BincangMuslimah.Com – Kenapa perempuan harus belajar? Agar wawasan perempuan lebih luas, memandang dunia tidak hanya terbatas pada rumah dan pekarangan sendiri. Karena dulu kebanyakan perempuan hanya berfikir dalam wilayah yang terbatas yaitu rumah tangga. Seakan-akan tak ada kehidupan di luar rumah tangganya. Maka ketika rumah tangganya goncang, tak ada lagi kebahagiaan yang tersisa. Jadi kesadaran dan cara pandang yang lebih luas terhadap dunia sangat dibutuhkan dan salah satu caranya adalah dengan menjadi seorang pembelajar.
Seorang pembelajar dituntut untuk banyak membaca, mengkaji, menganalisis, berfikir kritis, mengalami beberapa pengalaman baru yang bisa membuka wawasan dan pandangannya terhadap dunia dan berbagai problematika kehidupan, sehingga kemudian perempuan mampu lebih bijak dan dewasa dalam menjalani hidupnya.
Selain itu, dengan menjadi seorang pembelajar kita juga perlahan mendalami ajaran agama sendiri dan terbebas dari taklid buta. Bukankah mayoritas kita beragama Islam karena syar’u ma qablana. Ikut sama orang tua dan nenek moyang. Hal tersebut tentu harus banyak kita syukuri.
Namun jangan sampai lengah, dan hanya menjadi orang Islam yang hanya ikut-ikutan saja. Kita harus menjadi orang Islam yang benar-benar mengetahui dan mantap pada agama yang kita pilih karena keyakinan diri kita sendiri, bukan karena keyakinan orang tua maupun sanak saudara atau para tetangga. Bukan.
Lalu bagaimana caranya? Sebagaimana yang telah saya sebutkan, caranya dengan terus belajar, belajar, dan mengaji. Perdalam ilmu agama, hingga bisa mengantarkan kita pada puncak keyakinan atas agama ini. Bukan karena keyakinan orang lain, tapi karena keyakinan yang terbit dari diri sendiri bahwa agama ini adalah satu-satunya agama yang benar dan diridhoiNya.
Namun tak cukup hanya menjadi seorang pembelajar saja, seorang perempuan juga bisa menjadi seorang yang ahli dalam bidang yang telah dipelajarinya. Jauh sebelumnya Aisyah Ummul Mukminin telah memberi keteladanan dalam hal ini. Terbukti Rasulullah memerintahkan orang-orang untuk belajar agama pada Siti Aisyah. “Ambillah separuh agama kalian dari Al-Humairah ini” yaitu sayyidatina Aisyah a.s.
Tidak hanya Siti Aisyah, Ummu Sa’ad juga memberikan keteladanan yang sama. Banyak sahabat Rasulullah yang datang membacakan catatannya di hadapan Ummu Sa’ad binti Rabi’ untuk dikoreksi apabila terjadi kesalahan-kesalahan. Selain keduanya terdapat pula Sayyidah Ummul Khair Al-Hijaziyah. Ia menjadi seorang tokoh Halaqat majlis Ta’lim di Masjid Jami’ Amru bin Ash pada abad ke XIV Hijriyah. (Alatha, dkk, Surat Terbuka untuk Ukhti Muslimah, Solo: Citra Islami Press, 1996, 60).
Ada juga, perempuan bernama Ummu Humaid Al-Anshariyah yang rakus pada ilmu. Ia perempuan yang rajin menanyakan hal-hal yang musykil tentang agamanya pada Rasulullah, hingga banyak hadis-hadis tentang hukum yang muncul dari pertanyaan istri Abu Humaid Al-Sa’idi ini. (Abu Hasan Ali Al-Syaibani, Asad al-Ghabah, (Beirut: Darul Kutub Ilmiyah, 1994), jilid 7, 323)
Di zaman sekarang perempuan-perempuan hebat seperti mereka tak sulit untuk ditemukan. Karena zaman semakin maju dan dunia pendidikan telah dibuka luas untuk perempuan. Pun, lahan pengabdian juga terbentang di mana-mana. Maka untuk alasan apalagi kita enggan menjadi seorang pembelajar dan pengajar? []