BincangMuslimah.Com- 25 November hingga 10 Desember merupakan Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (16 Days of Activism Against Gender Violence). Kampanye ini merupakan kampanye internasional untuk mendukung upaya-upaya penghapusan kekerasan terhadap perempuan di seluruh dunia. Melansir dari laman Komnas Perempuan, dalam kurun waktu 25 November-10 Desember ini terdapat berbagai upaya dalam memberikan keadilan kepada perempuan dan menghapus kekerasan terhadap perempuan.
Salah satunya yang terjadi pada tanggal 2 Desember. 2 Desember merupakan hari internasional untuk penghapusan perbudakan. Pada hari ini terjadi pengadopsian konvensi PBB tentang penindasan terhadap perdagangan orang dan eksploitasi terhadap orang lain (UN convention for the suppression of the traffic in persons and the exploitation of other) dalam resolusi Majlis Umum PBB No 317 (IV) tahun 1949.
Konvensi ini merupakan salah satu tonggak dalam menghapus perbudakan. Karena dengan adanya perbudakan tentu akan menimbulkan ketidak-adilan dan kekerasan kepada manusia yang dianggap sebagai budak terutama perempuan dan anak-anak.
Jauh sebelum adanya konvensi ini, sejatinya juga sudah melakukan upaya penghapusan perbudakan sejak hadirnya risalah Islam. Meski hingga awal peradaban Islam perbudakan masih menjadi hal yang wajar. Akan tetapi jika lebih menelisik dari syariat-syariat Islam yang ada, terlihat bahwa syariat Islam justru sedang berupaya menghapus perbudakan. Karena salah satu spirit Islam adalah memberikan keadilan.
Meski tidak disebutkan secara eksplisit bahwa perbudakan harus dihapuskan, syariat Islam melakukan upaya menghapus perbudakan secara bertahap. Di antaranya melalui motivasi memerdekakan budak dan sanksi syariat yang mengharuskan seseorang memerdekakan budak. Di antara sanksi tersebut adalah sebagai berikut:
Pertama, motivasi untuk memerdekakan budak (QS. Al-Balad:[90]:13)
فَكُّ رَقَبَةٍ
Imam at-Thobary menyebutkan di dalam tafsirnya juz 24 halaman 441 bahwa ayat ini menjelaskan ayat sebelumnya. Ketika Allah berfirman tentang apakah jalan yang penuh rintangan itu? Kemudian ayat ini menjelaskan bahwa salah satu dari jalan itu adalah memerdekakan budak.
Memerdekakan budak merupakan hal yang sangat sulit untuk dilakukan. Sehingga Imam at-Thobari mengutip suatu riwayat dari Hasan bahwa tidak ada seorang muslim pun yang memerdekakan budak kecuali akan diselamatkan dari api neraka.
Hal ini tentu menjadi motivasi bagi umat Islam untuk menghapus perbudakan. Sebab meskipun sulit memerdekakan budak karena biayanya yang mahal atau selainnya, tapi dalam riwayat menyebutkan bahwa balasannya adalah terbebas dari api neraka.
“(Yaitu) melepaskan perbudakan (hamba sahaya)”
Kedua, sanksi/kafarat zihar (QS. Al-Mujadalah:[58]:3)
وَٱلَّذِينَ يُظَٰهِرُونَ مِن نِّسَآئِهِمۡ ثُمَّ يَعُودُونَ لِمَا قَالُواْ فَتَحۡرِيرُ رَقَبَةٖ مِّن قَبۡلِ أَن يَتَمَآسَّاۚ ذَٰلِكُمۡ تُوعَظُونَ بِهِۦۚ وَٱللَّهُ بِمَا تَعۡمَلُونَ خَبِيرٞ
“Orang-orang yang menzihar istrinya kemudian menarik kembali apa yang telah mereka ucapkan, wajib memerdekakan seorang budak sebelum kedua suami istri itu berhubungan badan. Demikianlah yang diajarkan kepadamu. Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan.”
Di dalam Tafsir al-Jalalain halaman 725 disebutkan bahwa ayat ini menjelaskan ketika ada seorang suami menzihar istrinya (menyerupakan istri dengan mahromnya) tetapi ia tetap menahan si istri untuk tetap menjadi istrinya, maka suami tersebut harus memerdekakan seorang budak.
Kafarat ini tentu menjadi jalan bagi Islam untuk memberikan pembebasan kepada para budak. Karena memerdekakan budak menjadi alternatif untuk menebus kesalahan dalam hal zihar.
Ketiga, sanksi/kafarat sumpah (QS. Al-Maidah:[5]:89)
لَا يُؤَاخِذُكُمُ ٱللَّهُ بِٱللَّغۡوِ فِيٓ أَيۡمَٰنِكُمۡ وَلَٰكِن يُؤَاخِذُكُم بِمَا عَقَّدتُّمُ ٱلۡأَيۡمَٰنَۖ فَكَفَّٰرَتُهُۥٓ إِطۡعَامُ عَشَرَةِ مَسَٰكِينَ مِنۡ أَوۡسَطِ مَا تُطۡعِمُونَ أَهۡلِيكُمۡ أَوۡ كِسۡوَتُهُمۡ أَوۡ تَحۡرِيرُ رَقَبَةٖۖ فَمَن لَّمۡ يَجِدۡ فَصِيَامُ ثَلَٰثَةِ أَيَّامٖۚ ذَٰلِكَ كَفَّٰرَةُ أَيۡمَٰنِكُمۡ إِذَا حَلَفۡتُمۡۚ وَٱحۡفَظُوٓاْ أَيۡمَٰنَكُمۡۚ كَذَٰلِكَ يُبَيِّنُ ٱللَّهُ لَكُمۡ ءَايَٰتِهِۦ لَعَلَّكُمۡ تَشۡكُرُونَ
“Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpahmu yang tidak disengaja (untuk bersumpah), tetapi Dia menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpah yang kamu sengaja. Maka, kafaratnya (denda akibat melanggar sumpah) ialah memberi makan sepuluh orang miskin dari makanan yang (biasa) kamu berikan kepada keluargamu, memberi pakaian kepada mereka, atau memerdekakan seorang hamba sahaya. Siapa yang tidak mampu melakukannya, maka (kafaratnya) berpuasa tiga hari. itulah kafarat sumpah-sumpahmu apabila kamu bersumpah (dan kamu melanggarnya). Jagalah sumpah-sumpahmu! Demikianlah Allah menjelaskan kepadamu hukum-hukum-Nya agar kamu bersyukur (kepada-Nya).”
Imam al-Qurthubi di dalam kitab al-Hidayah ila Bulugh al-Nihayah juz 1 halaman 749 menyebutkan bahwa ayat ini merujuk kepada orang yang bersumpah dan ia tau bahwa ia berdusta. Sehingga ketika seseorang tersebut mengingkari sumpahnya, ia harus membayar kafarat berupa memberi makan 10 orang miskin atau memberi pakaian 10 orang miskin atau memerdekakan budak atau berpuasa 3 hari.
Dalam kafarat sumpah, Allah juga menjadikan memerdekakan budak sebagai salah satu alternatif penebus kesalahannya.
Dengan demikian, sejatinya Islam adalah agama yang anti kekerasan dan menjunjung tinggi keadilan. Islam adalah agama yang memanusiakan manusia. Sehingga tidak heran jika Islam juga mengupayakan adanya penghapusan perbudakan untuk melindungi manusia dari kekerasan dan ketida-adilan. Terutama bagi perempuan dan anak-anak.