Ikuti Kami

Kajian

Larangan Mengabaikan Konteks dari Teks tentang Sifat Allah

Ayat Muhkamat dan Mutasyabihat

BincangMuslimah.Com – Konteks adalah elemen yang seringkali dilupakan dalam pembahasan tentang sifat Allah. Padahal konteks ini adalah penentu bagaimana seharusnya sikap kita sebagai pembaca dalam memahami teks. Lihat saja bagaimana kata “tidur” akan bermakna sangat berbeda ketika ada dalam konteks yang berbeda. Misalnya, dalam kalimat, “Ibu itu tidur bersama bayinya” dan kalimat “Ibu itu tidur bersama suami tetangganya”. Demikian juga kata “hati” akan mengalami perubahan makna ketika misalnya kalimat “aku sakit hati” ditambah beberapa kata lain hingga menjadi kalimat, “Dokter mengatakan aku sakit hati, jantung, dan paru”.

Hal yang sama berlaku ketika seseorang membaca tentang sifat-sifat Allah dalam Alquran atau pun hadis. Konteks ini mutlak tidak dapat diabaikan begitu saja dan apalagi disusun sedemikian rupa dan diberi kalimat lainnya sehingga konteksnya berubah total.

Contohnya, ketika pada suatu waktu Rasulullah menjelaskan bahwa Allah Maha Besar yang konteksnya sedang menekankan sifat kehebatan Allah yang tidak tertandingi; kemudian pada waktu yang jauh berbeda dalam konteks untuk menekankan pentingnya shalat Tahajjud dan memohon ampun di malam hari, Rasulullah menjelaskan bahwa pada sepertiga malam terakhir Allah turun ke langit dunia; kemudian pada waktu yang jauh berbeda Rasullah menekankan kekuasaan mutlak Allah di hari kiamat dengan menjelaskan bahwa langit digulung dengan tangan-Nya.

Apabila berbagai keterangan yang jauh terpisah itu disatukan dalam sebuah kalimat, misalnya “Allah besar, tangannya dapat menggulung langit dan setiap malam turun ke langit dunia”, maka betapa jauh maknanya berubah. Awalnya penjelasan Rasulullah mudah dipahami dan tidak mengarah pada penjisiman (baca: penyerupaan) Allah, namun akhirnya berubah total seolah Rasulullah sedang menggambarkan sesosok raksasa berukuran besar yang mondar-mandir naik turun setiap malam. Distorsi konteks semacam ini adalah kesalahan fatal dan salah satu bentuk ketidakamanahan dalam menukil.

Baca Juga:  Arti Bulan Rajab dan Aneka Keutamaannya

Hujjatul Islam, Imam al-Ghazali, pernah menjelaskan kesalahan orang-orang yang mengubah konteks ayat atau hadis sehingga makna sesungguhnya berubah. Ia berkata,

لاَ يُجْمَعُ بَيْنَ مُتَفَرِّقٍ، وَلَقَدْ بَعُدَ عَنِ التَّوْفِيْقِ مَنْ صَفَّ كِتَابًا فِي جَمْعِ اْلأَخْبَارِ خَاصَّةً وَرَسَّمَ فِي كُلِّ بَابٍ عُضْوًا فَقَالَ: بَابٌ فِي إِثْبَاتِ الرَّأْسِ, وَبَابٌ فِي الْيَدِ اِلىَ غَيْرِ ذَلِكَ, وَسَمَّاهُ كِتَابَ الصِّفَاتِ. فَإِنَّ هَذِهِ كَلِمَاتٌ صَدَرَتْ مِنْ رَسُوْلِ اللهِ فِي أَوْقاَتٍ مُتَفَرِّقَةٍ مُتَبَاعَدَةٍ اِعْتِمَادًا عَلَى قَرَائِنَ مُخْتَلِفَةٍ تُفْهِمُ السَّامِعِيْنَ مَعَانِيَ صَحِيْحَةً, فَإِذَا ذُكِرَتْ مَجْمُوْعَةً عَلَى خَلْقِ اْلاِنْسَانِ صَارَ جَمْعُ تِلْكَ الْمُتَفَرِّقَاتِ فِي السَّمْعِ دَفْعَةً وَاحِدَةً عَظِيْمَةً فِي تَأْكِيْدِ الظَّاهِرِ وَإِيْهَامِ التَّشْبِيْهِ

Artinya: “Jangan mengumpulkan nash yang terpisah. Sungguh jauh dari hidayah orang yang menyusun sebuah kitab yang secara khusus mengumpulkan hadis-hadis dan menuliskan sebuah organ di masing-masing bab. Dia berkata: “Bab tentang kepala, bab dalam tangan dan seterusnya lalu menyebutnya sebagai kitab sifat.” Sesungguhnya kata-kata itu timbul dari Rasulullah di waktu-waktu yang jauh terpisah sesuai dengan konteks yang berbeda-beda yang dapat membuat pendengar memahami makna yang benar. Apabila kata-kata tersebut ini disebutkan sekaligus atas penciptaan seseorang, maka kumpulan teks yang semula terpisah tersebut dapat terdengar sangat hebat untuk mendukung makna literal dan mengesankan penyerupaan Allah dengan makhluk.” (al-Ghazali, Iljam al-Awam, 56)

Senada dengan Hujjatul Islam tersebut, Imam Ibnu al-Jauzi al-Hanbali juga berkata dalam kitabnya yang berjudul Daf’u Syubah al-Tasybih bi Akaffi al-Tanzih sebagai berikut,

ثُمَّ لَمْ يَذْكُرِ الرَّسُوْلُ الْاَحَادِيْثَ جُمْلَةً وَإِنَّمَا كَانَ يَذْكُرُ الْكَلِمَةَ فِي الْأَحْيَانِ فَقَدْ غَلَطَ مَنْ أَلَّفَهَا أَبْوَابًا عَلىَ تَرْتِيْبِ صُوْرَةٍ غَلَطًا قَبِيْحًا.

Artinya: “Kemudian Rasulullah tidak menyebutkan hadis-hadis itu secara sekaligus, sesungguhnya beliau menyebutkan kata tersebut di waktu-waktu [yang berbeda]. Sungguh salah orang yang menyusun hadis-hadis tersebut menjadi bab-bab sesuai dengan urutan bentuk [fisik] dengan kesalahan yang parah.” (Ibnu al-Jauzi, Daf’u Syubah al-Tasybih bi Akaffi al-Tanzih, 108)

Baca Juga:  Kesalehan dan Domestikasi Perempuan

Tindakan mengubah konteks seperti itu juga dicela dalam Alquran. Allah berfirman:

وَجَعَلْنَا قُلُوبَهُمْ قَاسِيَةً يُحَرِّفُونَ الْكَلِمَ عَنْ مَوَاضِعِهِ

Artinya: “Kami jadikan hati mereka keras membatu. Mereka suka mengubah kalimat-kalimat (Allah) dari konteks-konteksnya.” (QS. Al-Maidah: 13)

Sebab itu, maka setiap muslim dilarang mengabaikan konteks ayat atau hadis yang membicarakan tentang sifat Allah. Bila misalnya ada yang mengatakan Allah mempunyai “tangan”, maka dia harus menyertakan konteks yang utuh dari mana sumber kata “tangan” tersebut agar maknaya tidak terpotong atau terdistorsi.

Misalnya, ternyata dia mengutip QS. Al—Ma’idah: 64 yang menyatakan bahwa “kedua tangan Allah terbuka lebar”, maka kita akan tahu bahwa konteks ayat tersebut sama sekali tidak sedang membicarakan organ tangan melainkan sifat kedermawanan Allah.

Dalam ayat tersebut kita dapat membaca bahwa orang-orang Yahudi sebelumnya mengatakan bahwa Allah pelit dengan ungkapan “tangan Allah terbelenggu”, lalu Allah menjawab bahwa dirinya sangat dermawan sehigga bukan hanya “satu tangannya” yang terbuka lebar tetapi “keduanya terbuka lebar”. Dengan pemahaman komprehensif seperti ini kita akan selamat dari distorsi akibat membaca teks yang tidak sesuai dengan konteks asalnya. Wallahu a’lam.

 

Rekomendasi

Kesalehan dan Domestikasi Perempuan Kesalehan dan Domestikasi Perempuan

Halal Lifestyle; Tawaran Gaya Hidup untuk Muslim Perkotaan

Kesalehan dan Domestikasi Perempuan Kesalehan dan Domestikasi Perempuan

Kesalehan dan Domestikasi Perempuan

Zakat Fitrah Menggunakan Uang Zakat Fitrah Menggunakan Uang

Zakat Fitrah Menggunakan Uang dan Tata Caranya

istri sungkem suami raya istri sungkem suami raya

Haruskah Istri Sungkem ke Suami Saat Hari Raya?

Ditulis oleh

Peneliti Bidang Akidah Aswaja Center NU JATIM, Wakil Sekretaris PCNU Jember dan dosen di IAIN Jember.

525 Komentar

525 Comments

Komentari

Terbaru

Apakah Komentar Seksis Termasuk Pelecehan Seksual?

Diari

Jangan Insecure, Mari Bersyukur

Muslimah Daily

Pentingnya Self Love Bagi Perempuan Muslim

Diari

Mengenal Ingrid Mattson, Cendekiawan Muslimah dari Barat Mengenal Ingrid Mattson, Cendekiawan Muslimah dari Barat

Mengenal Ingrid Mattson, Cendekiawan Muslimah dari Barat

Muslimah Talk

anjuran menghadapi istri haid anjuran menghadapi istri haid

Haid Tidak Stabil, Bagaimana Cara Menghitung Masa Suci dan Masa Haid?

Ibadah

Mapan Dulu, Baru Nikah! Mapan Dulu, Baru Nikah!

Mapan Dulu, Baru Nikah!

Keluarga

Melatih Kemandirian Anak Melatih Kemandirian Anak

Parenting Islami ; Bagaimana Cara Mendidik Anak Untuk Perempuan Karir?

Keluarga

Sya’wanah al-Ubullah: Perempuan yang Gemar Menangis Karena Allah

Muslimah Talk

Trending

Jangan Insecure, Mari Bersyukur

Muslimah Daily

anjuran menghadapi istri haid anjuran menghadapi istri haid

Haid Tidak Stabil, Bagaimana Cara Menghitung Masa Suci dan Masa Haid?

Ibadah

Siapa yang Paling Berhak Memasukkan Jenazah Perempuan Ke Kuburnya?

Ibadah

keadaan dibolehkan memandang perempuan keadaan dibolehkan memandang perempuan

Adab Perempuan Ketika Berbicara dengan Laki-Laki

Kajian

Pentingnya Self Love Bagi Perempuan Muslim

Diari

Sya’wanah al-Ubullah: Perempuan yang Gemar Menangis Karena Allah

Muslimah Talk

anak yatim ayah tiri luqman hakim mengasuh dan mendidik anak anak yatim ayah tiri luqman hakim mengasuh dan mendidik anak

Hukum Orangtua Menyakiti Hati Anak

Keluarga

ayat landasan mendiskriminasi perempuan ayat landasan mendiskriminasi perempuan

Manfaat Membaca Surat Al-Waqiah Setiap Hari

Ibadah

Connect