BincangMuslimah.Com – Salah satu syarat sahnya shalat adalah bersihnya tempat dan pakaian dari najis. Untuk itu, sebelum melaksanakan shalat, hal yang perlu dipastikan adalah apakah terdapat najis atau tidak. Najis adalah segala kotoran yang dianggap bisa menghalangi ibadah kepada Allah. Beberapa hal yang seringkali dianggap penghalang shalat adalah ludah, upil, riak, ingus, atau segala kotoran yang keluar dari hidung atau mulut karena dianggap najis.
Ludah, upil, riak, dan segala kotoran dari hidung atau mulut adalah kotoran yang dianggap menjijikan. Namun, segala yang dianggap kotor belum tentu najis dan bisa menghalangi diri dari ibadah. Disebutkan dalam sebuah hadis shahih Muslim bahwa Rasulullah pernah meludah saat shalat,
حدثنا عبيد الله بن معاذ العنبري حدثنا أبي حدثنا كهمس عن يزيد بن عبد الله بن الشخير عن أبيه قال صليت مع رسول الله صلى الله عليه وسلم فرأيته تنخع فدنكها بنعله
Artinya: Telah menceritakan kepada kami ‘Ubaidillah bin Mu’adz Al ‘Anbariy yang berkata telah menceritakan ayahku yang berkata telah menceritakan kepada kami Kahmas dari Yazid bin ‘Abdullah bin Asy Syikhkhiir dari Ayahnya yang berkata aku shalat bersama Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] dan aku melihat Beliau meludah kemudian menggosok-gosoknya dengan sandal-nya [Shahih Muslim no 554]
Hadis ini hanya mengindikasikan etika meludah saat shalat, bukan menganggapnya najis. Hal itu terbukti dari bagaimana Nabi meludah dan menggosok-gosoknya dengan sandal yang ia pakai saat shalat. Kalau ludah itu najis, maka Nabi tidak akan menggosok-gosok ludahnya dengan sandalnya.
Bahkan dalam riwayat lain, Nabi pernah meludah di bajunya saat shalat lalu mengusapnya ke bagian lain dari bajunya.
وعن أبي هريرة رضي الله عنه أن رسول الله صلى الله عليه وسلم { رأى نخامة في قبلة المسجد فأقبل على الناس فقال : ما لأحدكم يقوم مستقبلا ربه فيتنخع أمامه ، أيحب أحدكم أن يستقبل فيتنخع في وجهه ؟ فإذا تنخع أحدكم فليتنخع عن يساره تحت قدمه ، فإن لم يجد فليقل هكذا – فتفل في ثوبه ثم مسح بعضه على بعض ” رواه مسلم
Artinya: Dari Abu Hurairah r.a berkata sesungguhnya Rasulullah melihat ada ludah di arah kiblat di masjid lalu ia menghadap para jamaah dan berkata, “tidakkah salah satu di antara kalian yang berdiri menghadap kiblat untuk beribadah kepada Tuhannya lalu meludah ke arah kiblat, apakah kalian suka jika ada orang yang meludah di depan wajah seseorang? Apabila salah satu dari kalian meludah maka meludahlah ke arah kiri di bawah telapak kaki. Jika tidak menemukan tempat untuk meludah, maka lakukanlah ini.” Lalu Nabi mengilustrasikannya dengan meludahi bajunya dan menggosokkannya ke bagian yang lain. (HR. Muslim)
Hadis ini juga dimaknai bahwa Nabi menunjukkan ludah itu tidak najis. Dalam Syarah al-Muhadzdzab karya Imam Nawawi bahwa hadis-hadis ini juga menunjukkan bahwa meludah di lantai masjid apalagi ke arah kiblat adalah sesuatu yang tercela meskipun tidak berdosa apalagi membatalkan shalat.
Dengan demikian, ludah, upil, dan kotoran yang berasal dari mulut dan hidung tidaklah najis. Akan tetapi, perlu diperhatikan juga agar diupayakan tidak meludah atau mengambil kotoran hidung saat sembahyang.