BincangMuslimah.Com – Islam adalah agama yang mengatur segala aspek kehidupan manusia. Segala perintah ibadah yang ditujukan kepada orang-orang yang beriman juga tak lepas memperhatikan berbagai sisi. Salah satunya adalah perihal kesehatan. Saat seorang muslim yang tak bisa melaksanakan shalat dengan berdiri maka ia boleh duduk. Saat tak bisa duduk, ia boleh berbaring, dan seterusnya. Begitu juga ibadah puasa yang menjadi salah satu rukun Islam. Puasa mengatur siapa saja yang boleh tidak berpuasa saat Ramadhan dengan syarat diganti, baik qadha atau fidyah, atau qadha dan fidyah. Di sini penulis akan membahas cara mengqadha puasa bagi orang hamil.
Perihal qadha atau fidyah untuk puasa sudah diatur dalam syariat. Keringanan tentang bolehnya tidak berpuasa dan wajibnya mengqadha atau fidyah tercantum dalam surat Al-Baqoroh ayat 184:
مَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَّرِيْضًا اَوْ عَلٰى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ اَيَّامٍ اُخَرَ ۗ وَعَلَى الَّذِيْنَ يُطِيْقُوْنَهٗ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِيْنٍۗ
Artinya: maka barangsiapa di antara kamu sakit atau dalam perjalanan (lalu tidak berpuasa), maka (wajib mengganti) sebanyak hari (yang dia tidak berpuasa itu) pada hari-hari yang lain. Dan bagi orang yang berat menjalankannya, wajib membayar fidyah, yaitu memberi makan seorang miskin.
Dalam ayat tersebut, seorang muslim yang sakit atau dalam perjalanan diperintahkan untuk menggantinya di hari lain. Sedangkan muslim yang tidak kuat berpuasa seperti orang yang telah sepuh, orang hamil dan menyusui. Tidak diperbolehkan pula seorang muslim sengaja membatalkan puasanya tanpa alasan.
عن أبي هُرَيْرَةَ قالَ: قال رسولُ الله صلى الله عليه وسلم “مَنْ أفْطَرَ يَوْماً مِنْ رَمَضَانَ منْ غَيْرِ رُخْصَةٍ ولا مَرَضٍ لَمْ يَقْضِ عنهُ صَوْمُ الدّهْرِ كُلّهِ وإنْ صَامَهُ”. رواه الترمذي
Artinya: Dari Abu Hurairah, dia berkata, Rasulullah Shallallâhu ‘alaihi Wa Sallam bersabda, “Barangsiapa yang berbuka (tidak berpuasa) sehari di bulan Ramadlan tanpa mendapatkan rukhshoh (keringanan) dan juga tanpa adanya sakit, maka seluruh puasa yang dilakukannya selama setahun tidak dapat menimpalinya (membayarnya).” (HR.at-Tirmidzi)
Lantas, bagaimana ketentuan puasa bagi perempuan yang sedang hamil?
Syekh Wahbah Zuhaili dalam Fiqh al-Islam wa Adillatuhu memaparkan beberapa orang yang diperbolehkan membayar fidyah saja atau qadha saja untuk mengganti puasanya, atau mengqadha beserta fidyah. Salah satunya adalah perempuan hamil. Kebolehan perempuan tidak berpuasa atau membatalkan puasanya adalah disebabkan oleh dua hal. Pertama, karena khawatir akan kesehatannya sendiri. Kedua, karena kesehatan bayi yang dikandungnya. Sebab perempuan hamil butuh kandungan nutrisi yang cukup. Tapi lebih dari itu, perempuan hamil biasanya butuh perawatan yang lebih daripada perempuan yang tidak sedang hamil. Bahkan sering mengalami gangguan hormon yang berdampak pada mood dan kesehatan.
Bagi perempuan hamil yang khawatir akan keselamatan bayinya, maka ia diwajibkan untuk mengqadha beserta membayar fidyah. Tapi, jika ia hanya khawatir akan keselematan dirinya saja maka ia hanya wajib mengaqadha puasanya saja tanpa harus membayar fidyah. Demikian kesepakatan ulama mayoritas kecuali ulama mazhab Hanafi.
Surat Al-Baqoroh ayat 184 yang telah disebutkan ditafsiri menunjukkan keumuman ayat. Dikhsusukan bagi yang tidak mampu untuk membayar fidyah juga meliputi perempuan hamil.
Ibnu Abbas, salah satu sahabat Nabi menafsiri ayat ini dengan mengatakan bahwa ayat tersebut merujuk rukhsah untuk laki-laki atau perempuan yang sepuh, perempuan menyusui dan hamil. Adapun ulama Mazhab Hanafi tidak mewajibkan fidyah secara mutlak perempuan hamil dan menyusui yang tidak berpuasa berpegang pada dalil hadis Nabi dari Anas Bin Malik al-Ka’bi:
أن الله وضع عن المسافر شطر الصلاة وعن الحامل والمرضع الصوم
Artinya: “Sesungguhnya Allah telah memberikan keringanan bagi musafir untuk tidak mengerjakan setengah shalat dan bagi orang yang hamil serta menyusui untuk tidak berpuasa.” (Hadits Hasan riwayat Abu Daud, Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Nasai) Hadis ini berstatus hasan.
Ulama mazhab Hanafi menggunakan hadis ini sebagai hujjahnya. Mereka mengkategorikan sendiri perempuan hamil dan menyusui, bukan merujuk pada Alquran surat Al-Baqoroh ayat 184 yang menunjukkan keumuman ayat dengan narasi وَعَلَى الَّذِيْنَ يُطِيْقُوْنَهٗ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِيْنٍۗ ( Dan bagi orang yang berat menjalankannya, wajib membayar fidyah, yaitu memberi makan seorang miskin). Bagi mereka, ayat ini hanya mencakup orang yang sepuh dan tidak sanggup melaksanakan puasa.
Demikian pendapat mayoritas ulama dalam ketentuan cara mengganti puasa bagi perempuan yang hamil. Adapun pendapat yang berbeda dari kalangan ulama Mazhab Hanafi boleh saja diikuti, akan tetapi sebaiknya itu jadi pilihan terakhir jika memang tidak mampu membayar fidyah. Hal tersebut merupakan prinsip Ihtiyath (kehati-hatian) dalam melaksanakan perintah agama. Wallahu a’lam bisshowaab.