian

Definisi anak menurut hukum Definisi anak menurut hukum

Definisi Anak Menurut Hukum, Umur Berapa Seorang Anak Dianggap Dewasa?

Kajian

Beauty Previllege terobsesi kecantikan Beauty Previllege terobsesi kecantikan

Beauty Previllege akan Menjadi Masalah Ketika Terobsesi dengan Kecantikan

Diari

Perilaku Rendah Hati alquran Perilaku Rendah Hati alquran

Tiga Contoh Perilaku Rendah Hati yang Diajarkan dalam Alquran

Muslimah Daily

Langkah mengesahkan Pernikahan Siri Langkah mengesahkan Pernikahan Siri

Langkah Hukum Mengesahkan Pernikahan Siri

Kajian

puasa syawal senilai setahun puasa syawal senilai setahun

Alasan Mengapa Puasa Syawal Senilai Puasa Setahun

Kajian

Trending

Surat Al-Ahzab Ayat 33 Surat Al-Ahzab Ayat 33

Tafsir Surat Al-Ahzab Ayat 33; Domestikasi Perempuan, Syariat atau Belenggu Kultural?

Kajian

perempuan titik nol arab perempuan titik nol arab

Resensi Novel Perempuan di Titik Nol Karya Nawal el-Saadawi

Diari

Nyai Khoiriyah Hasyim mekkah Nyai Khoiriyah Hasyim mekkah

Nyai Khoiriyah Hasyim dan Jejak Perjuangan Emansipasi Perempuan di Mekkah

Kajian

Laksminingrat tokoh emansipasi indonesia Laksminingrat tokoh emansipasi indonesia

R.A. Lasminingrat: Penggagas Sekolah Rakyat dan Tokoh Emansipasi Pertama di Indonesia

Muslimah Talk

Mahar Transaksi Jual Beli Mahar Transaksi Jual Beli

Tafsir Surat An-Nisa Ayat 4; Mahar Bukan Transaksi Jual Beli

Kajian

Doa berbuka puasa rasulullah Doa berbuka puasa rasulullah

Beberapa Macam Doa Berbuka Puasa yang Rasulullah Ajarkan

Ibadah

Definisi anak menurut hukum Definisi anak menurut hukum

Definisi Anak Menurut Hukum, Umur Berapa Seorang Anak Dianggap Dewasa?

Kajian

Hukum Sulam Alis dalam Islam

Muslimah Daily

Connect