BincangMuslimah.Com – Ciputat, 19 November 2025 JISRA Indonesia yang terdiri dari PW Fatayat NU Jawa Barat, Jaringan Gusdurian, Nasyiatul Aisyiyah, Eco Bhinneka Muhammadiyah, Imparsial, Fahmina Institute Peace Generation, Institut Mosintuwu dan AMAN Indonesia dan Dian Interfidei secara resmi meluncurkan film dokumenter bertajuk “Namaku Perempuan” bersama Islami.co di Outlier Cafe, Ciputat pada Rabu 19 November 2025
Proses dan Cara Khas Perempuan Merawat KBB
Film ini adalah mozaik kisah perempuan-perempuan akar rumput dari berbagai daerah. Mereka dengan gigih merajut perdamaian, memperjuangkan kebebasan berkeyakinan, dan menepis kesalahpahaman.
Yuniyanti Chuzaifah, Ketua Komnas Perempuan (2010-2014) menjelaskan, film dokumenter ini lebih dari sekadar dokumentasi. Film ini merupakan upaya penyejarahan agensi dan pengetahuan perempuan di tengah sejarah yang maskulin.
Suara perempuan, katanya, adalah pengetahuan dan terekam dalam film dokumenter ini.
“Film ini merepresentasikan proses dan cara khas perempuan merawat KBB (Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan). Dokumenter ini merekam bahwa keberdayaannya luar biasa. Aktor-aktornya bukan tokoh yang sudah populer, atau diakui ditengah masyarakat yang justru menunjukkan inklusivitas kepemimpinan perempuan,” tambahnya.
Elik Ragil, filmaker dari Islami.co menuturkan tantangan dan semangat di balik layar. Apalagi film ini sendiri dibuat oleh banyak filmaker dari 10 lembaga yang tergabung dalam konsorsium JISRA Indonesia dan dipimpin oleh Fatayat NU Jawa Barat sebagai inisiator ide dan gagasan film dokumenter ini.
Menggabungkan ide dan visual dari 10 lembaga dengan segala kompleksitasnya, lanjut Elik, tidak mudah dan tantangan tersendiri.Elik lantas menjelaskan, tantangan terbesar dari bikin film ini adalah menyederhanakan cerita yang sebenarnya panjang dan kompleks dan traumatis diperas dalam narasi.
Elik menyebutkan bawhwa film ini menjadi produk bersama yang mampu menciptakan narasi perempuan dan pengetahuan di dalamnya.
Mutiara Pasaribu, Country Coordinator dari JISRA Indonesia mengatakan menjadi minoritas dan perempuan di Indonesia memang susah, diskriminasi yang dialami perempuan di Indonesia itu fakta. Ia mengatakan, kisah mereka juga begitu pedih, ditambah harus berjuang di jalan sepi, dan ketika berhasil dianggap tidak memiliki dampak besar.
Adanya film ini dengan harapan dapat menjadi pengingat akan”invisible pearl” atau mutiara yang terabai. Menjadi ajaran kasih, kesetaraan, dan kearifan dari berbagai kelompok keyakinan yang selama ini tersembunyi di balik narasi konflik
“Namaku Perempuan: Suara dari Sisi Batas Keyakinan”
Film ini adalah upaya menyelami kehidupan perempuan seperti Azizah (eksponen Syiah), Antoneta Batuwael (guru dari Eco Bhinneka Muhammadiyah), Irmawati (fasilitator Sekolah Pembaharu Desa di Poso), Laurensia Iıta Indrawati (aktivis Gusdurian Cilegon) dan yang lainnya.
Tidak hanya menampilkan perempuan sebagai mahluk lemah. Tetapi sebagai “orang” yang memiliki daya dan strategi untuk memperjuangkan keyakinan mereka. Film Namaku Perempuan mengungkap kerja-kerja perempuan yang selam ini dianggap biasa saja padahal ber-impact besar.
Menceritakan pengalaman terkadang sangat menyulitkan. Apalagi ketika masyarakat masih menganggap cerita ataupun pengalaman perempuan adalah cerita yang biasa saja, tidak ada yang heroik dari kisah perjuangan perempuan.

2 Comments