BincangMuslimah.Com –. Tentang keutamaan lapar dan kecaman terhadap kekenyangan ini telah Rasulullah sabdakan dalam hadis berikut
عَنْ ابْنِ عُمَرَ قَالَ تَجَشَّأَ رَجُلٌ عِنْدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ كُفَّ جُشَاءَكَ عَنَّا فَإِنَّ أَطْوَلَكُمْ جُوعًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَكْثَرُكُمْ شِبَعًا فِي دَارِ الدُّنْيَا
Dari Ibnu Umar, dia berkata, “Seorang lelaki bersendawa di samping Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau pun bersabda: “Tahanlah sendawamu itu di hadapan kami, sesungguhnya orang yang paling lapar di antara kalian pada hari kiamat adalah orang yang paling banyak kenyang ketika di dunia.” (HR. Ibnu Majah)
Dalam kitab Tuhfatul Ahwadzi, Abu Al Ula al-Mubarakfury menjelaskan bahwa makna tahanlah sendawa artinya adalah perintah jangan terlalu kenyang, karena pada umumnya sendawa adalah tanda telah merasa kenyang.
Imam Ghazali dalam Ihya Ulumuddin menjelaskan himbauan tidak makan terlalu kenyang dalam banyak sabda Nabi, sebab sumber segala bencana terletak pada syahwat perut dan dari sanalah lalu timbul syahwat kemaluan. Dari syahwat inilah seseorang berusaha mati-matian mencari harta benda dunia dan merasa takut jika harus kehilangan dan tidak mencapainya.
Meski Rasulullah mengungkapkan tentang keutamaan lapar, terdapat batasan-batasan yang harus kita ketahui agar tidak menganiaya diri sendiri. Untuk mengetahui batasan itu, maka kita harus mengetahui bahwasanya lapar itu ada yang terpuji dan ada yang tercela.
Lapar adakalanya bisa menjadi terpuji. Maka dari itu banyak para ulama dan para sahabat yang melatih diri dengan rasa lapar. Sebab selain dapat mendekatkan diri pada Allah, rasa lapar juga membantu dalam mengekang nafsu syahwat berlebih. Namun hati-hati, karena banyak pula rasa lapar yang membuat seseorang hamba semakin jauh dari Allah, sebab adakalanya rasa lapar itu bisa menjadi sifat tercela
Menurut Imam Ghazali, rasa lapar yang terpuji itu jika tidak sampai membuat lalai seorang hamba dari mengigat Allah Ta’ala, namun dengan rasa lapar tersebut bisa membantunya untuk menahan syahwat dan kerakusan pada dunia.
Jika sampai melampaui batas dalam menahan rasa lapar maka ia termasuk dalam katagori kelalaian, inilah rasa lapar yang tercela. Kecuali bagi orang-orang yang memiliki nafsu syahwat berlebih maka ia harus mengimbangi dengan rasa lapar untuk mengalahkan nafsunya. Jika ia dalam katagori yang dimaksud, maka sebaik-baiknya perkara adalah yang pertengahan.
Rasa lapar merupakan nafsu. Bagi orang-orang yang mempunyai hawa nafsu berlebih semacam ini, maka ada dua perkara yang harus diperhatikan dalam mengaturnya, yaitu:
Pertama, manakala ia diundang makan bersama, dimana sebisa mungkin ia bersikap bijak dan menjauhi hal-hal yang mengakibatkan dirinya jatuh dalam godaan.
Kedua, menjaga diri jangan sampai merasa ujub dan ingin dikenal sebagai orang yang sedikit makannya dan yang memelihara diri. Karena ini artinya, ia telah meninggalkan kebiasaan buruh yang bernilai ringan, akan tetapi melakukan keburukan yang lebih besar yaitu mencari nama dan popularitas.
Imam Ghazali mengutip Abu Sulaiman, dalam nasihat bijaknya, “Apabila timbul selera makanmu, padahal engkau sedang berusaha untuk meninggalkannya, maka ambillah sedikit saja dari makanan yang ada. Jangan terlalu perturutkan keinginan nafsumu supaya engkau tidak dikendalikan olehnya. ENgkau akan berhasil menekan selera makanmu jika engkau tidak memperturutkan keinginannya. Dengan demikian, engkau telah melawan dan berhasil menentangnya.”
Ja’far as-Shadiq bin Muhammad berkata, “Ketika timbul selera makanku maka aku perhatikan benar-benar apa yang menjadi keinginan nafsuku itu. Jika kesukaan nafsuku itu terasa sangat menggebu, maka aku pun makan sekedarnya, dimana hal itu lebih baik daripada mencegah atau menolaknya sama sekali. Akan tetapi, jika kesukaannya tidak seberapa, maka aku akan menghukumnya dengan menolak dan tidak memberikan keinginannya. Inilah cara terbaik dalam mendidik nafsu atau selera makan.”
Terkait hal ini, Imam Ghazali pun mengingatkan bahwa barangsiapa meninggalkan selera makan dan terjerumus dalam sikap riya’, laksana orang yang menghindar dari sengatan kalajengking dan beralih kepada gigitan ular berbisa. Wallahu’alam.