BincangMuslimah.Com – Momen kurban yang terletak pada Idul Adha merupakan salah satu ibadah yang memiliki makna mendalam dalam Islam. Tidak hanya mencerminkan wujud ketaatan kepada Allah, lebih dari itu, kurban juga mengandung nilai-nilai sosial. Karena yang mengonsumsi hewan kurban tidak hanya orang yang melakukan ibadah. Tetapi juga orang lain khususnya bagi orang-orang yang menganggap daging adalah makanan yang sangat istimewa.
Sejarah dan Dalil Pensyariatan Kurban
Perlu kita ketahui, ada dua macam ibadah yang terdapat dalam Islam, yakni syar’u man qoblana (syariat yang diajarkan oleh nabi sebelum Nabi Muhammad) dan min khosoisi hazihil ummah (syariat yang dibawakan oleh nabi Muhammad dan belum pernah diajarkan sebelumnya. Kurban sendiri merupakan ibadah yang terkategorikan sebagai ibadah syar’u man qoblana. Pada awal sejarah, semua orang sudah mengetahui ibadah ini yakni kisah seorang ayah dan anak yang bernama Ibrahim dan Ismail.
Kisah dari ayah dan anak tersebut, yang keduanya merupakan nabi, Allah telah mengabadikannya di dalam Al-Quran Surah As-Saffat ayat 102-107. Kisah bermula dengan sang ayah yang menceritakan bahwa dia telah menyembelih Ismail di dalam mimpinya. Lalu Ismail dengan hati yang teguh menerima perintah Allah tersebut dengan lapang dada. Pada akhirnya, ketika sang ayah, Ibrohim, ingin menyembelih anaknya, Allah menggantinya dengan seekor domba.
Dalam Islam, Nabi Muhammad telah membawa ajaran ini dengan dasar Al-Quran yang berbunyi:
فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ
Artinya: Maka, laksanakanlah salat karena Tuhanmu dan berkurbanlah!
Dalam ayat tersebut, lafaz انحر menggunakan kalimat amr atau perintah yang mengandung makna kewajiban dalam tinjauan Ushul Fiqh. Namun dengan adanya dalil lain, yakni hadis Nabi, hukum kurban berubah menjadi sunah. (Zakaria Al-Anshari, Ghayah Al-Wushul)
كُتِبَ عَلَيَّ النَّحْرُ وَلَيْسَ بِوَاجِبٍ عَلَيْكُمْ
Artinya: Diwajibkan bagi saya (Muhammad) untuk berkurban namun tidak untuk kalian (umat Muhamad).
Dari ayat di atas, bukan hanya kesunahan melakukan kurban saja yang kita pahami, melainkan adanya perbedaan hukum antara kita dengan Nabi Muhammad. Hukum ibadah kurban bagi kita adalah sunah, sedangkan bagi nabi hukumnya wajib. Permasalahan ini serupa dengan kewajiban tahajud wajib bagi Nabi dan sunah bagi kita dan permasalahan nikah lebih dari 4 boleh bagi Nabi dan haram bagi kita.
Hikmah Berkurban
Jika melihat dari bahasa Arab, kurban berasal dari kata qariba – yaqrabu – qurban yang berarti dekat. Dengan demkian, bisa kita pahami bahwa tujuan dari kurban adalah mendekatkan diri kepada Allah. Tidak berhenti di sini, kurban juga bisa masuk kategori sebagai ibadah sosial. Karena pemilik hewan tidak boleh mengonsumsi seluruh daging dari hewan kurban sepenuhnya, melainkan wajib menyedekahkan sebagiannya. Dan yang paling utama adalah menyedekahkan seluruh daging dan menyisakan sedikit untuk pemilik hewan. Imam An-Nawawi bekara:
وَالْأَصَحُّ وُجُوبُ التَّصَدُّقِ بِبَعْضِهَا، وَالْأَفْضَلُ بِكُلِّهَا إلَّا لُقَمًا يَتَبَرَّكُ بِأَكْلِهَا.
Artinya: Menurut pendapat Al-Ashah (kuat) wajib untuk menyedekahkan sebagian daging kurban, dan yang paling utama adalah menyedekahkan semua kecuali menyisakan sesuap daging untuk dimakan pemilik hewan dengan tujuan mendapatkan berkah dari hewan yang telah disembelih. (An-Nawai, Minhaj At-Thalibin)
Dengan demikian, melakukan ibadah kurban juga melatih sifat keikhlasan, sebab daging tidak dikonsumsi sendiri oleh pemilik hewan. Hal ini juga menyadarkan diri atas kesombongan yang manusia miliki, Karena semua yang dimiliki manusia semata-mata adalah milik Allah dan kita tidak berhak untuk menyombongkan harta kita yang kita miliki. (Al-Khatib As-Syirbini, Mughni Al-Muhtaj)
Selain itu, melatih ketaatan kita sebagai seorang hamba merupakan hikmah yang luar biasa. Hal ini sebagaimana merujuk dari kisah singkat Nabi Ibrahim dan Nabi Islmail di atas.
1 Comment