BincangMuslimah.Com – Indonesia merupakan negara dengan mayoritas muslim terbesar di dunia. Hal ini berdampak pada banyaknya pembangunan masjid di Indonesia. Untuk membangun masjid ini, ada beberapa masjid yang didirikan menggunakan uang masyarakat umum yang salah satu pengumpulan dananya dengan cara meminta sumbangan di jalan raya. Lantas bagaimana hukum meminta sumbangan untuk membangun masjid di jalan raya ini?
Hukum Memberikan Sumbangan
Memberikan sumbangan kepada masjid adalah sesuatu yang diperbolehkan. Bahkan disunnahkan karena termasuk ke dalam kategori wakaf. Wakaf sendiri hukumnya adalah sunnah muakkad. Karena ketika seseorang berwakaf, pahala dari sesuatu yang ia wakafkan akan menjadi amal jariyah baginya yang terus mengalir meskipun orang tersebut sudah wafat. Dengan demikian, memberikan sumbangan kepada masjid sejatinya sangat dianjurkan.
Hukum Meminta Sumbangan di Jalan
Di Indonesia marak terjadi bahwa sumbangan yang diperuntukkan untuk masjid tidak hanya berasal dari kemauan wakif (orang yang berwakaf) pribadi, melainkan juga berasal dari pemungutan sumbangan untuk masjid yang dilakukan di jalan raya.
Meskipun memberikan sumbangan di jalan raya ini tidak bersifat wajib, namun sebagian masyarakat ada yang tetap merasa terganggu dengan adanya pemungutan sumbangan di jalan raya. Karena sangat berpotensi untuk menghambat lalu lintas.
Dengan pertimbangan tersebut, hukum meminta sumbangan di jalan raya menjadi haram karena mengandung mafsadat. Sebagaimana yang disebutkan oleh KH. Afifuddin Muhajir, wakil rais ‘Aam PBNU di dalam Halaqah Fiqih Peradaban jilid II di Aula Pondok Pesantren Salafiyah Syafiiyah Sukorejo, Situbondo pada tanggal 4 Oktober 2023.
Dalam penjelasannya, beliau menggunakan kaidah fikih,
الْعَادَةُ مُحَكَّمَةٌ مَالَمْ تُخَالِفْ الشَّرْعَ
“Adat itu adalah landasan hukum selama tidak bertentangan kepada syariat.”
Dengan menggunakan kaidah العادة محكمة, hukum meminta sumbangan masjid di jalan raya bisa dibenarkan. Karena kebiasaan yang ada di Indonesia memang demikian. Akan tetapi di dalam kaidah tersebut terdapat lanjutan yang menyebutkan مالم تخالف الشرع. Sedangkan mengganggu pengguna jalan umum adalah sesuatu yang dilarang di dalam syariat. Sehingga meminta sumbangan masjid di jalan raya menjadi dilarang karena ada mafsadat yang terkandung di dalamnya.
Kaidah fikih lain juga mengatakan,
إِذَا اجْتَمَعَ الْحَلَالُ وَالْحَرَامُ غُلِّبَ الْحَرَامُ
“Apabila berkumpul halal dan haram maka haram yang lebih mendominasi.”
Dengan kaidah ini, kita bisa menganalisa bahwa di satu sisi memungut sumbangan untuk masjid di jalan raya adalah suatu kebolehan karena sudah menjadi kebiasaan. Namun, di sisi lain kegiatan ini dilarang di dalam Islam karena mengundang mafsadat untuk pengguna jalan.
Yang harus lebih diperhatikan dan dijaga adalah keharaman yang ada di dalam kegiatan tersebut. Sehingga memungut sumbangan untuk masjid menjadi haram karena lebih mempertimbangkan mafsadat yang akan ditimbulkan.
Kiyai Afif juga menyatakan bahwa keharaman memungut sumbangan masjid di jalan raya ini juga sudah difatwakan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI). Fatwa tersebut dikeluarkan oleh MUI Sampang, Madura, Jawa Timur. Sebagaimana yang disebutkan oleh KH. Buhori Ma’sum:
“Jenis kegiatan apapun yang mengganggu ketertiban umum itu hukumnya haram, termasuk memungut sumbangan di jalan raya.”
Menurut Kiai Ma’sum, fatwa tentang keharaman meminta sumbangan di jalan raya ini sesuai dengan hasil musyawarah pada ulama di kabupaten Sampang. Selain itu, berdasarkan fatwa, keharaman meminta sumbangan di jalan raya tersebut tidak hanya berlaku untuk sumbangan masjid atau musala saja, melainkan juga mencakup pemungutan sumbangan yang diperuntukkan untuk hal lainnya. Seperti memungut sumbangan untuk korban bencana alam dan sebagainya.