BincangMuslimah.Com – Salah satu pengalaman biologis perempuan adalah istihadhah. Saat perempuan mengalami ini, ia kerap kebingungan menentukan siklus dan harinya karena akan berimbas pada kewajiban ibadah, salah satunya adalah shalat. Perempuan istihadhah tetap diharuskan melaksanakan shalat wajib dengan melaksanakan wudhu.
Tapi bagaimana dengan shalat sunnah yang dilakukan dengan sekali wudhu yang sudah dipakai untuk shalat wajib? Bagaimana aturan ibadah wudhu dan shalat bagi perempuan istihadhah?
Adapun beberapa hal yang perlu diperhatikan bagi perempuan istihadhah saat hendak melaksanakan shalat adalah sebagai berikut:
Pertama, pastikan mengganti pembalut yang dikenakan saat hendak shalat agar tidak membawa najis saat shalat.
Kedua, waktu-waktu keluarnya darah. Apakah darah itu keluar terus-menerus atau tidak. Karena ini yang akan menentukan kapan seharusnya melaksanakan shalat.
Adapun pendapat para ulama mengenai aturan perempuan istihadhah dalam pelaksanaan shalat wajib dan sunnah dengan sekali wudhu cukup beragam. Berdasarkan rangkuman dalam Mausu’ah al-Fiqh al-Islami wa al-Qodhoya al-Mu’ashiroh karya Syekh Wahbah Zuhaili:
Pertama, ulama mazhab Maliki menghukumi sunnah bagi perempuan istihadhah di setiap shalat wajib maupun sunnah. Batalnya wudhu hanya terjadi jika darah istihadhah keluar.
Kedua, mayoritas ulama selain ulama mazhab Maliki menghukumi wajib bagi perempuan istihadhah untuk berwudhu di setiap shalat wajib setelah selesai membersihkan kemaluan dan mengenakan pembalut. Wudhu bagi perempuan istihadhah disamakan dengan tayamum yang hanya bisa digunakan untuk satu shalat wajib.
Para ulama merujuk pada hadis melalui penuturan Aisyah,
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ جَاءَتْ فَاطِمَةُ بِنْتُ أَبِي حُبَيْشٍ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَتْ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّي امْرَأَةٌ أُسْتَحَاضُ فَلَا أَطْهُرُ أَفَأَدَعُ الصَّلَاةَ قَالَ لَا إِنَّمَا ذَلِكِ عِرْقٌ وَلَيْسَتْ بِالْحَيْضَةِ اجْتَنِبِي الصَّلَاةَ أَيَّامَ مَحِيضِكِ ثُمَّ اغْتَسِلِي وَتَوَضَّئِي لِكُلِّ صَلَاةٍ وَإِنْ قَطَرَ الدَّمُ عَلَى الْحَصِيرِ
Artinya: dari Aisyah ia berkata; Fatimah binti Hubaisy datang menemui Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan bertanya; “Sesungguhnya aku adalah wanita yang keluar darah istihadhah hingga tidak suci, maka apakah aku boleh meninggalkan shalat?” beliau mezanjawab: “Tidak, itu hanyalah penyakit dan bukan haid. Jauhilah shalat di hari-hari haid kemudian shalatlah, dan wudhulah pada setiap shalat meskipun darah menetes di atas tikar.” (HR. Ibnu Majah)
Hadis ini mengindikasikan shalat wajib, bukan shalat sunnah. Dikuatkan dengan hadis lain ,
عَنْ أَبِي الْيَقْظَانِ عَنْ عَدِيِّ بْنِ ثَابِتٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الْمُسْتَحَاضَةُ تَدَعُ الصَّلَاةَ أَيَّامَ أَقْرَائِهَا ثُمَّ تَغْتَسِلُ وَتَتَوَضَّأُ لِكُلِّ صَلَاةٍ وَتَصُومُ وَتُصَلِّي
Artinya: dari Abul Yaqzhan dari Adi bin Tsabit dari Bapaknya dari Kakeknya dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda: “Wanita yang mengalami istihadhah hendaknya meninggalkan shalat di hari-hari haidnya, kemudian ia mandi dan berwudhu di setiap shalat, dan ia tetap berpuasa serta shalat. (HR. Ibnu Majah)
Ketiga, sebagian ulama mazhab Hanafi tidak mewajibkan wudhu bagi perempuan istihadhah jika tidak menanggung hadas. Maka wudhu tidak akan batal dan boleh digunakan berkali-kali shalat dan hanya batal jika darahnya keluar. Hal ini serupa dengan pendapat ulama mazhab Maliki.
Tapi dari perbedaan pendapat ulama tersebut, alangkah baiknya ikuti pendapat dari ulama mayoritas yang lebih berhati-hati yaitu, satu wudhu hanya boleh digunakan untuk satu shalat wajib. Maka perempuan istihadhah boleh melaksanakan shalat sunnah dengan wudhu yang sudah digunakan untuk shalat wajib. Wallahu a’lam bisshowab.
1 Comment