BincangMuslimah.Com – Meski jarang, sedikitnya masih ditemui anggapan jika perempuan dapat menghambat kemajuan seseorang. Banyak stigma negatif yang bercokol di dalam pikiran terkait hal ini.
Entah dari laki-laki mau pun perempuan itu sendiri, pandangan yang tidak mendukung kemajuan masih tertanam di dalam benak sebagian orang. Lamban dan tidak profesional. Bawa perasaan dan sentimental.
Sikap-sikap di atas tidak jarang disematkan pada perempuan. Kemudian disebut dapat menghambat laki-laki bergerak. Bahkan dari kaum hawa pun turut membenarkan hal tersebut.
Perempuan memang ingin dimanja dan perhatian. Lebih didominasi oleh perasaan, sudah pembawaannya seperti itu. Sehingga banyak anjuran yang meminta perempuan harus tahu diri dan posisi.
Sedangkan dalam segi ibadah pun demikian. Keberadaan perempuan dapat menurunkan bahkan menghilangkan nilai ibadah. Tidak jarang sosok perempuan disebut sebagai penghalang dalam beribadah.
Tentunya telah hapal dalam ingatan. Bahwa sudah sejak lama kita mendengarkan sosok perempuan sebagai sumber fitnah. Tidak sedikit masyarakat kita menelan mentah-mentah pandangan tersebut. Padahal ada penjelasan lain terkait hal ini.
Sehingga tidak jarang, terkait beberapa pandangan di atas, perempuan dijauhkan dari ruang publik. Mereka diberi parit dan dijauhkan dengan tempat ibadah. Begitu pun tempat menggali ilmu pengetahuan.
Selain disebut sebagai penghalang beribadah, ada pandangan esktrim lainnya. Membiarkan perempuan di ruang publik dan melibatkannya dalam komunitas sosial dapat mengancam stabilitas moral.
Pada dasarnya setiap manusia punya derajat yang sama. Jelas-jelas Al-Quran menyebutkan, yang membedakan seorang hamba adalah tingkat keimanan serta ketakwaan setiap hamba.
Padahal tahukah, ada seorang perempuan yang berada di samping Rasulullah Saw saat menerima wahyu. Ia tidak lain adalah Aisyah Ra.
عن عائشة رضي الله عنها، أن النبي صلى الله عليه وسلم قال لأم سلمة: «لاَ تُؤْذِينِى فِى عَائِشَةَ، فَإِنَّ الْوَحْىَ لَمْ يَأْتِنِى، وَأَنَا فِى ثَوْبِ امْرَأَةٍ إِلاَّ عَائِشَةَ». رواه البخاري في صحيحه، رقم الحديث: 2620، ، كتاب الهبة، باب مَنْ أَهْدَى إِلَى صَاحِبِهِ وَتَحَرَّى بَعْضَ نِسَائِهِ دُونَ بَعْضٍ.
“Dari Aisyah ra, bahwa Nabi Saw berkata kepada Umm Salamah ra: “Jangan sakiti saya tentang Aisyah, karena wahyu turun pada saya justru ketika berada dalam selimut Aisyah”. (Sahih Bukhari, no. Hadis: 3821).
Hadis ini menceritakan tentang Aisyah yang menyampaikan pada Ummu Salamah bahwa Rasulullah menerima wahyu saat sedang bersamanya.
Menurut Faqihuddin Abdul Kodir di dalam bukunya yang berjudul 60 Hadis Shahih, beranggapan jika hadis ini kemungkinan sebuah himbauan untuk tidak mengejek istri Rasulullah.
Dalam teks ini,mengarah kepada untuk tidak mengejek Aisyah Ra. Masih di dalam buku yang sama, Faqihuddin menarik persoalan lain dari kisa di atas. Dimana, hadis di atas disebut relevan sebagai bentuk kritikan kepada orang yang berpandangan perempuan menjauhkan diri dari Allah SWT.
Ia berpandangan masih ada pandangan jika perempuan mengganggu seseorang dalam melaksanakan ibadah. Hingga mengganggu khusyuknya hamba yang ingin beribadah.
Tidak tanggung-tanggung, di masa kenabian Rasulullah, ada sahabat yang memutuskan untuk tidak menikah. Menimbang, perempuan dapat menurunkan kualitas ibadah dan menjauhkan diri dari sang Maha Kuasa.
Rasulullah pun meluruskan pandangan tersebut. Dan, menyebut alasan tersebut merupakan bentuk dari menghindarkan sunnah. Oleh karena itu, dapat disimpulkan jika perempuan bukanlah penghalang bagi manusia lain.
Baik dalam beribadah maupun dalam mencapai tujuan yang mulia. Begitu pula sebaliknya, antara laki-laki dengan perempuan. Keduanya tidak diperkenankan dihalangi baik dari segi keagamaan, ibadah dan sosial .