BincangMuslimah.Com – Agama Islam datang kepada umat manusia dengan segala dobrakan dari masa-masa sebelumnya. Ajaran yang mengusung Islam rahmatan lil-alamin atau Islam hadir di tengah hiruk-pikuk kehidupan umat manusia, yang mana mampu mewujudkan kedamaian dan kasih sayang bagi manusia maupun alam. Salah satu bentuknya adalah konsep musawah atau kesetaraan, keadilan dalam Islam yang dijelaskan dalam Alquran dan hadis.
Kata ‘kesetaraan’ dalam bahasa Arab, yang menjadi bahasa Alquran adalah musawah. Dalam konsep tauhid, seorang muslim wajib mempercayai bahwa Allah adalah satu-satunya, sebagai Tuhan pencipta, tidak ada selain-Nya. Maka dari itu, seluruh umat manusia memiliki kedudukan yang sama, karena diciptakan oleh satu Dzat Yang Adil tanpa membeda-bedakan dengan tujuan yang sama; beribadah kepada Allah. Artinya, semua manusia di hadapan Allah adalah sama, ini merupakan poin dari musawah.
Dalam teks-teks agama, selalu dijelaskan bahwasannya manusia tercipta dari unsur yang sama.
Pemahaman ‘kesetaraan’ dalam Alquran
Sebagaimana dalam al-Hujurat ayat 13,
يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَٰكُم مِّن ذَكَرٍ وَأُنثَىٰ وَجَعَلْنَٰكُمْ شُعُوبًا وَقَبَآئِلَ لِتَعَارَفُوٓا۟ ۚ إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ ٱللَّهِ أَتْقَىٰكُمْ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
Artinya: Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling takwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.
Dari ayat di atas, mengandung sighat khobar/informasi dan mengandung amr/perintah. Allah menciptakan manusia dengan bentuk yang berbeda-beda dan tempat yang berbeda-beda. Dengan adanya perbedaan tersebut, Allah memerintahkan manusia untuk saling menghormati perbedaan.
يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ ٱتَّقُوا۟ رَبَّكُمُ ٱلَّذِى خَلَقَكُم مِّن نَّفْسٍ وَٰحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَآءً ۚ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ ٱلَّذِى تَسَآءَلُونَ بِهِۦ وَٱلْأَرْحَامَ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا
Artinya: Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu. (Q.S an-Nisa: 1/4).
Dalam tafsir Imam Thabrani, mengenai surah an-Nisa di atas, bahwasannya salah satu sifat Allah adalah Esa. Yang menciptakan manusia pertama bagi umat manusia; Adam dan Hawa. Karena itulah, manusia saling mempunyai hubungan darah antar sesama. Di mana hubungan darah tersebut yang mewajibkan untuk sesama saling menyayangi, berbuat adil dan tidak adanya perbedaan di antara sesama.
Pemahaman ‘kesetaraan’ dalam hadis
Layaknya Alquran, hadis Nabi juga memberi gambaran bahwasannya semua orang berasal dari asal yang sama, maka dari itu, Nabi terus menggaungkan untuk selalu berlaku adil antar sesama, berikut adalah contoh-contohnya,
عن عقبة بن عامر رضي الله عنه, أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: “إن أنسابكم هذه ليست بسباب على أحد, وإنما أنتم ولد آدم, طف الصاع لم تملؤوه, ليس لأحد فضل إلا بالدين أو عمل صالح, حسب الرجل أن يكون فاحشا بذيا بخيلا جبانا”.
Artinya: Dari Uqbah bin Amir R.A, dari Rasulullah SAW berkata, “Sesungguhnya nasab kalian semua tidak bisa dijadikan sebab atas sesuatu, dan sesungguhnya kalian semua anak Adam. Bahwa (nasab) tidak bisa dijadikan acuan, semua orang akan sama kecuali amal sholih.
Makna ‘طف الصاع’ dalam hadis tersebut adalah ukuran atau takaran. Dengan kata lain, makna hadis di atas adalah bahwa umat manusia berasal dari satu nasab; Nabi Adam dan Sayyidah Hawa. Yang artinya, nasab seseorang itu tidak bisa dijadikan acuan untuk menjelekkan atau merendahkan orang lain.
Dari dua teks agama di atas, bahwasannya Allah memiliki sifat al-adl atau Yang Maha Adil. Di mana sifat tersebut tergambar dalam konsep musawah. Dengan tujuan tidak adanya hal-hal yang membedakan antar manusia, kecuali keimanannya.