BincangMulsimah.Com- Film Home Sweet Loan tengah menjadi perbincangan masyarakat beberapa pekan ini. Pasalnya film yang bintangi oleh Yunita Siregar, Derby Romero, Risty Tagor, dan Fitra Anggraini ini mempunyai alur cerita yang relate dengan kehidupan sosial sebagian masyarakat saat ini, terutama muda-mudi yang menjadi generasi sandwich di keluarganya.
Home Sweet Loan mengisahkan kehidupan Kaluna (Yunita Siregar), seorang pegawai kantoran yang datang dari kalangan mengenah bawah. Ia memiliki mimpi mempunyai rumah untuk pulang. Kaluna ingin pulang dengan nyaman ke rumah miliknya sendiri, sebagaimana gambaran orang dewasa sukses harapan banyak orang. Di samping itu karena ia ingin bebas dari keluarganya yang toxic.
Sebagai anak generasi sandwich, ia menghadapi tantangan besar dalam mengejar impiannya tersebut, dengan gaji ala kadarnya, ia masih harus menanggung semua kebutuhan orang tuanya. Bahkan kedua kakaknya yang telah menikah dan memiliki anak, terkadang juga bergantung kepadanya.
Dilema yang dihadapi Kaluna, antara mengejar cita-cita pribadi dan memenuhi kebutuhan keluarga- adalah tema yang sangat relevan dalam konteks kehidupan yang dialami oleh tiap individu saat ini. Melalui dinamika perjalanan Kaluna dalam Film Home Sweet Loan kita dapat mengambil banyak hal, khususnya dalam artikel ini akan membahas tentang keluarga.
Tanggung Jawab dalam Keluarga
Pelajaran hidup pertama dari film Home Sweet Loan ini adalah tentang tugas dan tanggung jawab dalam keluarga. Salah satunya, dalam flim ini memotret isu parentifikasi sosok Kaluna, anak yang mendapat tanggung jawab untuk menggantikan tugas orang tua, menjadi tulang punggung dan penafkah serta pengurus utama keluarga.
Alquran memang mengajarkan manusia untuk berbakti kepada kedua orang tua. Sebagaimana dalam surah Luqman ayat 14-15, Allah memerintahkan untuk berbakti kepada orang tua dalam segala hal. Adapun bentuk bakti anak terhadap orang tua di antaranya dalam bentuk nafkah.
Syekh Taqiyyudin dalam Kitab Kifayatul Akhyar h. 577 menjelaskan, memberi nafkah kepada orang tua menjadi wajib, ketika sang anak mendapat kelapangan rezeki. Jika anak itu tidak memiliki kelebihan harta, maka ia tidak berkewajiban apapun atas nafkah kedua orang tuanya.
Dlam kitabnya, Fathul Mujib Qarib h. 169, Kiai Afifuddin menambahkan bahwa tidak wajib bagi anak menafkahi orang tuanya, meskipun bapak-ibunya tidak mampu (fakir) namun sehat, waras, dan gagah, ataupun menderita sakit kronis tetapi memiliki cukup harta. Meski demikian, seorang anak tetap harus berbakti kepada kedua orang tuanya sesuai dengan kondisi keuangannya, artinya tidak perlu memaksakan diri untuk memenuhi semua keinginan keluarganya.
Namun, dalam film menyoroti isu parentifikasi dan beban berat yang Kaluna almi terlalu berlebihan. Sehingga berdampak pada masalah emosional bagi dirinya, sebagai seorang anak. Seperti yang dirasakan Kaluna, yaitu mulai dari kecemasan, kekecewaan, kemarahan dan kesedihan.
Perintah Bersikap Adil terhadap Anak
Kemudian pelajaran sebagai orang tua, dalam film ini menggambarkan orangtua Kaluna yang menunjukkan sikap pilih kasih kepada dua kakak Kaluna dalam bentuk hak dan tanggungjawab yang tidak setara antara ketiga anak. Realitanya, banyak orangtua yang tanpa sadar bersikap tidak adil pada anak-anaknya. Padahal sikap pilih kasih ini dapat merugikan anak, menciptakan hubungan tidak baik antar saudara, seperti yang Kaluna dan kedua kakaknya alami. Tekanan emosional dan harga diri yang rendah, juga sikap anak favorit yang cenderung “seenaknya”.
Islam melarang perlakuan tersebut dan tak boleh memngabaikannya. Sebagaimana Rasulullah pernah bersabda kepada orang tua dan memerintahkannya untuk bersikap adil dan tidak pilih kasih terhadap anak kesayangan, baik karena anak tertua, anak terakhir, anak berprestasi, anak paling saleh, dan lainnya.
Dalam sebuah hadits riwayat Nu’man bin Basyir, suatu ketika ayahnya datang membawanya kepada Rasul dan berkata: “Sungguh aku telah memberi pemberian berupa seorang budak milikku kepada anakku ini.” Kemudian Rasulullah bersabda: “Apakah semua anakmu kau beri seperti (anakmu) ini?”
Dia menjawab: “Tidak.” Maka Rasulullah bertanya: “Apakah engkau senang apabila mereka (anak-anakmu) semuanya berbakti kepadamu dengan sama?” Dia menjawab: “Aku mau (wahai Rasulullah).” Lalu Rasulullah bersabda: “Kalau begitu, jangan kau lakukan (pilih kasih).” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dalam riwayat lain Rasulullah pernah berwasiat, bahkan mengulangnya hingga tiga kali, beliau bersabda: “Adillah kepada anakmu, adillah kepada anakmu, adillah kepada anakmu!” (HR. Abu Dawud, Nasa’i, dan Ibnu Hibban)
Dampak Terlalalu Memanjakan Anak
Di samping itu, sikap orang tua yang memanjakan anak favorit tadi, dapat menimbulkan berbagai masalah, baik untuk anak itu sendiri maupun untuk dinamika keluarga secara keseluruhan. Anak yang tidak diajarkan untuk mandiri dan bertanggung jawab cenderung kesulitan menghadapi tantangan di kehidupan sehari-hari. Mereka mungkin merasa tidak mampu mengelola tugas-tugas sederhana, dan bisa mengembangkan sikap egois atau kurang empati terhadap anggota keluarga lainnya.
Selain itu, jika orang tua terus menerus memberikan dispensasi, hal ini bisa menimbulkan kecemburuan dan ketegangan antara saudara-saudara. Mereka yang merasa diperlakukan tidak adil bisa merasa diabaikan, dan hal ini dapat merusak hubungan antar anggota keluarga. Oleh karena itu, penting bagi orang tua untuk menciptakan keseimbangan dalam pengasuhan, memberikan perhatian yang adil kepada semua anak, serta mendorong kemandirian dan tanggung jawab sesuai dengan usia mereka. Wallah a’lam.[]
6 Comments