BincangMuslimah.Com- Dalam kitab-kitab fikih klasik, nikah secara hakikat berarti akad itu sendiri. Sedangkan secara majaz (makna kedua) nikah berarti wathi’ (berhubungan badan). Ini menegaskan bahwa hubungan badan dalam pernikahan menjadi perkara yang lazim. Bahkan tidak menutup kemungkinan seseorang menikah dengan tujuan wathi’.
Meskipun berhubungan badan merupakan hal yang lazim dalam pernikahan, tetapi ada beberapa waktu yang dilarang untuk melakukannya. Setidaknya ada empat waktu yang tidak boleh untuk berhubungan badan menurut Al-Qur’an.
Ketika Berpuasa dan Beritikaf
Pertama, siang hari pada saat keduanya berpuasa. Baik di bulan Ramadhan atau di selain bulan Ramadhan sampai masuk waktu maghrib (buka puasa).
Kedua, berhubungan dengan istri pada saat seseorang sedang beri’tikaf di masjid. Mengenai dua hal di atas Allah berfirman dalam Al-Qur’an surah al-Baqarah [187]:
أُحِلَّ لَكُمْ لَيْلَةَ ٱلصِّيَامِ ٱلرَّفَثُ إِلَىٰ نِسَآئِكُمْ ۚ هُنَّ لِبَاسٌ لَّكُمْ وَأَنتُمْ لِبَاسٌ لَّهُنَّ ۗ عَلِمَ ٱللَّهُ أَنَّكُمْ كُنتُمْ تَخْتَانُونَ أَنفُسَكُمْ فَتَابَ عَلَيْكُمْ وَعَفَا عَنكُمْ ۖ فَٱلْـَٰٔنَ بَٰشِرُوهُنَّ وَٱبْتَغُوا۟ مَا كَتَبَ ٱللَّهُ لَكُمْ ۚ وَكُلُوا۟ وَٱشْرَبُوا۟ حَتَّىٰ يَتَبَيَّنَ لَكُمُ ٱلْخَيْطُ ٱلْأَبْيَضُ مِنَ ٱلْخَيْطِ ٱلْأَسْوَدِ مِنَ ٱلْفَجْرِ ۖ ثُمَّ أَتِمُّوا۟ ٱلصِّيَامَ إِلَى ٱلَّيْلِ ۚ وَلَا تُبَٰشِرُوهُنَّ وَأَنتُمْ عَٰكِفُونَ فِى ٱلْمَسَٰجِدِ ۗ تِلْكَ حُدُودُ ٱللَّهِ فَلَا تَقْرَبُوهَا ۗ كَذَٰلِكَ يُبَيِّنُ ٱللَّهُ ءَايَٰتِهِۦ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَّقُونَ
Artinya: “Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan isteri-isteri kamu; mereka adalah pakaian bagimu, dan kamupun adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi maaf kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka dan ikutilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu. Dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam, (tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri’tikaf dalam mesjid. Itulah larangan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, supaya mereka bertakwa.”
Berpuasa dan i’tikaf di masjid tujuan utamanya adalah mendekatkan diri kepada Allah SWT. Dengan demikian maka larangan suami-istri berhubungan badan pada dua waktu di atas karena bertentangan dengan tujuan utama dari berpuasa dan i’tikaf. Bahkan dalam konteks puasa, ketika suami-istri melakukan wathi’ di siang hari (saat puasa) mereka harus membayar kifarat dengan berpuasa selama dua bulan secara berturut-turut atau dengan memberi makan kepada 60 orang fakis miskin.
Istri Sedang Haid
Ketiga, berhubungan badan pada saat istri dalam keadaan haid. Hal ini sebagaimana penjelasan dalam Al-Qur’an surah al-Baqarah [222]:
وَيَسْـَٔلُونَكَ عَنِ ٱلْمَحِيضِ ۖ قُلْ هُوَ أَذًى فَٱعْتَزِلُوا۟ ٱلنِّسَآءَ فِى ٱلْمَحِيضِ ۖ وَلَا تَقْرَبُوهُنَّ حَتَّىٰ يَطْهُرْنَ ۖ فَإِذَا تَطَهَّرْنَ فَأْتُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ أَمَرَكُمُ ٱللَّهُ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ يُحِبُّ ٱلتَّوَّٰبِينَ وَيُحِبُّ ٱلْمُتَطَهِّرِينَ
Artinya: “Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah: “Haidh itu adalah suatu kotoran”. Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haidh; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.”
Melaksanakan Ihram
Keempat, berhubungan badan pada saat ihram, baik ihram haji atau umroh. Sebagaimana penjelasan dalam Al-Qur’an surah al-Baqarah [197]:
ٱلْحَجُّ أَشْهُرٌ مَّعْلُومَٰتٌ ۚ فَمَن فَرَضَ فِيهِنَّ ٱلْحَجَّ فَلَا رَفَثَ وَلَا فُسُوقَ وَلَا جِدَالَ فِى ٱلْحَجِّ ۗ وَمَا تَفْعَلُوا۟ مِنْ خَيْرٍ يَعْلَمْهُ ٱللَّهُ ۗ وَتَزَوَّدُوا۟ فَإِنَّ خَيْرَ ٱلزَّادِ ٱلتَّقْوَىٰ ۚ وَٱتَّقُونِ يَٰٓأُو۟لِى ٱلْأَلْبَٰبِ
Artinya: “(Musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi. Barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh rafats, berbuat fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji. Dan apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya. Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa dan bertakwalah kepada-Ku hai orang-orang yang berakal.”
Imam Ali Ash-Sobuni dalam kitab tafsir Rawaai’ al-Bayan secara umum beliau menjelaskan ayat di atas bahwa tidak boleh suami mendatangi istrinya untuk bersenang-senang atau berhubungan badan.
Dengan penjelasan di atas, dapat terlihat bahwa sebenarnya Al-Qur’an tidak menyebutkan waktu tertentu untuk melakukan hubungan badan, apakah pagi, siang, sore, atau malam, kecuali pada empat waktu sebagaimana dalam pembahasan di atas. Semoga bermanfaat. Wallahu A’lam.

10 Comments