Ikuti Kami

Muslimah Talk

Kritik atau Propaganda? Menyikapi Kontroversi Scene Tabarrukan di Series Bidaah

Kritik atau Propaganda? Menyikapi Kontroversi Scene Tabarrukan di Series Bidaah
youtube.com

BincangMuslimah.Com – Beberapa waktu belakangan ini media sosial kita ramai dengan viralnya drama Bidaah atau Broken Heaven yang menuai beragam kontroversi. Serial ini mendadak viral karena menampilkan walid, sosok lelaki tua berjubah dan berjenggot panjang.

 

Penyalahgunaan Ajaran Agama

Penggambaran walid sebagai pemuka agama kharismatik yang menyalahgunakan ajaran agama demi memuaskan syahwat pribadi. Termasuk melalui praktik yang mengklaim nikah batin sah secara spiritual, namun tidak mendapat pengakuan hukum negara dengan iming-iming surga sebagai umpan spiritual bagi pengikutnya.

Drama Malaysia berjudul “Bidaah” ini sebenarnya adalah sebuah kritik tajam mengenai ajaran agama sesat dan kontroversi dalam dunia keagamaan. Namun ada juga beberapa scene yang menyinggung amalan ahlussunnah wal jama’ah, terutama terkait tabarrukan. Sehingga menyeret perhatian banyak masyarakat yang mengaitkan film ini dengan habib-habib dan gus-gus, membuat banyak orang memiliki stigma buruk bahwa kehidupan para habib dan gus memang sama seperti yang ada di film ini, yakni memuliakan diri sendiri dan merendahkan selainnya.

Melihat dari film ini, segala bentuk tabarruk seolah terkesan sebagai sesuatu yang menjijikkan dan menyesatkan bagi kaum anti habaib atau gus-gus-an. Sepertihalnya meminum air sisa orang sholih yang biasa dilakukan di masyarakat kita. Padahal ini bukan hanya sekedar tradisi kaum pesantren atau bahkan bid’ah tak berdalil yang sering ditudingkan. Sebelum kita mengklaim hal ini adalah mutlak kesesatan, mari kita pahami dasar teori hukum fiqih dari sudut pandang ulama’.

 

Perbedaan Pendapat dari Para Ulama

Dalam hadits riwayat Imam Bukhari dan Imam Tabrani, baginda Nabi saw pernah meminta para sahabat untuk membawakan air dari tempat-tempat wudhu di Madinah:

Baca Juga:  Film Bidaah: Hukum Meminum Air Basuhan Kaki Guru

عن ابن عمر رضي الله عنهما: أن رسول الله صلى الله عليه وآله وسلم كان يبعث إلى المطاهر, فيؤتي بالماء فيشربه, يرجو بركة أيدي المسلمين

Artinya: “Baginda Nabi Saw mengutus ke tempat-tempat wudhu untuk dibawakan airnya, kemudian beliau meminumnya, beliau mengharap keberkahan dari tangan-tangan muslimin”.

Imam Nawawi juga menuliskan, ketika mensyarahi hadits Shahih Muslim yang ke 1616:

ففيه التبرك بآثر الصالحين وفضل طعامهم وشرابهم ونحوهما وفضل مؤاكلتهم ومشاربتهم ونحو ذلك

Artinya: “Dalam hadits ini dianjurkan mengambil berkah orang-orang sholih, dengan sisa makanan, minuman mereka dan semacamnya. Dan begitu juga makan dan minum bersama mereka”.

Mungkin memang ada ulama yang kurang setuju dengan konsep tabarruk ini, namun mayoritas ulama setuju dan membenarkan hal ini.

Selain meminum air sisa, ada scene lain yang paling membuat heboh, ketika para pengikut walid menciumi kakinya yang ada dalam ember rendaman kaki. Padahal ini bukanlah sebuah kesesatan yang mutlak. Syaikh Utsaimin berkomentar mengenai hal ini: “dalam hadits ini (hadits orang Yahudi yang mencium tangan dan kaki Baginda Nabi) terdapat hukum bolehnya mencium tangan dan kaki orang yang agung kemuliaan dan keilmuannya, begitu pula mencium tangan dan kaki ayah dan ibu, karena mereka mempunyai hak dan itu termasuk bentuk tawadhu’”.

Namun, perlu mempertegas bahwa ini hanyalah teori hukum fiqih. Realitanya apakah ada para ulama’ kita yang mau bahkan menganjurkan para murid dan pengikutnya untuk mencium kakinya? Nyaris tidak ada bukan? Dan sejauh pengetahuan penulis yang ada hanyalah anjuran untuk mencium kaki kedua orang tua sebagai bentuk bakti anak terhadap orang tua.

 

Scene Tabarrukan yang Kontroversial

Meskipun mayoritas yang kita ketahui memang nyaris tidak ada yang seperti itu, tentu tidak menutup kemungkinan kalau ada yang mau dicium kakinya oleh para pengikutnya. Dan tentunya hal ini tidak bisa kita jadikan representasi seluruh kiai dan habaib di muka bumi dari segi manapun.

Baca Juga:  Bagaimana Al-Quran Membicarakan Sikap Self Esteem?

Alih-alih merasa dirinya paling alim dan terhormat, jangankan dicium kakinya, dicium tangannya saja para ulama’ sufi sebenarnya merasa malu dan merasa bahwa mereka adalah orang paling hina di antara semuanya. Bukan malah kegirangan dan bangga, justru mereka lebih karena terpaksa untuk menghormati orang lain yang mengharap keberkahan.

Mengenai beberapa scene tabarrukan yang dinilai kontroversial itu, Ibu Erma Fatima, selaku produser serial “Bidaah”, mengungkapkan klarifikasinya saat bertemu media di Kuala Lumpur. “Saya tidak berbicara soal guru agama atau para ulama yang mulia dan suci kemudian jadi sesat, tetapi cuma memaparkan kisah sekelompok orang beragama yang telah sesat”, papar perempuan berumur 56 tahun itu.

“Tak berniat menjatuhkan Islam, karena saya sendiri seorang muslim. Juga tidak punya niat menjatuhkan ulama manapun. Saya menghormati ilmu dan akhlak mereka”. Imbuhnya.

Melihat dari pemaparan beliau di atas, beliau tidak dengan serta merta men-judge semua amalan yang ada di film tersebut mutlak kesesatan. Karena menurut beliau sebagai penulis skenario, penting untuk menggambarkan isu-isu kehidupan nyata. Ini berfungsi sebagai kritik  terhadap mereka yang menjadikan agama sebagai senjata untuk keuntungan pribadi.

 

Media Sosial Tidak Sepenuhnya Merepresentasikan Kehidupan Nyata

Hanya karena sebagian kecil orang yang kelihatannya alim yang menyalahgunakan agamanya untuk merajakan diri sendiri dan memperbudak selainnya. Lalu kemudian mengangkat isu tersebut ke layar drama. Itu semua jelas tidak bisa kita jadikan sandaran untuk mengklaim dari kehidupan mayoritas orang yang dianggap segolongan dengan orang yang sedang dijudge. Sekalipun di media sosial banyak sekali menampilkan ulama-ulama yang dimuliakan sebegitunya oleh masyarakat.

Tapi sekali lagi, apa yang kita lihat di media sosial itu bukan representasi dari kehidupan nyata, itu hanya logika dasar. Demi itu jangan kita langsung mengklaim seorang hanya dari layar hp saja. Ulama-ulama, habaib, para kiai yang tidak tersorot media itu jauh lebih banyak dari yang kita bayangkan. Mereka yang dengan ikhlas mewakafkan hidup mereka untuk menghidupkan agama Allah, yang hidup dalam kesederhanaan dan jauh dari kata berkecukupan.

Baca Juga:  Fenomena Mom War, Persaingan antar Ibu yang Harus Dihentikan

Memang karakter masing-masing orang bermacam-macam, ada yang tidak berperilaku baik dan sebagainya, tak terkecuali para gus ataupun habaib. Agama sama sekali tidak mengajarkan kita untuk menormalisasi atau bahkan menghina perilaku buruk mereka. Akan tetapi jangan kita menyamaratakan semua itu. Ada makolah Arab mengatakan: “Menyamaratakan adalah bahasa dan logika orang-orang bodoh”.

Wallahu a’lam

Rekomendasi

Kritik atau Propaganda? Menyikapi Kontroversi Scene Tabarrukan di Series Bidaah Kritik atau Propaganda? Menyikapi Kontroversi Scene Tabarrukan di Series Bidaah

Film Bidaah: Hukum Meminum Air Basuhan Kaki Guru

Ditulis oleh

Alumnus Ma'had al-Islami Al-Hidayah dan Mahasiswi UBS PPNI. Tertarik pada dunia seni dan kepenulisan.

Komentari

Komentari

Terbaru

Kemenag Gelar Blissful Mawlid “Bincang Syariah Goes to Campus” Ajak Generasi Muda Rawat Bumi Kemenag Gelar Blissful Mawlid “Bincang Syariah Goes to Campus” Ajak Generasi Muda Rawat Bumi

Kemenag Gelar Blissful Mawlid “Bincang Syariah Goes to Campus” Ajak Generasi Muda Rawat Bumi

Berita

Urgensi Jihad Lingkungan dalam Menghadapi Krisis Iklim Global Urgensi Jihad Lingkungan dalam Menghadapi Krisis Iklim Global

Urgensi Jihad Lingkungan dalam Menghadapi Krisis Iklim Global

Muslimah Daily

Stop Sebarkan Surat Wasiat, Foto, dan Video Korban Bunuh Diri di Media Sosial Stop Sebarkan Surat Wasiat, Foto, dan Video Korban Bunuh Diri di Media Sosial

Stop Sebarkan Surat Wasiat, Foto, dan Video Korban Bunuh Diri di Media Sosial

Muslimah Talk

Tidak Ada Kata Terlambat dalam Pendidikan dan Karir bagi Perempuan Tidak Ada Kata Terlambat dalam Pendidikan dan Karir bagi Perempuan

Tidak Ada Kata Terlambat dalam Pendidikan dan Karir bagi Perempuan

Muslimah Talk

Maulid Nabi dan Boneka Pengantin di Mesir  Maulid Nabi dan Boneka Pengantin di Mesir 

Maulid Nabi dan Boneka Pengantin di Mesir 

Khazanah

Pentingnya Pengalaman Perempuan dalam Mewujudkan Kesetaraan dan Keadilan Gender

Kajian

Tragedi Ibu dan Anak di Bandung, Mengapa Kasus Filisida Masih Terjadi di Indonesia? Tragedi Ibu dan Anak di Bandung, Mengapa Kasus Filisida Masih Terjadi di Indonesia?

Tragedi Ibu dan Anak di Bandung, Mengapa Kasus Filisida Masih Terjadi di Indonesia?

Muslimah Talk

tantangan menjalani i'tikaf ramadhan tantangan menjalani i'tikaf ramadhan

Amalan yang Dianjurkan Ulama Saleh di Bulan Maulid Nabi

Ibadah

Trending

Pencegahan Gangguan Menstruasi Pencegahan Gangguan Menstruasi

Bolehkah Perempuan Haid Ikut Menghadiri Acara Maulid Nabi?

Kajian

Benarkah Islam Agama yang Menganjurkan Monogami?

Kajian

Benarkah Perayaan Maulid Nabi Bid’ah? Benarkah Perayaan Maulid Nabi Bid’ah?

Memperingati Maulid Nabi dengan Tradisi Marhabanan

Diari

Rahmah El-Yunusiyah: Pahlawan yang Memperjuangkan Kesetaraan Pendidikan Bagi Perempuan

Muslimah Talk

Benarkah Perayaan Maulid Nabi Bid’ah? Benarkah Perayaan Maulid Nabi Bid’ah?

Benarkah Perayaan Maulid Nabi Bid’ah?

Kajian

Doa agar Terhindar dari Bisikan Setan Doa agar Terhindar dari Bisikan Setan

Doa agar Terhindar dari Bisikan Setan

Ibadah

Pentingnya Pengalaman Perempuan dalam Mewujudkan Kesetaraan dan Keadilan Gender

Kajian

maria ulfah kemerdekaan indonesia maria ulfah kemerdekaan indonesia

Maria Ulfah dan Kiprahnya untuk Kemerdekaan Indonesia

Khazanah

Connect