BincangMuslimah.Com- Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) bagaikan hal biasa yang terjadi di Indonesia. Banyak kasus KDRT yang mencuat ke publik memperlihatkan bagaimana para istri mendapatkan tindak kekerasan dari suaminya. Entah itu karena alasan selisih paham, pertengkaran hebat ataupun karena karakter suami yang memang temperamen.
Namun, di antara laporan kasus KDRT yang bertujuan mengusut kesalahan suami dan memberinya sanksi hukum, banyak perempuan yang memilih untuk mencabut kembali laporannya karena memikirkan anak dan masih ada rasa cinta.
Kisah Tsabit bin Qais dan Istrinya
Keputusan seperti ini mungkun memang kontroversial. Bagaimana tidak, seorang istri yang sudah disakiti suaminya baik dalam bentuk fisik maupun perasaan kemudian memaafkan begitu saja sang suami tanpa menerima keadilan terlebih dahulu karena memikirkan anak dan masih mencintai sang suami. Lantas bagaimana tanggapan Islam tentang sikap yang seharusnya perempuan ambil ketika terkena KDRT dari suaminya?
Dalam membahas tentang bagaimana sikap yang seharusnya perempuan ambil saat menjadi korban KDRT, kita bisa mengambil ibrah dari kisah perjalanan kehidupan pernikahan di masa Rasulullah ataupun nabi-nabi terdahulu. Di antaranya adalah kisah tentang Habibah binti Sahal istri dari sahabat Tsabit bin Qais dan Asiyah istri Fir’aun.
Pertama, rumah tangga Tsabit bin Qais dan istrinya. Sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ المُبَارَكِ المُخَرِّمِيُّ، حَدَّثَنَا قُرَادٌ أَبُو نُوحٍ، حَدَّثَنَا جَرِيرُ بْنُ حَازِمٍ، عَنْ أَيُّوبَ، عَنْ عِكْرِمَةَ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا، قَالَ: جَاءَتْ امْرَأَةُ ثَابِتِ بْنِ قَيْسِ بْنِ شَمَّاسٍ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَتْ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، مَا أَنْقِمُ عَلَى ثَابِتٍ فِي دِينٍ وَلَا خُلُقٍ، إِلَّا أَنِّي أَخَافُ الكُفْرَ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «فَتَرُدِّينَ عَلَيْهِ حَدِيقَتَهُ؟» فَقَالَتْ: نَعَمْ، فَرَدَّتْ عَلَيْهِ، وَأَمَرَهُ فَفَارَقَهَا
“Telah mengabarkan kepada kami Muhammad bin Abdullah bin Mubarak al-Mukharrimy, mengabarkan kepada kami Jarir bin Hazim dari Ayyub dari Ikrimah dari Ibn Abbar ra. ia berkata telah datang istri Tsabit bin Qais bin Syammas kepada Rasulullah SAW lalu ia berkata, wahai Rasulullah saya tidak menyalahkan Tsabit bin Qais dalam masalah agama ataupun karakternya kecuali saya takut menjadi kufur atas nikmat Allah. Rasulullah bersabda maukah kamu mengembalikan kebunnya kepadanya? Lalu ia berkata, iya. Lalu ia mengembalikan kebun tersebut kepada suaminya dan Rasulullah menyuruh si suami untuk menceraikannya.”
Di dalam riwayat lain, pengaduan ini muncul karena Tsabit bin Qais pernah memukul istrinya sebagaimana dalam riwayat Rubai’ binti Mu’awwidz bin ‘Afra’. Kemudian menyelesaikan perlakuan buruk si suami kepada istri ini dengan jalan perceraian dengan syarat si istri memberikan sebagian harta. Dalam fikih istilah harta tersebut ialah khulu (harta dari istri kepada suami sebagai tebusan untuk melepaskan istri dari ikatan pernikahan).
Kisah Asiyah Istri Fir’aun
Kedua, kisah tentang Asiyah istri Fir’aun. Sebagaimana yang kita ketahui bahwa Fir’aun adalah pemimpin yang sangat kejam dan otoriter. Baik kepada rakyatnya maupun keluarganya termasuk sang istri, Asiyah. Sering kali asiyah mendapatkan perlakuan kasar dari Fir’aun namun ia tetap bersabar dengan perlakuan tersebut. Sehingga Dr. M. Wahdan, salah satu professor di universitas al-Azhar pernah mengatakan:
قال الدكتور محمد وهدان، الأستاذ بجامعة الأزهر، إن الزوجة التي تصبر على سوء خلق زوجها يعطيها الله تعالى مثلما أعطى آسية زوجة فرعون، حيث رزقها الله تعالى بيتًا في الجنة تتنعم فيه.
“Dr. Muhammad Wahdan, seorang professor di universitas al-Azhar pernah berkata, sesungguhnya perempuan yang sabar atas perlakuan buruk suaminya, maka Allah akan memberikan kepadanya semisal pemberian Allah kepada Asiyah istri Fir’aun. Sekiranya ia akan Allah berikan rizki berupa rumah di surga dimana ia bisa mendapatkan kenikmatan di dalam rumah tersebut.”
Dari kedua kisah ini kitah bisa belajar bahwa dalam menjalani kehidupan berumah tangga. Saat istri mendapatkan perlakuan KDRT dari sang suami maka ia boleh memilih antara bercerai atau tetap bertahan dengan bersabar dalam menjalani pernikahannya. Dalam hal ini keduanya bisa menjadi hal yang mulia.
Berpisah bisa jadi mulia ketika perempuan menyelamatkan diri dari kekejian suami yang sudah tidak tertahankan. Sedangkan bertahan bisa jadi mulia sebab perempuan dengan sabar dan ikhlas menerima perangai suaminya. Di samping terus berdoa agar suaminya berubah dan mendapatkan keluarga yang damai.
5 Comments