BincangMuslimah.Com- Perayaan Maulid Nabi merupakan kesempatan untuk merenungkan kembali berbagai ajaran mulia dari Nabi Muhammad, termasuk di antaranya perihal kemanusian perempuan. Sebagai teladan yang mulia, beliau saw telah mengajarkan pentingnya menghormati dan memuliakan perempuan.
Dalam masyarakat pra-Islam sering menempatkan perempuan pada posisi yang sangat rendah. Mereka tidak ada rasa untuk memanusiakan perempuan terlebih memuliakan dan menghormatinya, masyarakat mudah sekali untuk melakukan adhal (perbuatan aniaya) terhadap kaum perempuan. Seperti menganggap perempuan sebagai properti sehingga dapat memperjualbelikan atau bahkan mewarikannya.
Sebagaimana penjelasan dari Ibnu Abbas, di antara bentuk adhal terhadap perempuan yang berlaku dalam tradisi Arab Jahiliyah pra-Islam seperti perempuan yang ditinggal mati oleh suaminya. Wanita tersebut kemudian menjadi benda warisan di kalangan keluarga mendiang suami. Boleh menikahkan perempuan (secara paksa) oleh ahli waris mendiang suami dengan maksud mewarisi harta si perempuan jika ia meninggal.
Selain itu, bisa juga membiarkan perempuan menjanda sampai meninggal dan kemudian mewarisi hartanya. Perempuan dikawinkan dengan seseorang dan maharnya diambil oleh ahli waris mendiang suami. Perempuan boleh menikah dengan pilihannya dengan syarat harus membayar sejumlah harta kepada keluarga mendiang suami sebagai tebusan atas dirinya.
Praktik-praktik tersebut mencerminkan pandangan yang sangat merendahkan terhadap perempuan dan mengabaikan hak-hak mereka sebagai manusia.
Nabi Muhammad Mengangkat Status Sosial Perempuan
Kehadiran Nabi Muhammad, yang sangat dihormati dan dihargai, tanpa ragu merupakan peristiwa yang membawa revolusi besar terhadap kemanusiaan perempuan. Termasuk tradisi tidak bermoral tersebut, Nabi berhasil merombak praktik-praktik itu dan memberikan hak yang adil kepada perempuan.
Melalui petunjuk Alquran, beliau saw secara tegas menyampaikan keharaman berbuat adhal kepada perempuan. Allah berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا يَحِلُّ لَكُمْ أَنْ تَرِثُوا النِّسَاءَ كَرْهًا وَلَا تَعْضُلُوهُنَّ لِتَذْهَبُوا بِبَعْضِ مَا آتَيْتُمُوهُنَّ إِلَّا أَنْ يَأْتِينَ بِفَاحِشَةٍ مُبَيِّنَةٍ وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ فَإِنْ كَرِهْتُمُوهُنَّ فَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَيَجْعَلَ اللَّهُ فِيهِ خَيْرًا كَثِيرًا (النساء،19)
“Hai orang-orang yang beriman tidak halal bagi kamu mempusakai perempuan dengan jalan paksa, dan janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, kecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata….” (Q.S. An-Nisa’ [4]: 19).
Nabi Muhammad mengajarkan bahwa tidak boleh memperlakukan perempuan sebagai benda yang dapat diwariskan, melainkan sebagai individu dengan hak dan martabat. Larangan perlakuan adhal dalam warisan perempuan sejalan dengan apa yang tercantum pada ayat di atas.
Surah an-Nisa ayat 19 berbicara tentang kewajiban memberikan mahar kepada perempuan sebagai hak mereka dan menekankan pentingnya perlakuan adil terhadap mereka.
Menegakkan Keadilan dan Menghapuskan Penindasan terhadap Perempuan
Dengan ajaran Nabi, menghapuskan dan menggantikan praktik yang menjadikan perempuan sebagai benda warisan dengan prinsip keadilan yang lebih besar. Seperti pernah beliau tegaskan bahwa perempuan memiliki hak penu. Salah satunya seperti hak mereka untuk mendapatkan bagian yang adil dari warisan sebagaimana penjelasan dalam Alquran.
Hal ini tampak pada firman Allah dalam surat An-Nisa’ ayat 7:
لِّلرِّجَالِ نَصِيبٞ مِّمَّا تَرَكَ ٱلۡوَٰلِدَانِ وَٱلۡأَقۡرَبُونَ وَلِلنِّسَآءِ نَصِيبٞ مِّمَّا تَرَكَ ٱلۡوَٰلِدَانِ وَٱلۡأَقۡرَبُونَ مِمَّا قَلَّ مِنۡهُ أَوۡ كَثُرَۚ نَصِيبٗا مَّفۡرُوضٗا
“Bagi laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan kedua orang tua dan kerabatnya, dan bagi perempuan ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan kedua orang tua dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bagian yang telah ditetapkan” (Q.S. An-Nisa [4]: 7)
Ayat ini turun untuk menyerukan keadilan laki-laki dan perempuan dalam hak waris, sekaligus memberantas tradisi Jahiliyyah yang menindas perempuan. Menurut ulama pada masa Arab Jahiliyah dahulu hanya memberikan harta waris kepada golongan laki-laki. Argumen mereka berlandaskan karena laki-laki yang menanggung dan menghasilkan ekonomi.
Kemudian ayat ini menegaskan bahwa perempuan juga berhak mendapat harta waris karena mereka juga memiliki andil yang cukup besar dalam kehidupan bersama. Nabi Muhammad bahkan memastikan bahwa harus mengimplementasikan aturan mengenai hak waris perempuan dengan benar. Sebagaimana dalam sebuah hadits, “Barang siapa yang menghalangi bagian waris, maka Allah akan menghalangi dia dari mendapatkan bagian di surga pada hari kiamat.” (HR. Abu Dawud dan Ibn Majah).
Hal ini menjadi salah satu langkah transformasi yang Nabi Muhammad lakukan untuk terus menegakkan keadilan sosial dan ekonomi. Pada saat yang sama kritik tersebut juga pada dasarnya ingin mempertegas kemanusiaan perempuan dan juga harus menghargai tugas-tugas mereka, sekecil apapun.
Ibrah dari Maulid Nabi dan Revolusi Kemanusiaan Perempuan
Sayangnya, setelah Nabi Muhammad tiada, budaya jahiliyah yang mendiskriminasi perempuan, tidak memerdulikan kehormatan, serta megabaikan hak-hak perempuan mulai tumbuh kembali. Bahkan puteri Nabi sendiri mengalami hal ini.
Sayyidah Fatimah Az-Zahra menjadi korban yang dirampas hak-haknya. Ia juga sering mendapat ketidakadilan dan puncaknya ketika Abu Bakar mengklaim tanah perempuan mulia tersebut di Fadak sebagai tanah negara. Keputusan pemerintah untuk merebut haknya dan menetapkan bahwa keluarga Nabi tidak berhak menerima warisan, mungkin adalah sebuah konspirasi yang ganjil.
Praktik korup atas hak perempuan mulai hidup kembali setelah sang pembawa risalah wafat, dan terus berkembang di tengah masyarakat Islam. Oleh karena itu, refleksi atas kelahiran Nabi Muhammad harus berfungsi sebagai kesempatan bagi kita untuk mengambil motivasi dari ajaran dan tindakan Nabi Muhammad yang menghormati hak dan martabat perempuan.
Dengan merenungi ajaran Nabi Muhammad sebagai teladan utama, menjadi kesadaran pada diri untuk tidak hanya berhenti meneladaninya pada momen-momen tahunan seperti ini, namun kita harus menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Tanggung jawab ini meluas melampaui hubungan keluarga, mencakup interaksi sosial, upaya pendidikan, pekerjaan, dan berbagai aspek kehidupan lainnya.
Selamat Hari Maulid Nabi Muhammad saw 1446 H
1 Comment