BincangMuslimah.Com – Baru-baru ini ramai soal skandal kamera ‘Kiss‑Cam’ di Konser Coldplay. Di mana CEO Astronomer tertangkap kamera tengah selingkuh dengan Kepala HR perusahaan yang sama, Kristin Cabot. Momen yang awalnya bertujuan untuk menyuntikkan keakraban di konser Coldplay, berubah menjadi skandal besar bagi dunia teknologi dan korporat tersebut.
Skandal ini pun sempat ramai dan jadi perbincangan di media sosial. Pasalnya, kedua orang yang tertangkap kamera ini diketahui ada yang sudah memiliki pasangan dan anak. Isu soal maraknya perselingkuhan di dunia kerja pun kembali semarak.
Perselingkuhan di satu tempat kerja sesungguhnya bukan hal baru di dunia kerja. Bahkan lingkungan seakan sudah ‘menormalisasikan’ perilaku tidak terpuji ini, tempat pelaku bekerja. Karyawan atau pekerja lain yang mengetahui adanya skandal sepertinya umumnya memilih bungkam. Bersikap tidak mau tahu dan membiarkan.
Kelompok yang bungkam, mungkin punya pendapat jika apa yang terjadi di antara pelaku, merupakan ranah privat yang tidak boleh disentuh. Beberapa kabar burung mengatakan bahkan sampai ada yang mewajarkan, bersikap melindungi dan melanggengkan tindak ini. Mengutip dari laporan Kompas.id bertajuk ‘Selingkuh, dari Ruang Rapat ke Ruang Gelap’ ternyata ada data yang cukup mengejutkan.
Litbang Kompas melempar jajak pendapat sekitar 14-17 Juli 2025, dengan temuan separuh dari reponden mengetahui adanya perselingkuhan di dunia kerja. Sebanyak 23,6 persen mengetahui langsung, sedangkan 33,9 persen tahu adanya hubungan terlarang tersebut dari cerita teman sejawat hingga kerabat.
Perselingkuhan di Dunia Kerja Rawan terjadi
Perilaku mendua di dunia kerja memang riskan terjadi. Banyak faktor yang mendalangi. Seperti bagi sebagian pekerja, hampir sepertiga hari ia habiskan di kantor atau bekerja. Intensitas waktu bekerja yang lebih tinggi, juga tekanan dalam pekerjaan, dapat memunculkan celah hadirnya kedekatan emosional melewati batas profesional antar pekerja.
Berawal sekadar mencurahkan isi hati soal pekerjaan, terselip beberapa perhatian yang tidak diperlukan. ‘Bumbu-bumbu’ ini biasanya menjadi penambah faktor terjadinya perselingkuhan. Obrolan ringan di sela-sela istirahat, menunggu transportasi atau reda hujan, berlanjut dengan pertemuan ‘ngopi’ atau makan malam di luar jam kerja juga bisa menjadi bibit.
Kenyamanan mengobrol bisa saja berawal di dapat karena merasa satu frekuensi dan punya masalah yang serupa karena satu tempat bekerja. Melansir dari artikel yang sama di Kompas.id, Studi Qoriatul Fitriyah dalam Journal of Urban Sociology (2005) mengemukakan, konflik peran hingga beban kerja yang tidak seimbang bisa menciptakan situasi rawan. Belumlagi intensitas interaksi, tekanan sekaligus kenyamanan emosional.
Benarkah hanya urusan privat dua orang?
Sebagian pekerja yang mengetahui perselingkuhan dan enggan bercerita, menegur biasanya beranggapan jika skandal ini urusan pribadi dua orang saja. Namun benarkah? Nyatanya perselingkuhan di dunia kerja tidak sesederhana itu.
Dampak utama yang dirasakan sesungguhnya tidak hanya berporos pada dua manusia yang sedang melakukan hubungan terlarang saja. Istri, anak, hingga keluarga dari pasangan yang sah bisa merasakan impact yang luar biasa. Kehancuran rumah tangga, hingga gangguan tumbuh kembang anak secara fisik dan mental jadi taruhan.
Tidak sampai di sana, perselingkuhan ini bisa berakhir pada dunia kerja pelaku. Entah ini menurunkan profesionalitas pekerjaan, hingga merugikan perusahaan. Dari data yang dipaparkan Kompas.id, sebanyak 91,5 persen responden sepakat jika hubungan terlarang di dunia kerja mempengaruhi etos dan performa kerja individu.
Keduanya, berisiko melakukan berbagai pelanggaran seperti memanipulasi laporan keuangan hingga mal praktik demi kepentingan pribadi. Secara etika, perselingkuhan juga mampu merusak reputasi individu hingga keharmonisan tim kerja. Tidak hanya itu, keputusan yang diambil pun mulai tidak objektif karena menyesuaikan kondisi dan situasi dari ‘pasangan tidak halal’ ini.
Bahkan tidak jarang, teman sejawat hingga pihak perusahaan yang tidak tahu menahu turut terlibat dalam drama perselingkuhan ini. Dan ini tentu saja dapat mengganggu ekosistem kantor yang seharusnya sehat dan profesional.
Lantas bagaimana sikap pekerja atau perusahaan saat mengetahui adanya kasus perselingkuhan?
Langkah pertama yang perlu dilakukan adalah pahami dulu situasi dengan jelas. Sebelum mengambil tindakan apa pun, pastikan informasi yang kamu miliki benar. Hindari membuat kesimpulan dari gosip atau asumsi. Apakah benar mereka memiliki hubungan khusus di luar pernikahan? Jangan lupa, menyebarkan informasi tanpa bukti hanya akan menambah masalah baru.
Kedua, pertimbangkan, apakah hubungan tersebut sudah mengganggu performa tim? Apakah ada favoritisme, ketidakadilan, atau penyalahgunaan kekuasaan? Jika jawabannya ya, maka situasi ini bukan sekadar urusan pribadi lagi, tetapi sudah masuk ranah etika kerja. Dalam kasus seperti itu, perusahaan seharusnya memiliki prosedur atau kebijakan untuk menanganinya.
Ketiga, kalau hubungan tersebut berpotensi menciptakan konflik kepentingan, atau bahkan berdampak pada orang lain (seperti promosi tidak adil atau beban kerja tidak merata), bisa melaporkannya secara formal ke HRD atau pihak yang berwenang. Lakukan dengan niat baik, dan jangan gunakan nada menyudutkan. Beri laporan berdasarkan fakta dan bukan asumsi emosional.
Dari sisi perusahaan, membuat aturan tentang mengungkapkan hubungan pribadi antar kolega, hingga memperketat kebijakan hubungan antar pekerja bisa saja dilakukan. Siapa yang melanggar bisa mendapat sanksi hingga pengeluaran. Beberapa aturan di atas, bukanlah suatu upaya ikut campur di ranah privat. Mengingat betapa besarnya dampak yang bisa diakibatkan. Langkah di atas menjadi usaha menjaga integritas, performa hingga moralitas di dunia kerja.
Link
https://www.kompas.id/artikel/dari-ruang-rapat-ke-ruang-gelap?open_from=Search_Result_Page
2 Comments