BincangMuslimah.Com – Baru-baru ini ramai di pemberitaan terkait temuan komunitas Facebook yang berisikan pengalaman ‘melecehkan’ anak di bawah umur. Yang membuat bulu kuduk meremang adalah pelaku adalah orang tua, atau bertalian darah dengan korban. Tidak sampai di sana, berita tersebut menampilkan jika grup Facebook tersebut berisikan orang-orang yang memiliki fantasi seksual dengan keluarga sekandung.
Secara blak-blakan, anggota di grup ini mendeskripsikan kejahatan keji yang sudah mereka lakukan, lalu mengunggah foto korban yang notabene masih anak-anak di bawah umur. Sulit dipercaya, dari unggahan mereka tersebut, diduga korban kemungkinan masih bayi atau berusia di bawah lima tahun.
Mengerikannya, grup komunitas yang berada di Facebook ini telah memiliki lebih 30 ribu anggota. Isi posting-an di dalamnya menjadi tanda adanya penyimpangan seksual yang terjadi di sekitar kita. Dan anggota yang bergabung di dalamnya berani sekaligus mendukung penyimpangan seksual tersebut.
Pemberitaan ini telah menjadi pusat perhatian bagi ribuan masyarakat. Karena grup ini mengandung niat yang keji dan membahayakan anak di bawah umur. Tidak sedikit netizen yang mendesak pihak kepolisian untuk mengusut temuan ini dengan serius. Terlebih pelecehan seksual adalah pelanggaran serius yang bisa mengancam hak dan keamanan anak, baik secara fisik dan psikis.
Temuan kasus grup ini juga menjadi pertanda ancaman eksploitasi dan kekerasan seksual pada anak, tidak hanya di lingkungan publik, tapi juga ranah privat seperti rumah. Ironinya, niat jahat ini pun ditunjukkan secara terang-terangan lewat unggahan media sosial. Dan tentu saja, bisa dilihat oleh seluruh kalangan. Akan sangat disayangkan jika kasus ini tidak mendapat perhatian serius bagi instansi terkait.
Sinyal Rumah Belum jadi Ruang Aman untuk Anak
Tidak hanya geram, keberadaan grup Facebook yang berisi para ‘predator’ ini mungkin telah mengguncangkan hati sebagian besar masyarakat kita. Bagaimana penyimpangan hingga kekerasan seksual yang mengarah pada pedofilia hingga inses ini ternyata bisa ditemukan di rumah. Di mana rumah seharusnya menjadi ruang aman untuk anak-anak.
Orang-orang di dalam rumah yang seharusnya memberikan kasih sayang, kenyamanan dan keamanan justru berpotensi menjadi ‘predator’. Tentu kita tidak bisa membayangkan, mata kecil penuh pengharapan dari mereka harus meredup ulah para pelaku yang tidak memiliki perasaan.
Masa depan anak-anak tersebut pun berisiko tercerabut dari orang yang harusnya menjadi pelindung mereka. Bagaimana anak bisa tumbuh kembang dengan baik jika ancaman ada di dekat mereka. Tentunya pemberitaan di atas menjadi catatan buruk di perayaan Hari Keluarga Internasional yang selalu setiap 15 Mei ini. Lantas bagaimana menciptakan ruang yang aman bagi anak? Tentu pertanyaan ini menjadi sebuah masalah yang sulit dijawab dan diimplementasikan.
Namun, sudah sepatutnya memprioritaskan kesiapan orang dewasa sebelum menjadi orang tua rasa-rasanya. Tidak hanya kematangan secara fisik dan mental, sebagai orang dewasa, juga tidak perlu ragu meminta pertolongan pada ahlinya jika merasa memiliki ‘kerentanan’ secara kejiwaan.
Orang tua juga harus sadar betul jika ‘menghadirkan’ anak di tengah-tengah kita melahirkan tanggung jawab baru untuk melindungi anak dari kekerasan. Dan memastikan anak mendapatkan dukungan perkembangan fisik, emosi dan sosial mereka.
Selain itu, keluarga atau orang dewasa di sekitar anak dituntut untuk adaptif dan melek dengan perkembangan teknologi saat ini. Terakhir, orang tua juga didesak untuk menciptakan ruang aman di dunia digital bagi anak dan mampu menavigasi diri saat mereka berselancar di dunia maya.
Rekomendasi

2 Comments