Ikuti Kami

Muslimah Talk

Hukum Mempelajari Filsafat dalam Islam

setiap orang itu berfilsafat
Credit: photo from Gettyimages.com

BincangMuslimah.Com – Dewasa ini, masih ada sejumlah muslim yang sengaja menjauhkan diri dari pembahasan filsafat, bahkan hingga menganggap bahwa hukum mempelajari filsafat adalah haram menurut Islam. Mereka mengimani keharaman belajar filsafat secara mentah-mentah. Mereka menganggap, dengan berfilsafat, seseorang akan membanding-bandingkan teks-teks agama dengan kebenaran-kebenaran akal. Sehingga di saat yang sama, filsafat akan mengantarkan seseorang pada kekafiran. Kurang lebih demikian lah pola pikir mereka (sejumlah muslim) yang sengaja menjaga jarak dari pembahasan-pembahasan filsafat.

Hal yang mengherankan adalah, di setiap masa, pola pikir orang-orang yang menolak filsafat semacam di atas tak kunjung sirna. Padahal, pembahasan soal keterikatan filsafat dan agama telah disuarakan sejak berada-abad yang lalu. Ibnu Thufail hadir dengan karangan fiksinya Hay bin Yaqdhan berusaha mengulas kedudukan filsafat dan syariat. Begitu juga Ibnu Rusyd dalam tulisannya Fashl al-Maqâl dan Tahâfut al-Tahâfut yang berusaha mengupas habis persoalan filsafat dan doktrin-doktrin agama, serta memaparkan secara detil bagaimana urgensi nalar falsafi dalam memahami teks-teks agama. 

Bagaimana sih sebenarnya pandangan syariat tentang hukum mempelajari filsafat? Mubah? Haram? Atau justru dianjurkan (bisa jadi sunnah atau wajib)?

Menjawab hal tersebut Ibnu Rusyd mengutarakan bahwa, filfasat itu tidak lain adalah sebuah upaya menelisik tentang hakikat suatu realitas atau suatu keberadaan. Yang mana dengan mengkaji hakikat sebuah keberadaan akhirnya, akhirnya akan mengantarkan manusia pada pengetahuan tentang Sang Pencipta keberadaan tersebut. Semakin seseorang memahami keberadaan suatu hakikat (maujûdât/mashnû’ât), maka akan semakin sempurna juga pengetahuannya terhadap Sang Pencipta segala. Nash Alquran pun menguatkan hal tersebut. Berikut ayat Alquran yang berisi perintah untuk tadabur alam.

اَوَلَمْ يَنْظُرُوْا فِيْ مَلَكُوْتِ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِ وَمَا خَلَقَ اللّٰهُ مِنْ شَيْءٍ

Baca Juga:  Perempuan dalam Perspektif Filsafat Islam

Dan apakah mereka tidak memperhatikan kerajaan langit dan bumi dan segala apa yang diciptakan Allah.” (Surat al-A’raf ayat 185)

فَاعْتَبِرُوْا يٰٓاُولِى الْاَبْصَارِ

“Maka ambillah (kejadian itu) untuk menjadi pelajaran, wahai orang-orang yang mempunyai pandangan!” (Surat al-Hasyr ayat 2)

Saya kira, kebanyakan muslim sering mendengar anjuran-anjuran  terkait tadabur alam, baik dari literatur-literatur Islam maupun dari para muballigh yang berceramah. Sayangnya, tidak banyak yang menyadari bahwa tadabur alam tersebut merupakan potret seseorang sedang berfilsafat. Yakni menghayati dan merenungkan hakikat sebuah realitas. Yang mana dari penghayatan tersebut akan membawa seseorang ke pengetahuan yang sebelumnya belum pernah ia temui. Atau dari penghayatan tersebut seseorang mampu mengambil nilai-nilai tertentu yang sebelumnya belum ia ketahui. Dalam ilmu mantiq ia disebut sebagai qiyâs, yang merupakan salah satu kaidah logika untuk menarik sebuah hukum (istinbâth al-majhûl min al-ma’lûm).

Lantas apakah kaidah berpikir falsafi tersebut (qiyâs) adalah sebuah bentuk bid’ah sebab tidak ada di masa awal Islam?

Jika qiyas falsafi dianggap sebagai sebuah bentuk bid’ah sebab tidak ada di masa awal Islam, maka demikian juga qiyas dalam fikih—salah satu metode pengambilan hukum fiqih dari nash-nash yang ada saat menjawab suatu persoalan. Sebagaimana yang kita praktikkan sehari-hari, setiap gerak-gerik kita akan selalu bersinggungan dengan hukum-hukum fikih.

Contoh yang paling dekat adalah praktik sholat dan bermuamalah dengan orang sekitar. Saat kita sholat dengan menjalankan segala syarat dan rukun-rukunnya, juga saat kita melakukan transaksi jual beli, akan kita temukan persoalan tersebut telah termaktub dalam hukum-hukum fikih. Di mana dalam persoalan-persoalan mendetil (seperti kesunahan dalam sholat, bacaan-bacaan dalam sholat atau pun hal-hal yang membatalkan sebuah akad jual beli) para ulama fikih pun berbeda-beda pendapat. 

Baca Juga:  Perempuan, Filsafat, dan Posthumanisme

Hal ini mengisyaratkan pada satu fakta penting, bahwa hukum-hukum fikih adalah persoalan ijtihâdiy yang mana untuk bisa mencapai sebuah putusan hukum para ulama fikih membutuhkan metode tertentu dan belum ada di masa-masa kenabian. Metode yang penulis maksud tersebut tidak lain adalah qiyas fikih.

Dari sini bisa kita simpulkan, bahwa posisi qiyas falsafi adalah sebagaimana qiyas fiqih dalam urusan hukum-hukum fiqih. Dimana praktik sehari-hari qiyas falsafi ini tidak lain adalah saat kita sedang mengamati sebuah hakikat realitas. 

Sehingga, jika dikatakan pola pikir falsafi ini sebagai sesuatu yang menyesatkan sebab ia bid’ah (tidak ada di masa awal Islam), maka hal tersebut tidak bisa kita terima. Untuk itulah tidak bisa kita katakan bahwa hukum mempelajari filsafat dalam Islam adalah haram.

Rekomendasi

pembelaan al-Qur'an terhadap perempuan, Fathimah dari Nisyapur: Ahli Makrifat Terbesar   pembelaan al-Qur'an terhadap perempuan, Fathimah dari Nisyapur: Ahli Makrifat Terbesar  

Perempuan dalam Perspektif Filsafat Islam

Perempuan Filsafat dan Posthumanisme Perempuan Filsafat dan Posthumanisme

Perempuan, Filsafat, dan Posthumanisme

Pengertian Urgensi Filsafat Islam Pengertian Urgensi Filsafat Islam

Pengertian dan Urgensi Filsafat Islam

ibnu rusyd metode berfilsafat ibnu rusyd metode berfilsafat

Metode Pembuktian Kebenaran Milik Ibnu Rusyd

Ditulis oleh

Tanzila Feby Nur Aini, mahasiswi Universitas al-Azhar, Kairo di jurusan Akidah dan Filsafat. MediaI sosial yang bisa dihubugi: Instagram @tanzilfeby.

2 Komentar

2 Comments

Komentari

Terbaru

Apakah Komentar Seksis Termasuk Pelecehan Seksual?

Diari

Jangan Insecure, Mari Bersyukur

Muslimah Daily

Pentingnya Self Love Bagi Perempuan Muslim

Diari

Mengenal Ingrid Mattson, Cendekiawan Muslimah dari Barat Mengenal Ingrid Mattson, Cendekiawan Muslimah dari Barat

Mengenal Ingrid Mattson, Cendekiawan Muslimah dari Barat

Muslimah Talk

anjuran menghadapi istri haid anjuran menghadapi istri haid

Haid Tidak Stabil, Bagaimana Cara Menghitung Masa Suci dan Masa Haid?

Ibadah

Mapan Dulu, Baru Nikah! Mapan Dulu, Baru Nikah!

Mapan Dulu, Baru Nikah!

Keluarga

Melatih Kemandirian Anak Melatih Kemandirian Anak

Parenting Islami ; Bagaimana Cara Mendidik Anak Untuk Perempuan Karir?

Keluarga

Sya’wanah al-Ubullah: Perempuan yang Gemar Menangis Karena Allah

Muslimah Talk

Trending

Jangan Insecure, Mari Bersyukur

Muslimah Daily

anjuran menghadapi istri haid anjuran menghadapi istri haid

Haid Tidak Stabil, Bagaimana Cara Menghitung Masa Suci dan Masa Haid?

Ibadah

Siapa yang Paling Berhak Memasukkan Jenazah Perempuan Ke Kuburnya?

Ibadah

keadaan dibolehkan memandang perempuan keadaan dibolehkan memandang perempuan

Adab Perempuan Ketika Berbicara dengan Laki-Laki

Kajian

Pentingnya Self Love Bagi Perempuan Muslim

Diari

Sya’wanah al-Ubullah: Perempuan yang Gemar Menangis Karena Allah

Muslimah Talk

anak yatim ayah tiri luqman hakim mengasuh dan mendidik anak anak yatim ayah tiri luqman hakim mengasuh dan mendidik anak

Hukum Orangtua Menyakiti Hati Anak

Keluarga

ayat landasan mendiskriminasi perempuan ayat landasan mendiskriminasi perempuan

Manfaat Membaca Surat Al-Waqiah Setiap Hari

Ibadah

Connect