Ikuti Kami

Ibadah

Problematika Perempuan Saat Puasa Ramadan

Problematika Perempuan Puasa Ramadan

BincangMuslimah.Com – Puasa Ramadan adalah ibadah yang hukumnya wajib bagi umat Islam. Pembahasan tentang kewajiban puasa Ramadan ada dalam Alquran surat Al-Baqarah Ayat 183 sebagai berikut,

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ كُتِبَ عَلَيْكُمُ ٱلصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى ٱلَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.”

Lewat ayat tersebut, Allah Swt. menyeru pada orang-orang yang beriman dengan panggilan spesial yakni “hai orang-orang yang beriman”. Adanya panggilan ini menyatakan bahwa Allah Swt. mengingatkan umat Islam terhadap eksistensi, hakikat, dan jati dirinya sebagai seorang hamba yang beriman.

Ayat tersebut juga menjelaskan bahwa indikasi bahwa orang yang beriman akan berhasil mencapai taqwa dengan puasa Ramadan. Hal ini bisa dilihat dari semangat seorang hamba mengisi hari-hari Ramadan dengan berbagai bentuk ibadah selain puasa. Sebagai misal, qiyamullail yakni dengan melaksanakan shalat tarawih, shalat witir, shalat tahajjud, tilawah Alquran, sedekah dan berbagai amal kebajikan lainnya.

Agar puasa Ramadan yang dijalankan tidak terasa begitu berat, selain panggilan spesial untuk hamba-hambanya yang beriman, Allah Swt. juga menjelaskan dalam bahwa kewajiban puasa berlaku juga bagi umat-umat terdahulu karena sudah menjadi tabiat manusia akan merasa sedikit ringan jika suatu beban itu juga dibebankan kepada orang lain, bukan hanya ia sendiri.

Pada bagian akhir ayat di atas, Allah Swt. menyatakan bahwa tujuan utama ibadah puasa adalah membentuk muslim yang bertaqwa. Kiranya, Allah Swt. telah memberikan pemahaman agar dalam melaksanakan puasa Ramadan, kita seharusnya tidak terjebak pada sekadar menggugurkan kewajiban.

Dalam mengisi bulan Ramadan, laki-laki dan perempuan mendapat kesempatan yang sama untuk bisa meraih keutamaan dan keistimewaan. Tapi, ada hal-hal bersifat qodrati yang tidak bisa dielakkan oleh perempuan. Selain itu, ada pula problematika perempuan saat melaksanakan ibadah puasa Ramadan.

Baca Juga:  Tata Cara Tahallul Lengkap dengan Zikir dan Artinya

Hal ini diakibatkan karena tugas-tugas dan tanggung jawab sosial perempuan yang kadang-kadang membuatnya tidak dapat mengisi Ramadan sebagaimana yang disyariatkan kepadanya. Problematika yang dihadapi perempuan saat menunaikan ibadah puasa di antaranya adalah haid dan nifas serta istihadah.

Selain itu, ada pula hamil dan menyusui. Selanjutnya, ada juga pemakaian alat kontrasepsi, saat mencicipi makanan, memakan obat penunda haid, dan lain-lain.

Hamil dan Menyusui

Perempuan yang hamil dan menyusui bayi diperbolehkan berbuka puasa apabila merasa khawatir atas kesehatan dirinya ataupun bayinya, baik bayi itu anak kandung perempuan yang menyusui ataupun anak orang lain, baik perempuan itu sebagai ibu dari bayi yang disusuinya ataupun sebagai ibu susu yang disewa orang tua kandungnya.

Kekhawatiran tersebut membolehkan dua kategori perempuan untuk berbuka puasa.  Perlu dicacat, kekhawatiran mestin berdasarkan perhitungan yang matang. Hal ini bisa diukur dengan pengalaman sebelumnya atau hasil konsultansi dengan dokter. Alasan dibolehkannya berbuka bagi keduanya adalah mengqiyaskannya kepada orang sakit dan musafir. Dalam Al-Fiqh Al-Islamiy, Wahbah Az-Zuhaily menjelaskan bahwa alasan bolehnya perempuan hamil dan menyusui berbuka puasa adalah dengan qiyas terhadap orang sakit dan musafir.

Alasan lain terdapat dalam hadits Rasulullah Saw. sebagai berikut:

إِنَّ اللَّهَ وَضَعَ عَنِ الْمُسَافِرِ نِصْفَ الصَّلَاةِ وَالصَّوْمَ، وَعَنِ الْحُبْلَى وَالْمُرْضِعِ

Artinya: “Sesungguhnya Allah swt meringankan kewajiban puasa dan sebagian shalat dari musafir dan (meringankan kewajiban) puasa dari perempuan hamil dan perempuan menyusui.” (HR. Ahmad, Nasa’i, Abu Dawud)

Muhammad Ibn Ali Asy-Syaukaniy dalam Nail al-Autar menjelaskan, saat seorang perempuan hamil atau menyusui merasa ada kekhawatiran akan bahaya kebinasaan yang akan menimpanya atau anaknya kalau dia tetap berpuasa maka haram ia berpuasa.

Baca Juga:  Empat Hal yang Mungkin Kamu Ingin Tahu tentang Puasa

Aturan tentang tata cara mengganti puasa yang tertinggal ini para ulama berbeda pendapat Az-Zuhaily menjelaskan salam al-Fiqh al-Islamiy, menurut mazhab Hanafi, apabila ada perempuan hamil atau menyusui yang tidak berpuasa, maka keduanya wajib mengqada puasanya tersebut tanpa harus mengeluarkan fidyah. Sedangkan menurut mazhab Syafii dan Hambali, apabila keduanya tidak berpuasa lantaran mengkhawatirkan anaknya, maka keduanya wajib mengqada puasa dan juga membayar fidyah.

Problematika pertama perempuan saat puasa Ramdhan yakni hamil dan menyusui bisa diselesaikan dengan mengqada dan membayar fidyah puasa. Tapi, apabila fisik sang ibu dan anak kuat dalam menjalankan puasa, maka ada baiknya apabila menunaikan puasa. Hal perlu dicatat adalah puasa yang dijalankan jangan sampai karena paksaan.

Islam telah memudahkan, kini giliran kita yang memutuskan. Selain hamil dan menyusui, ada banyak problematika perempuan saat puasa Ramadhan yakni haid dan nifas, istihadah, pemakaian alat kontrasepsi, mencicipi makanan, memakan obat penunda haid, dan lain-lain yang akan dibahas di tulisan berikutnya.[]

Rekomendasi

tips menghindari overthingking tips menghindari overthingking

Problematika Perempuan Saat Puasa Ramadhan (Bagian 3)

Kesunnahan Iktikaf dan Ketentuan-Ketentuannya

Ini Tata Cara I’tikaf bagi Perempuan Istihadhah

malam jumat atau lailatul qadar malam jumat atau lailatul qadar

Doa Lailatul Qadar yang Diajarkan Rasulullah pada Siti Aisyah

Ditulis oleh

Tim Redaksi Bincang Muslimah

Komentari

Komentari

Terbaru

Kisah Hakim Perempuan yang Menangani Kasus Poligami di Malaysia Kisah Hakim Perempuan yang Menangani Kasus Poligami di Malaysia

Kisah Hakim Perempuan yang Menangani Kasus Poligami di Malaysia

Muslimah Talk

Baim-Paula: Yuk Kenali Istilah Nafkah Mut'ah, Nafkah Iddah, dan Nafkah Madhiyah! Baim-Paula: Yuk Kenali Istilah Nafkah Mut'ah, Nafkah Iddah, dan Nafkah Madhiyah!

Baim-Paula: Yuk Kenali Istilah Nafkah Mut’ah, Nafkah Iddah, dan Nafkah Madhiyah!

Kajian

Cara Membentuk Barisan Shalat Jama’ah Bagi Perempuan

Ibadah

The Queen’s Gambit: Representasi Diskriminasi pada Perempuan

Muslimah Daily

Hukum Mahar Menggunakan Emas Digital

Kajian

Tren Jual Beli Emas Digital, Bagaimana Hukumnya? Tren Jual Beli Emas Digital, Bagaimana Hukumnya?

Tren Jual Beli Emas Digital, Bagaimana Hukumnya?

Kajian

Hua Mulan: Mendobrak Stigma yang Mengungkung Perempuan

Diari

Beberapa Kesunahan 10 Muharram Beberapa Kesunahan 10 Muharram

Berserah Diri Kepada Allah Setelah Mengambil Keputusan Penting

Ibadah

Trending

Ini Tata Cara I’tikaf bagi Perempuan Istihadhah

Video

kedudukan perempuan kedudukan perempuan

Kajian Rumahan; Lima Pilar Rumah Tangga yang Harus Dijaga agar Pernikahan Selalu Harmonis

Keluarga

Fiqih Perempuan; Mengapa Perempuan sedang Haid Cenderung Lebih Sensi?

Video

Cara Membentuk Barisan Shalat Jama’ah Bagi Perempuan

Ibadah

Kisah Hakim Perempuan yang Menangani Kasus Poligami di Malaysia Kisah Hakim Perempuan yang Menangani Kasus Poligami di Malaysia

Kisah Hakim Perempuan yang Menangani Kasus Poligami di Malaysia

Muslimah Talk

Tuan Guru KH Zainuddin Abdul Madjid Tuan Guru KH Zainuddin Abdul Madjid

Tuan Guru KH Zainuddin Abdul Madjid: Pelopor Pendidikan Perempuan dari NTB

Kajian

tips menghindari overthingking tips menghindari overthingking

Problematika Perempuan Saat Puasa Ramadhan (Bagian 3)

Ibadah

Anjuran Saling Mendoakan dengan Doa Ini di Hari Raya Idul Fitri

Ibadah

Connect