BincangMuslimah.Com – Dalam surah at-Tahrim ayat 11, Allah mengabadikan sosok perempuan salihah agar dapat dijadikan sebagai teladan, terutama bagi muslimah masa kini. Ia adalah Aisyah istri Fir’aun, yang selalu sabar dan teguhan mempertahankan keimanannya, meskipun berada di bawah tekanan dan kezaliman orang-orang di sekitarnya.
رَبِّ ابْنِ لِي عِنْدَكَ بَيْتًا فِي الْجَنَّةِ وَنَجِّنِي مِنْ فِرْعَوْنَ وَعَمَلِهِ وَنَجِّنِي مِنَ الْقَوْمِ الظَّالِمِين
Artinya: Allah membuat istri Fir’aun perumpamaan bagi orang-orang yang beriman, ketika ia berkata: “Ya Rabbku, bangunkanlah untukku sebuah rumah di sisi-Mu dalam firdaus, selamatkanlah aku dari Fir’aun dan perbuatannya, dan selamatkanlah aku dari kaum yang zalim”. (QS. at-Tahrim [28]: 11)
Sayyid Quthb dalam Tafsir Fi Zhilal al-Quran (11/343) mengatakan bahwa mayoritas ulama berpendapat yang dimaksud dengan istri Fir’aun ialah Asiyah binti Muzahim. Nabi Musa diutus kepadanya untuk berdakwah di masa pemerintahan raja Ramsis III. Asiyah yang dimaksud bukanlah istri Fir’aun yang mengangkat Nabi Musa sebagai anaknya, karena ini terjadi pada raja Ramsis II.
Namun, Sayyid Quthb juga menjelaskan bahwa penelusuran sejarah istri Fir’aun ini tidak terlalu penting. Isyarat Alquran tentang kisah seseorang ataupun kaum, hakikatnya agar bisa dijadikan pelajaran untuk manusia di masa kini. Sedangkan individu dan pribadi hanyalah sekadar perumpamaan dari hakikat itu.
Penyebutan istri Fir’aun sebagai perumpamaan ini juga memotivasi orang-orang mukmin untuk senantiasa memegang teguh ketaatan dan keimanan. Sabar dan tabah dalam menghadapi kesulitan juga menjadi salah satu pesan, seperti kesabaran Sayidah Asiyah tatkala menghadapi tekanan dari Fir’aun.
Setelah perintah untuk menjaga diri sendiri dan keluarga dari api neraka (At-Tahrim:6). Kisah tentang istri Fir’aun ini ditunjukkan kepada perempuan Rasulullah dan demikian pula kaum muslimah. sesungguhnya tanggung jawab keimanan seorang hamba terletak pada hamba itu sendiri, sebagaimana Sayidah Asiyah yang begitu patuh kepada Allah dan tidak termakan rayuan dari suaminya yang kafir.
Padahal, mungkin saja bagi Sayidah Asiyah yang merupakan seorang permaisuri dari raja yang paling agung pada saat itu dan hidup di istana Fir’aun dengan mendapatkan segala keinginannya membuat dirinya enggan beriman atas risalah yang di bawa Nabi Musa. Beliau bukan hanya berpaling dari kenikmatan tersebut, tetapi beliau rela mengalami berbagai penderitaan dan siksaan karena ketaatannya kepada Allah.
At-Thabari 25/263 mengatakan, istri Fir’aun disiksa dengan cara dipanggang di bawah panasnya terik matahari. Namun, ketika Fir’aun beranjak pergi meninggalkannya, malaikat akan datang dan meneduhinya dengan sayap-sayap mereka.
Fir’aun adalah penduduk bumi yang paling zalim, manusia paling jahat, dan paling kafir. Namun, kekafirannya itu tiada sedikitpun menggoyahkan dan mempengaruhi sikap dan keimanan istrinya. Karena keimanannya kepada Allah, ia pun berujung di dalam surga-surga penuh kenikmatan. Hal itu ketika ia berkata,
“Ya Rabbi, bangunkanlah untuk hamba sebuah rumah yang dekat dari rahmat Engkau di derajat tertinggi golongan orang-orang yang mendekatkan diri kepada-Mu. Selamatkanlah hamba dari tangan Fir’aun dan dari perbuatan-perbuatan buruknya. Bebaskanlah hamba dari kaum yang zalim, yaitu kaum kafir dari bangsa Qibthi.”
Melalui ini menjadi pelajaran agar kaum muslimah dapat memahami bahwa Allah tidak akan menghukum dan meminta pertanggungjawaban seseorang, kecuali atas tanggungjawab dosanya sendiri. (Tafsir Ibnu Katsir 14/65)
Surah at-Tahrim ayat 11 ini memberikan kita banyak pelajaran. Allah memilih Sayidah Asiyah menjadi teladan dan contoh sebagai perempuan mukminah yang salehah. Bahwa seseorang yang dikatakan salehah ia akan taat sebagaimana istri Fir’aun yang patuh dan tunduk kepada semua aturan Allah dalam kondisi apapun. Kemudian ia juga akan ridha menerima segala ketentuan dari-Nya dan bersabar serta tabah ketika dirinya dalam derita musibah. Wallah a’lam.[]
4 Comments