BincangMuslimah.Com – When Life Gives You Tangerines menjadi drama yang ramai diperbincangkan warganet sejak tayang pada awal Maret lalu. Drama Korea dengan pemeran utama IU (Oh Ae-sun) dan Park Bo-gum (Yang Gwansik) menyuguhkan perjalanan dari masa remaja hingga usia tua, serta menampilkan kehidupan yang penuh dengan ujian, cinta, kehilangan, dan refleksi mendalam dengan pendekatan slice-of-life dan visual indah pemandangan Pulau Jeju.
Awal cerita drama yang berlangsung di tahun 1950-an ini menggambarkan kisah mereka di tengah kondisi sosial-ekonomi Korea yang sedang mengalami krisis mata uang dan mengalami kesulitan ekonomi parah karena perang. Negara tersebut bahkan meminta bantuan dari International Monetary Fund (IMF).
Tidak Mudah Menjadi Perempuan
Di antara tema utama yang tersorot dalam drama ini adalah perjuangan penyelam perempuan tradisional (Haenyeo) yang menjadi simbol ketahanan dan kekuatan di Pulau Jeju. Haenyeo menampilkan bagaimana kesulitan dan keterbatasan perempuan dalam mendapatkan akses pendidikan dan peluang kerja.
Sebagai perempuan yang tumbuh di keluarga patriarkis dan miskin, ibu Ae Sun, Jeon Gwang Rye adalah salah satunya yang rela bekerja sebagai haenyeo atau penyelam wanita di Pulau Jeju untuk menghidupi keluarganya dengan mengumpulkan hasil laut, meskipun tantangan dan risiko tinggi karena mengharuskan mereka menyelam tanpa alat bantu pernapasan.
Meskipun begitu, ibu Ae Sun berusaha mengutamakan kenyamanan dan pendidikan pada anak-anaknya. Hal ini juga ditekankan pada Ae Sun yang jadi anak sulung di keluarga kecilnya.
Saat itu, masyarakat masih menganggap pendidikan perempuan bukanlah suatu yang penting. Perempuan seharusnya berada di dapur dan bertugas mendukung penuh suaminya. Perempuan umumnya menjadi seorang hanyeo atau berdagang hasil tangkapan suaminya di pasar.
Namun, ibu Ae Sun tidak ingin anaknya menyelam dan menekuni profesi sebagai hanyeo. Karena itu, Jeon Gwang Rye terus menekankan anaknya untuk tidak mudah menyerah dengan kehidupan, rajin belajar, dan meraih cita-citanya.
Dengan prinsip yang diajarkan oleh ibunya, Oh Ae Sun juga tidak gentar dalam menghadapi berbagai ujian dan tantangan hidup hingga ia bisa menjadi orang hebat. Seperti salah satunya, ia mendapat kepercayaan warga untuk memimpin desa Dodong-ri dalam lingkungan patriarki yang kerap meminggirkan peran perempuan. Keberaniannya dan dedikasinya dalam memperjuangkan kesejahteraan desa menjadikannya mendapat kepercayaan untuk memimpin.
Relasi Kuasa dalam Pekerjaan
Perjuangan hidup keras juga dialami Gwansik. Suami Ae Sun tersebut bekerja sebagai nelayan buruh kepada juragan sekaligus pemilik kapal (kapten), Bu Sang Gil. Sebagai seorang bawahan yang stratanya lebih rendah, ia sering mendapat kekerasan, intimidasi, dan cemooh dari atasannya tersebut.
Relasi kuasa juga membuat nelayan buruh kerap mendapat perlakuan tidak adil. Salah satunya dalam sistem bagi hasil dan beban kerja yang berlebih. Hal itu yang dialami Yang Gwan Sik, kadang-kadang tidak boleh membawa hasil tangkapannya untuk dibawa pulang, hingga kerja lembur meski sudah menangkap ikan berhari-hari.
Gwan Sik bahkan memiliki bekas luka permanen di tangannya karena pekerjaannya itu. Namun, ia tetap bertahan agar bisa menghidupi keluarga kecilnya. Hingga suatu kali, Gwan Sik memberontak dan akhirnya memutuskan berhenti bekerja dengan Bu Sang Gil. Saat keluar dari tim nelayan tersebut, juragannya mengimbau nelayan sekitar agar tidak mempekerjakan Gwan Sik.
Pesan dari When Life Gives You Tangerines
Pesan drama ini sejatinya telah tersirat dari judulnya, “When life gives you tangerines” . Kata tangerine muncul dalam judul itu karena jeruk merupakan buah yang identik dengan Pulau Jeju. Pulau itu terkenal sebagai salah satu pemasok jeruk keprok di Korea dengan lahan kebun yang membentang sepanjang daratan.
Kemudian, buah itu terselip di judul yang merupakan modifikasi dari pepatah terkenal “When life gives you lemon, make lemonade.” Pepatah itu aslinya bermakna motivasi agar tetap optimis dan bersikap positif ketika mendapat kesulitan atau ujian.
Makna pepatah tersebut senada dengan alur kisah Oh Ae Sun dan Gwansik yang menghadapi berbagai tantangan dan kemalangan hidup dengan ketahanan hati, menegaskan bahwa hidup adalah perjalanan yang harus dijalani dengan penuh harapan.
Akhir kalam, meskipun hidup memang memberikan “tangerines” atau ujian yang tidak kita inginkan, namun selalu ada harapan dan kesempatan untuk menemukan pelajaran berharga di dalamnya. Sebagaimana dalam al-Quran, mengajarkan kita untuk tidak mudah putus asa, karena Allah selalu memberikan jalan keluar bagi setiap kesulitan.
Dalam hadis, Rasulullah juga telah menekankan bahwa ujian kesulitan hidup merupakan tanda bahwa Allah menginkan kebaikan kepada hamba-Nya.
مَنْ يُرِدْ اللَّهُ بِهِ خَيْرًا يُصِبْ مِنْهُ
Apabila Allah menghendaki kebaikan kepada seseorang, maka Dia akan mengujinya. (HR. Bukhari) Wallah a’lam.[]
Rekomendasi

3 Comments