BincangMuslimah.Com- Praktik kesehatan Islam pada awalnya tidak membedakan antara perawat dan dokter. Karena fakta menunjukkan bahwa hampir seluruh proses itu dilakukan oleh perawat sekaligus dokter. Salah satu tokoh perempuan pertama yang bergelut dalam bidang ini adalah Rufaidah al-Aslamiyah.
Biografi Rufaidah al-Aslamiyah
Pada Jurnal Historia Madania Volume 4 (1), 2020, disebutkan Rufaidah al-Aslamiyah, perempuan tangguh zaman Rasulullah yang mengambil peran sebagai perawat pertama dalam dunia Islam. Sosoknya hadir dalam mengembangkan ilmu keperawatan di dunia Islam. Rufaidah lahir di Yatsrib, sekitar 25 tahun sebelum kedatangan Rasulullah saw. Jika pendapat ulama ini benar, maka Rufaidah lahir sekitar tahun 597 M.
Dalam beberapa kitab sejarah namanya berbeda-beda. Menurut Syauqi namanya adalah Rufaidah binti Sa’ad Al-Bani Aslam Al-Kharaj. Dalam Kitab Al-Maghazi karya Imam Al-Wakidi disebutkan namanya Ku’aibah binti Sa’ad. Sedangkan dalam Kitab Ma’rifah Ash-Shahabiyah karya Aba Naim Al-Asfahani namanya adalah Rumaitsah Al-Ansariyah. Namun dari data tersebut bahwa nama yang umum dikenal sebagai Rufaidah.
Rufaidah masuk dalam marga Aslam yang merupakan salah satu marga dari suku Khazraj di Madinah. Ia juga termasuk dalam kaum Anshar, yakni golongan yang pertama kali menganut Islam di Madinah. Maka, Rufaidah dianggap sebagai mukhadram (seseorang yang mengalami masa jahiliah dan masa Islam sekaligus).
Cikal Bakat Merawat yang Menurun dari Sang Ayah
Rufaidah lahir dari kalangan para tabib. Ayahnya bernama Sa’ad Al-Aslami. Ketertarikannya mempelajari dunia kesehatan mewarisi ayahnya yang merupakan tabib terkemuka, bahkan seorang pimpinan atau Imam para tabib di kalangan masyarakat Madinah. Pengobatan ayahnya terkenal di seluruh jazirah Arab. Masyarakat juga mengklaim bahwa ayahnya dapat menjadi perantara menyembuhkan penyakit melalui doa-doa dan jimat yang dimiliki. Ayahnya mewariskan pendidikan keperawatan kepada Rufaidah sejak masih kecil.
Menurut penelitian Abdul Hamid Saputra dkk, dalam tulisan berjudul Rufaidah al-Aslamiyah : Perawat Pertama di Dunia Islam (Abad 6-7 M), pada saat remaja Rufaidah diminta ayahnya bekerja sebagai asisten untuk merawat pasien.Peranan Rufaidah dalam dunia keperawatan sebelum Islam datang di Madinah menggunakan praktik jahiliyah, yakni praktik kesehatan lokal masyarakat Arab dan praktik kesehatan peradaban kuno.
Praktik kesehatan lokal yang diterapkan Rufaidah dan ayahnya terbilang masih sederhana sesuai keadaan geografis. Sebagian besar memanfaatkan hewan dan tumbuhan seperti jinten hitam, bunga Memecylon, truffle gurun, air kencing unta, empedu hewan buas, susu keledai betina, dan lemak cair dari ekor. Teknik pengobatan yang sudah dikembangkan yakni teknik venesection, kauterisasi, dan bekam. Praktik tersebut sebenarnya bukan praktik kesehatan bangsa arab murni. Akan tetapi merupakan warisan bangsa Persia dan Byzantium yang berasimilasi dengan praktik kesehatan lokal bangsa arab.
Keahlian Rufaidah berkembang ketika melihat ayahnya merawat pasien. Selain diberikan tanggungjawab oleh ayahnya untuk merawat pasien, sesekali Rufaidah melakukan penanganan pada pasien sendiri. Itu dilakukannya saat kondisi darurat atau saat ayahnya sedang tidak ada. Dari sanalah keahliannya semakin terasah. Sehingga ia menjadi terlatih, mandiri, cekatan, dan ulet dalam melakukan perawatan. Pengobatan dan perawatan ini bersifat mistik dan sangat primitif.
Selain itu, ayahnya juga mengenalkan praktik kesehatan bangsa lain seperti Persia, Romania, Siria, dan India. Pengetahuan ini didapatkan melalui relasi perdagangan antar bangsa. Ketika mereka pulang ke kampung halaman, mereka mempraktikkan pengetahuan tersebut kepada masyarakat.
Kiprah Rufaidah Kenalkan Ilmu Keperawatan Sesuai Ajaran Islam
Kisah Rufaidah Al-Islamiyah telah dikisahkan sebagai dokter perempuan pertama dalam Islam oleh Umma Farida dalam karyanya yang berjudul 25 Perempuan Teladan (Para Istri, Putri, & sahabat perempuan Nabi saw). Pada abad ketujuh peranan dokter dan perawat tidak begitu dijabarkan karena hampir melakukan hal yang sama. Akan tetapi, kisah Rufaidah lebih dominan sebagai perawat.
Menurut Khasanah dalam Rufaidah Al-Asalmiya : Florence Nightingale Muslim di Dunia Islam disebutkan bahwa ia menjadi asisten selama ayahnya masih hidup dan belajar mengenai keperawatan dari ayahnya. Ketika Islam telah datang di Madinah pada abad ketujuh sekitar tahun 622 M/1 H, tepatya pada 12 Rabiul Awal tahun ke-13 kenabian, menurut Syauqi Al-Fanjuri, Rufaidah telah mengetahui ada Rosul yang membawa risalah baru, menyeru untuk meninggalkan yang batil dan mengajak kepada kebajikan. Rufaidah pun berbaiat kepada Rasulullah saw. dan menjadi mukallaf.
Rufaidah merubah metode pengobatan yang diajarkan oleh ayahnya dan berhasil menggabungkan keilmuannya dalam bidang keperawatan sesuai ajaran Islam. Pertama, ia membersihkan tempat pengobatan agar nyaman, karena dulunya kotor. Kedua, menghilangkan jampi-jampi dan jimat dan menggantinya dengan doa-doa dan salawat sesuai yang diajarkan Rasulullah saw. kepadanya. Rufaidah juga berdakwah kepada setiap pasiennya.
Di tahun yang sama, atas izin Rasulullah saw., Rufaidah mendirikan sekolah keperawatan pertama di dunia Islam. Tapi lokasinya tidak jelas dimana. Ia memimpin dan mendidik para perempuan muslim di bidang keperawatan. Ia berhasil mengenalkan kepada kaum perempuan untuk berkarir dalam merawat dan melayani masyarakat Madinah. Para perawat perempuan periode awal Islam ini dikenal dengan “Al-Asiyah” dari kerja “aasa” yang artinya menyembuhkan luka.
Ketika peperangan islam (623-630)M, Rufaidah dan Al-Asiyah meminta izin kepada Rasulullah untuk ikut serta. Rasulullah mengizinkan dan menempatkan mereka di garis belakang. Mereka melakukan perawatan kepada mujahid yang terluka, membawa makanan dan minuman serta membantu menyediakan perlengkapan perang. Atas perintah Rufaidah dibuatlah Rumah Sakit lapangan yang dikenal dengan “Khaimah Rufaidah” (tenda rufaidah). Karenanya, ia dijuluki Mummaridah al-Islam al-Ula (Perawat wanita pertama dalam sejarah Islam).
Untuk mengkoordinir para perempuan lain, Rufaidah juga menciptakan kode etik keperawatan selama berperang. Atas perintah Rasul, Rufaidah lah yang merawat Sa’ad bin Muadz yang terluka parah dalam perang Khandaq, hingga Sa’ad wafat. Pasca peperangan (masa damai), Khaimah Rufaidah yang didirikan di samping Masjid Nabawi dijadikan tempat pelayananan kesehatan, membantu orang-orang miskin, anak yatim, dan penderita cacat ataupun mental.
Rasulullah saw. memberikan penghargaan khusus berupa kalung indah dan dengan tangannya yang mulia, beliau memakaikannya langsung di leher Rufaidah. Hanya Rufaidah yang mendapatkan kalung. Menurut beliau karena Rufaidah terlibat dalam perang serta berhasil mengorganisir para perawat. Rufaidah begitu tersanjung, “demi Allah, kalung ini tidak akan terpisah dari jiwaku, dalam tidur dan dalam bangun ku, sampai aku menemui kematian”. Ia bahkan berwasiat, jika ia meninggal dunia agar kalung itu dikuburkan bersama jasadnya.
Akhir hayat Rufaidah tidak diketahui jelas. Satu hal yang pasti, bahwa ia tidak pernah pindah kemanapun. Maka, dapat dipastikan bahwa Rufaidah meninggal di kota kelahirannya, Madinah. Dedikasi Rufaidah dalam dunia keperawatan mempengaruhi ilmu keperawatan modern. Dan sosoknya pantas dijadikan teladan bagi perawat masa kini .
1 Comment