BincangMuslimah.Com – Apabila pasangan suami-istri bercerai dan sang suami tidak merujuk istrinya sampai istrinya habis menjalani masa iddahnya, maka sang istri sudah dihukumi menjadi orang lain yang tidak ada hubungan apa-apa dengan mantan suaminya tersebut. Pertanyaannya adalah bagaimana jika kasusnya sudah bercerai tapi masih satu rumah dengan kata lain masih tinggal bersama?
Perlu kita ketahui bersama dalam fikih pernikahan terdapat istilah yang dinamakan dengan ba’in shugra (istri bisa dinikahi kembali oleh mantan suaminya tanpa harus kawin terlebih dahulu dengan laki-laki lain). Hal ini berlaku bagi istri yang ditalak satu atau dua.
Dalam Al-Qur’an Allah berfirman,
اَلطَّلَاقُ مَرَّتٰنِ ۖ فَاِمْسَاكٌۢ بِمَعْرُوْفٍ اَوْ تَسْرِيْحٌۢ بِاِحْسَانٍ ۗ وَلَا يَحِلُّ لَكُمْ اَنْ تَأْخُذُوْا مِمَّآ اٰتَيْتُمُوْهُنَّ شَيْـًٔا اِلَّآ اَنْ يَّخَافَآ اَلَّا يُقِيْمَا حُدُوْدَ اللّٰهِ ۗ فَاِنْ خِفْتُمْ اَلَّا يُقِيْمَا حُدُوْدَ اللّٰهِ ۙ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا فِيْمَا افْتَدَتْ بِهٖ ۗ تِلْكَ حُدُوْدُ اللّٰهِ فَلَا تَعْتَدُوْهَا ۚوَمَنْ يَّتَعَدَّ حُدُوْدَ اللّٰهِ فَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الظّٰلِمُوْنَ – ٢٢٩
Artinya: Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. Setelah itu, boleh rujuk lagi dengan cara yang makruf atau menceraikan dengan cara yang baik. Tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu dari yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami istri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh istri untuk menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu melanggarnya. Barang siapa yang melanggar hukum-hukum Allah, mereka itulah orang-orang yang zalim. (QS. Al-Baqarah: 229)
Akan tetapi, apabila suami sudah tiga kali mentalak istrinya, semenjak jatuh talak tiga si istri sudah menjadi orang lain bagi mantan suaminya itu. Inilah yang dinamakan talak ba’in kubra. Dan, sang suami tidak bisa lagi merujuk atau menikah kembali dengan istrinya tersebut kecuali setelah istri menikah dengan laki-laki lain (bukan dengan niat agar halal kembali kepada suami pertamanya) dan telah berhubungan suami-istri dalam pernikahan tersebut, lalu terjadi perceraian antara mereka.
Dalam Al-Qur’an Allah berfirman,
فَاِنْ طَلَّقَهَا فَلَا تَحِلُّ لَهٗ مِنْۢ بَعْدُ حَتّٰى تَنْكِحَ زَوْجًا غَيْرَهٗ ۗ فَاِنْ طَلَّقَهَا فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَآ اَنْ يَّتَرَاجَعَآ اِنْ ظَنَّآ اَنْ يُّقِيْمَا حُدُوْدَ اللّٰهِ ۗ وَتِلْكَ حُدُوْدُ اللّٰهِ يُبَيِّنُهَا لِقَوْمٍ يَّعْلَمُوْنَ – ٢٣٠
Artinya: Jika si suami menalaknya (sesudah talak yang kedua), maka perempuan itu tidak lagi halal baginya hingga dia kawin dengan suami yang lain. Kemudian jika suami yang lain itu menceraikannya, maka tidak ada dosa bagi keduanya (bekas suami pertama dan istri) untuk kawin kembali jika keduanya berpendapat akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Itulah hukum-hukum Allah, diterangkan-Nya kepada kaum yang (mau) mengetahui. (QS. Al-Baqarah: 230)
Bagaimana jika telah bercerai namun masih satu rumah? Apabila istri sudah menjadi wanita asing (bukan istrinya lagi) bagi mantan suaminya, maka hukumnya haram bagi keduanya untuk berdua-duaan (khalwat) karena hukumnya sama dengan berdua-duaan antara laki-laki dan wanita yang bukan mahramnya.
Hal ini sebagaimana yang ditegaskan oleh Nabi dalam hadisnya, “Ketahuilah bahwa seorang laki-laki tidak boleh bermalam di rumah perempuan janda, kecuali jika dia telah menikah, atau bersama mahramnya.” (HR Muslim).
Dalam riwayat yang lain, Ibnu Abbas RA berkata, “Saya mendengar Rasulullah berkhutbah: “Janganlah sekali-kali seorang laki-laki berduaan dengan perempuan kecuali dengan ditemani mahramnya, dan janganlah seorang perempuan melakukan perjalanan kecuali bersama mahramnya.” Kemudian seorang laki-laki bangkit seraya berkata, “Wahai Rasulullah, istriku berangkat hendak menunaikan ibadah haji sedangkan aku diwajibkan untuk mengikuti perang ini dan ini.” Beliau bersabda, “Jika demikian, kembali dan tunaikanlah haji bersama istrimu.” (HR Bukhari dan Muslim).
Sayyidina Umar bin Khattab dalam salah satu khutbahnya di depan kaum muslimin pernah menyebutkan hadis dari Nabi, yang di antara isinya adalah: “Janganlah salah seorang di antara kalian berduaan (khalwat) dengan seorang wanita (yang bukan mahramnya) karena setan adalah orang ketiganya.” (HR. At-Tirmidzi)
Maka dari itu, segala sesuatu yang dapat mengantarkan seorang laki-laki dapat berdua-duaan dengan wanita asing, atau melihat aurat yang tidak boleh dilihat oleh yang bukan mahramnya, meskipun itu bekas istrinya, hukumnya adalah haram.
Meskipun hal itu dengan tujuan untuk kebahagiaan anak-anak. Dan meskipun mereka tidak sekamar, kalau di rumah itu masih memungkinkan untuk mereka bertemu dan berdua-duaan seperti di dapur, di ruang makan, atau ketika mau ke kamar mandi, maka hukumnya adalah haram.
Namun, jika rumah tempat tinggal mereka itu rumah yang besar, mantan istri itu tinggal di ruangan yang terpisah dengan ruangan mantan suaminya, dan dalam keseharian mereka tidak saling bertemu karena ada dapur, kamar mandi, dan kamar tidur tersendiri, dan hanya bertemu ketika ada anak-anak mereka, maka hal itu hukumnya diperbolehkan.
Di dalam Mausu’ah Fiqhiyyah Kuwaitiyyah disebutkan bahwa jika rumah laki-laki itu luas, dimungkinkan bagi mantan istrinya untuk tinggal di ruangan tersendiri dan antara ruangannya dan ruangan mantan suaminya tertutup dan punya segala sesuatu yang diperlukan di tiap-tiap ruangan.
Atau jika tidak ada pintu yang terkunci di antara mereka, harus ada mahram perempuan itu yang selalu menjaganya. Jika itu tidak ada, tidak boleh dan haram hukumnya. Dan, tentu lebih baiknya tidak tinggal bersama lagi demi menjaga diri agar jangan sampai jatuh pada hal yang dilarang oleh Allah.
Adapun apabila kebahagiaan anak yang dijadikan sebagai alasan, seyogiayanya itu dipikirkan dan menjadi pertimbangan sebelum mengambil keputusan untuk bercerai, bukan setelahnya, tapi akibatnya melanggar hukum Allah.
Demikianlah uraian singkat mengenai hukum yang berlaku bagi pasangan yang sudah cerai tapi masih satu rumah. Semoga bermanfaat dan dapat menambah khazanah keislaman kita. Semoga bermanfaat. Wallahua’lam.