Ikuti Kami

Kajian

Menikah Beda Agama, Sahkah?

menikah di bulan syawal

BincangMuslimah.Com – Kerap kali terjadi fenomena menikah beda agama baik di dalam negeri maupun luar negeri. Cinta menjadi alasan terkuat bagi dua sejoli tersebut untuk menikah meskipun beda agama. Terlebih jika pernikahan terjadi antara muslim dengan non-muslim baik dia beragama Kristen, Katolik, Hindu, Budha, atau Konghuchu. Bagaimana Islam memandang ini?

Pada pembahasan ini, fikih pernikahan membahas istilah Ahli Kitab dan Kafir yang juga diistilahkan dengan musyrik, orang yang menyekutukan Allah atau mengingkari ketuhanan Allah. Terdapat dua pembahasan yang berbeda mengenai hukum menikahi salah satu dari golongan mereka.

Dalam kitab al-Fiqh al-Mu’ashir karya Syekh Wahbah Zuhaili pada bab “menikahi perempuan yang tidak beragama samawi”. Syekh Zuhaili mendefinisikan agama non samawi adalah agama yang menyembah selain Allah, seperti penyembah berhala, hewan, bintang-bintang, atau api (majusi).

Dalil tersebut termaktub dalam surat al-Baqoroh ayat 221:

وَلَا تَنْكِحُوا الْمُشْرِكٰتِ حَتّٰى يُؤْمِنَّ ۗ وَلَاَمَةٌ مُّؤْمِنَةٌ خَيْرٌ مِّنْ مُّشْرِكَةٍ وَّلَوْ اَعْجَبَتْكُمْ ۚ

Artinya: Dan janganlah kamu nikahi perempuan musyrik, sebelum mereka beriman. Sungguh, hamba sahaya perempuan yang beriman lebih baik daripada perempuan musyrik meskipun dia menarik hatimu..

Ulama Mazhab Syafii, Hanafi, dan ulama lainnya mengiyaskan perempuan musyrik dengan perempuan murtad, perempuan yang keluar dari agama Islam. Maka hukum menikahi mereka adalah haram muthlak bagi seorang laki-laki muslim. Karena perempuan musyrik menafikan agama Islam.

Mengapa ada keharaman menikahi perempuan musyrik atau perempuan yang beragama selain Islam dan agama Samawi seperti penyembah berhala, dan lain-lain adalah adanya kekhawatiran akan tidak terwujudnya keluarga yang tentram, tenang, dan penuh cinta. Perbedaan keyakinan yang sangat fundamental dalam kehidupan manusia akan mengantarkan kepada gejolak dan pertikaian di antara keduanya. Padahal tujuan dari pernikahan adalah tercapainya ketenangan batin, kebahagiaan, dan cinta.

Kemudian Syekh Zuhaili mengemukakan bahwa orang musyrik yang tidak mengimani Allah akan mudah melakukan pengkhianatan dan berbuat keburukan. Sebab mereka percaya pada takhayyul dan hal-hal mistis dan juga tidak percaya pada hari akhir sehingga mudah sekali membuat mereka melakukan dosa. Keyakinan yang dianutnya mempengaruhinya beperangai buruk sebab tak ada agama atau aturan yang membuat ia mencegah dirinya dari perbuatan dosa.

Baca Juga:  Menunaikan Hak Tetangga Sebagian dari Iman, Bagaimana Jika Tetangga Non Muslim?

Begitu juga sebaliknya, seorang perempuan muslim tidaklah diperbolehkan menikah dengan seorang laki-laki musyrik. Keharaman tersebut Allah firmankan dalam surat al-Mumtahanah ayat 10:

فَاِنْ عَلِمْتُمُوْهُنَّ مُؤْمِنٰتٍ فَلَا تَرْجِعُوْهُنَّ اِلَى الْكُفَّارِۗ لَا هُنَّ حِلٌّ لَّهُمْ وَلَا هُمْ يَحِلُّوْنَ لَهُنَّۗ

Artinya:  Jika kamu telah mengetahui bahwa mereka (benar-benar) beriman maka janganlah kamu kembalikan mereka kepada orang-orang kafir (suami-suami mereka). Mereka tidak halal bagi orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir itu tidak halal bagi mereka.

Karena pada umumnya seorang perempuan dan anak-anaknya akan mengikuti agama suaminya. Hal tersebut mengacu pada surat al-Baqarah ayat 221:

وَلَا تَنْكِحُوا الْمُشْرِكٰتِ حَتّٰى يُؤْمِنَّ ۗ وَلَاَمَةٌ مُّؤْمِنَةٌ خَيْرٌ مِّنْ مُّشْرِكَةٍ وَّلَوْ اَعْجَبَتْكُمْ ۚ وَلَا تُنْكِحُوا الْمُشْرِكِيْنَ حَتّٰى يُؤْمِنُوْا ۗ وَلَعَبْدٌ مُّؤْمِنٌ خَيْرٌ مِّنْ مُّشْرِكٍ وَّلَوْ اَعْجَبَكُمْ ۗ اُولٰۤىِٕكَ يَدْعُوْنَ اِلَى النَّارِ ۖ وَاللّٰهُ يَدْعُوْٓا اِلَى الْجَنَّةِ وَالْمَغْفِرَةِ بِاِذْنِهٖۚ وَيُبَيِّنُ اٰيٰتِهٖ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُوْنَ

Artinya: Dan janganlah kamu nikahi perempuan musyrik, sebelum mereka beriman. Sungguh, hamba sahaya perempuan yang beriman lebih baik daripada perempuan musyrik meskipun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu nikahkan orang (laki-laki) musyrik (dengan perempuan yang beriman) sebelum mereka beriman. Sungguh, hamba sahaya laki-laki yang beriman lebih baik daripada laki-laki merdeka musyrik meskipun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedangkan Allah mengajak ke surha dan ampunan dengan izin-Nya. Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia agar mereka mengambil pelajaran.

Dalam penjelasannya, Syekh Zuhaili memaknai ayat tersebut sebagai ajakan laki-laki kepada perempuan mukmin kepada kekafiran, dan ajakan kekafiran berarti menuju ke neraka.

Lalu, pembahasan mengenai Ahli Kitab dalam Fikih pernikahan dibahas secara khusus. Sebelum kita mengetahui perihal hukum menikahi Ahli Kitab, kita perlu mengerti apa definisi Ahli Kitab. Syekh Zuhaili mendefinisikan Ahli Kitab sebagai seseorang yang menganut agama Samawi seperti agama Yahudi dan Nasrani, para penganut kedua agama tersebut berpedoman pada kitab Taurat dan Injil. Penjelasan tersebut dibahas dalam Alquran surat al-An’am ayat 156

Baca Juga:  Tafsir Surah An-Naml Ayat 30; Hikmah Nama Nabi Sulaiman Didahulukan daripada Nama Allah

اَنْ تَقُوْلُوْٓا اِنَّمَآ اُنْزِلَ الْكِتٰبُ عَلٰى طَاۤىِٕفَتَيْنِ مِنْ قَبْلِنَاۖ وَاِنْ كُنَّا عَنْ دِرَاسَتِهِمْ لَغٰفِلِيْنَۙ

Artinya: (Kami turunkan Alquran itu) agar kamu (tidak) mengatakan, “Kitab itu hanya diturunkan kepada dua golongan sebelum kami (Yahudi dan Nasrani) dan sungguh, kami tidak memperhatikan apa yang mereka baca.”

Ulama bersepakat tentang kebolehan menikahi Ahli Kitab, berpedoman pada firman Allah dalam surat al-Maidah ayat 5:

اَلْيَوْمَ اُحِلَّ لَكُمُ الطَّيِّبٰتُۗ وَطَعَامُ الَّذِيْنَ اُوْتُوا الْكِتٰبَ حِلٌّ لَّكُمْ ۖوَطَعَامُكُمْ حِلٌّ لَّهُمْ ۖوَالْمُحْصَنٰتُ مِنَ الْمُؤْمِنٰتِ وَالْمُحْصَنٰتُ مِنَ الَّذِيْنَ اُوْتُوا الْكِتٰبَ مِنْ قَبْلِكُمْ

Artinya: Pada hari ini dihalalkan bagimu segala yang baik-baik. Makanan (sembelihan) Ahli Kitab itu halal bagimu, dan makananmu halal bagi mereka. Dan (dihalalkan bagimu menikahi) perempuan-perempuan yang menjaga kehormatan di antara perempuan-perempuan.

Syekh Wahbah mengartikan lafaz “Muhassanat” sebagian perempuan yang menjaga kehormatannya dengan merujuk pada kata “al-Afaif”. Dalam al-Mu’jam al-Wasith al-Afa’if merupakan jamak dari “Afif” yang bermakna seseorang yang menjaga kehormatan, melakukan perbuatan baik. Sedangkan tujuan dari menikahi perempuan yang “Afif” dimaksudkan agar mewujudkan keluarga yang penuh cinta dan ketenangan.

Selain berpedoman pada ayat-ayat yang telah disebutkan, ulama yang membolehkan laki-laki muslim untuk menikahi perempuan ahli kitab mengacu pada kisah beberapa sahabat Nabi yang menikahi Ahli Kitab. Seperti sahabat Utsman bin Affan menikahi Nailah binti al-Farafishah yang beragama Nasrani dan setelah menikah masuk Islam.

Kebolehan ini hanya berlaku bagi laki-laki untuk menikahi perempuan Ahli Kitab, tidak sebaliknya. Alasan ulama membolehkan untuk menikahi perempuan Ahli Kitab karena sejatinya agama Nasrani dan Yahudi menganut monoteisme, mentauhidkan Allah Swt, mengimani hari akhir, dab percaya pada hari pembalasan. Hanya saja mereka tidak mengimani kerasulan Muhammad. Kebolehan tersebut berlaku selamanya karena termaktub dalam nash. Dan perempuan akan mudah mengikuti agama yang dianut suaminya.

Baca Juga:  Bagaimana Mewujudkan Keluarga yang Bahagia dalam Islam?

Meskipun kebolehan ini ditetapkan akan tetapi sebagian ulama dari kalangan Mazhab Syafii, Hanafi, dan Maliki memakruhkannya karena dikhawatirkan ada kecenderungan untuk berpindah keyakinan terutama setelah memiliki anak, begitu penjelasan dari Syekha Zuhaili.

Akan tetapi, hal yang menjadi pertanyaan, masihkan relevan definisi Ahli Kitab untuk agama Nasrani dan Yahudi saat ini?

Beberapa penjelasan dari ulama terkemuka dari Indonesia seperti Prof. Quraish dan Buya Yahya pernah menyinggung perihal ini. Ahli Kitab yang didefinisikan oleh ulama terdahulu berbeda dengan Ahli Kitab saat ini. Prof. Quraish dalam ceramahnya membenarkan bahwa Islam membolehkan muslim laki-laki untuk menikahi perempuan Ahli Kitab berdasarkan teks Alquran dan Hadis yang membolehkannya.

Kemudian keduanya mengaitkannya dengan Nasrani dan Yahudi yang dianut saat ini. Menurut keduanya, Nasrani atau yang kita kenal bahkan dengan Kristen dan Katolik sudah tidak lagi sama dengan Ahli Kitab yang didefinisikan dalam Alquran. Begitu juga dengan agama Yahudi. Karena Nasrani dan Yahudi saat ini tidak menganut Keesaan Allah. Kedua agama tersebut sudah berbeda dengan ajaran Ahli Kitab terdahulu.

Buya Yahya juga menekankan bahwa kebolehan tersebut hanya dilakukan untuk perempuan Ahli Kitab yang ikut agama nenek moyang terdahulu dan bersumber pada agama Ibrahim yang hanif. Akan tetapi agama Yahudi dan Nasrani saat ini tidak ditemukan demikian. Maka jelaslah bahwa saat ini kebolehan menikah dengan agama lain tidak ada, termasuk Yahudi dan Nasrani yang tidak masuk definisi Ahli Kitab sebagaimana kriteria yang dijelaskan sebelumnya. Wallaahu A’lam bisshawaab.

Rekomendasi

Bolehkah Non-Muslim Masuk ke Masjid?

masa iddah hadis keutamaan menikah masa iddah hadis keutamaan menikah

10 Hadis Tentang Keutamaan Menikah

Hak Tetangga Non Muslim Hak Tetangga Non Muslim

Menunaikan Hak Tetangga Sebagian dari Iman, Bagaimana Jika Tetangga Non Muslim?

Benarkah Alasan Pernikahan Dini Untuk Menghindari Zina? Benarkah Alasan Pernikahan Dini Untuk Menghindari Zina?

Kata Ulama Al-Azhar Tentang Pembekalan Pernikahan dalam Islam

Ditulis oleh

Sarjana Studi Islam dan Redaktur Bincang Muslimah

Komentari

Komentari

Terbaru

Dampak Moderasi Beragama terhadap Kebebasan Berpendapat di Indonesia Dampak Moderasi Beragama terhadap Kebebasan Berpendapat di Indonesia

Dampak Moderasi Beragama terhadap Kebebasan Berpendapat di Indonesia

Muslimah Talk

Hal-hal Yang Membatalkan Puasa; bukan Sekadar Makan dan Minum Hal-hal Yang Membatalkan Puasa; bukan Sekadar Makan dan Minum

Hal-hal Yang Membatalkan Puasa; bukan Sekadar Makan dan Minum

Kajian

Lagu Tanda - Yura: Spiritualitas Mendalam dan Relevansinya Dengan Al-Quran Lagu Tanda - Yura: Spiritualitas Mendalam dan Relevansinya Dengan Al-Quran

Lagu Tanda – Yura: Spiritualitas Mendalam dan Relevansinya Dengan Al-Quran

Muslimah Talk

Sinergi Ramadhan: Wahid Foundation dan Wellous Indonesia Sebarkan Cinta dan Kepedulian Sinergi Ramadhan: Wahid Foundation dan Wellous Indonesia Sebarkan Cinta dan Kepedulian

Sinergi Ramadan: Wahid Foundation dan Wellous Indonesia Sebarkan Cinta dan Kepedulian

Berita

Tingkatan Puasa Dalam Perspektif Imam Al-Ghazali Tingkatan Puasa Dalam Perspektif Imam Al-Ghazali

Tingkatan Puasa Dalam Perspektif Imam Al-Ghazali

Kajian

Hukum Memakai Lipstik Saat Puasa Hukum Memakai Lipstik Saat Puasa

Hukum Memakai Lipstik Saat Puasa

Kajian

LAZNAS Salam Setara Bersama Kitabisa Ajak Masyarakat Membangun Keluarga Sakinah dan Usaha yang Bernilai Ibadah lewat Talkshow A Path to Barakah LAZNAS Salam Setara Bersama Kitabisa Ajak Masyarakat Membangun Keluarga Sakinah dan Usaha yang Bernilai Ibadah lewat Talkshow A Path to Barakah

Talkshow A Path to Barakah: Perjalanan Menuju Kehidupan Keluarga Sakinah Bersama LAZNAS Salam Setara & Kitabisa

Berita

Bincang Ramadhan ; Empat Manfaat Puasa Perspektif Medis

Video

Trending

puasa istri dilarang suami puasa istri dilarang suami

Pentingnya Musyawarah Bagi Suami Istri sebelum Mengambil Keputusan

Diari

Mengenang Tuan Guru KH Muhammad Zainuddin Abdul Majid, Pendiri Nahdlatul Wathan

Kajian

ayat landasan mendiskriminasi perempuan ayat landasan mendiskriminasi perempuan

Patriarkis: Sebuah Upaya Pembiasan Tafsir

Kajian

perempuan dan hijab tafsir ummu salamah perempuan dan hijab tafsir ummu salamah

Mengenal Sosok Sufi Perempuan pada Masa Awal Islam

Muslimah Talk

Ketentuan dan Syarat Iktikaf bagi Perempuan

Video

waktu disyariatkan membaca shalawat waktu disyariatkan membaca shalawat

Husein Bertanya pada Ali Tentang Muhammad

Kajian

Mengapa Seorang Perempuan Harus Berdaya dalam Ekonomi?

Diari

Emma Poeradiredjo, Sosok Perempuan dalam Kongres Pemuda

Kajian

Connect