BincangMuslimah.Com – Bulan suci Ramadan telah berlalu, dan sekarang kita memasuki bulan Syawal. Di bulan Syawal ini, tepatnya pada tanggal 2 Syawal setelah hari Idul Fitri, umat muslim dianjurkan untuk melakukan puasa enam hari, baik secara berturut maupun terpisah. Nabi menyebutkan bahwa keistimewaan puasa enam hari Syawal setelah Ramadan ini
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْرِ
Siapa saja yang berpuasa Ramadhan, kemudian dilanjutkan dengan enam hari di bulan Syawal, maka seperti pahala berpuasa setahun. (HR Muslim).
Namun, amalan yang dianjurkan pada bulan Syawal tidak hanya puasa enam hari. Ada beberapa amalan yang dianjurkan oleh Nabi, dan bisa kita lakukan di bulan Syawal. Sebagaimana berikut:
Pertama, Menikah di Bulan Syawal
Sebagaimana disebutkan dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, bahwa istri Nabi, Aisyah RA. menyatakan bahwa ia dinikahi Rasulullah pada bulan Syawal. Bagi orang-orang yang telah siap menempuh jenjang pernikahan, mengikuti laku Nabi yang menikah di bulan Syawal ini juga termasuk bentuk mengikuti ajaran Nabi.
Di berbagai tempat, banyak umat muslim yang menyelenggarakan pernikahan di bulan Syawal. Hal ini juga merupakan bentuk usaha meneladani Nabi di tengah masyarakat kita. Tapi jangan lupa, ini berlaku orang yang sudah mau dan mampu menikah saja lho.
Kedua, Mengganti i’tikaf dan amalan-amalan sunnah lainnya yang terlewatkan
Sebagian di antara kita mungkin terlewat dari momen-momen beribadah di bulan Ramadan. I’tikaf, membaca Al-Qur’an, atau mungkin ada di antara kita yang tidak berpuasa karena suatu halangan.
Puasa Ramadan yang wajib, tentu mesti diganti sesuai dengan keadaan orang yang membatalkannya. Namun yang menjadi pertanyaan adalah, bagaimana dengan amalan yang sunnah, seperti i’tikaf misalnya?
Nabi pernah melakukan Qadla’ i’tikaf di bulan Syawal, ketika istri-istri beliau membuat kehebohan di rumah, karena mendirikan tenda-tenda di area masjid Nabawi, demi mengikuti i’tikaf bersama Nabi. Beliau pun terkejut, dan meminta para istrinya ini untuk membongkar tenda-tenda yang telah dibuat.
Akhirnya, untuk sementara waktu beliau pun tidak beri’tikaf di masjid. Nabi mengganti i’tikaf yang tidak dilakukan ini di bulan Syawal. Cara menggantinya pun mudah, yaitu meniatkan i’tikaf yang dilakukan di masjid ini untuk mengganti yang terlewat di bulan Ramadan. Anda bisa mengisi i’tikaf itu dengan zikir, membaca Al-Qur’an, dan sebagainya.
Tidak hanya i’tikaf saja yang bisa diganti di bulan Syawal. Ibadah sunnah lain pun boleh diganti di bulan ini. Dalam sebuah riwayat dalam Sunan an-Nasa’i misalnya, disebutkan pula ada seorang sahabat yang biasa puasa pada pertengahan atau awal bulan Sya’ban, tapi kebetulan ia lewatkan. Nabi pun memperkenankan untuk menggantinya di bulan Syawal.
Ketiga, Puasa Ayyamul Bidh (pertengahan bulan)
Puasa enam hari di bulan Syawal jelas sudah maklum. Bagaimana dengan puasa di tengah bulan? Ya, dalam beberapa hadis disebutkan bahwa Nabi membiasakan berpuasa di pertengahan bulan, tepatnya tanggal 13, 14 dan 15 tiap-tiap bulan Hijriyah.
Amalan puasa ini oleh para ulama dinamakan puasa Ayyamul bidh, karena pada tiga hari itu, rembulan sedang purnama dan tampak cemerlang. Di setiap bulan, kita dianjurkan berpuasa dalam tiga hari tengah bulan tersebut. Tak terkecuali di bulan Syawal. Kalau terasa berat karena “kok kebanyakan puasa, sih?”, menggabungkan niat puasa sunnah ini dengan sekalian puasa sunnah Syawal atau Senin-Kamis, juga diperkenankan.
Demikianlah amalan-amalan sunnah di bulan Syawal, selain puasa enam hari yang lebih kita kenal. Semoga Ramadan menjadi momen kita belajar untuk lebih mempertahankan kebaikan-kebaikan yang telah kita lakukan di bulan tersebut. Ramadan akan berlalu, dan kita mesti belajar mempertahankan kemuliaannya di bulan-bulan setelahnya dengan perbuatan baik kita.
Wallahua’lam bis shawab…