BincangMuslimah.Com – Negeri Syam saat ini menjadi empat bagian negara, Suriah, Lebanon, Palestina, dan Yordania. Nama ‘Adila Bayhum al-Jazairi merupakan sosok yang sangat dikenang dalam perjuangan kemerdekaan negara tersebut, utamanya adalah Suriah dan Lebanon. Ia lahir di Beirut pada tahun 1900. Pada kemudian hari, ia dikenal sebagai ‘Adila Bayhum al-Jazairi, pejuang kemerdekaan Libanon dan Suriah.
Jiwa nasioanalismenya telah tumbuh sejak kecil. Isa Futuh menceritakan dalam Adibat ‘Arabiyyat bagaimana ‘Adila tumbuh dan berperan untuk kemerdekaan negaranya. Saat berdirinya Asosiasi Warga Suriah yang terdiri dari cendekiawan, politikus, dan militer untuk membela etnis Arab, ‘Adila menghubungi asosiasi tersebut dan menulis esai untuk koran (al-Mufid) yang dikelolal oleh Abdul Ghani al-‘Uraysi. Juga koran al-Fata al-‘Araby yang juga dikelola oleh Abdul Ghani al-Uraysi bersama Fu`ad Hantas. Fuad juga mengelola koran al-Fatayat al-‘arabiyyat yang mendorong para perempuan untuk bekerja sama, bergandeng tangan melakukan perubahan.
Pada tahun 1915, saat usianya baru 15 tahun ia bersama teman-teman perempuannya mendirikan lembaga asosiasi “Yaqdzhoh al-Fatat al-‘Arabiyyat” (kebangkitan pemudi Arab) untuk menumbuhkan dan membangkitkan sikap nasionalisme kaum perempuan. Selain itu, asosiasi perempuan yang ia bangun juga melakukan gerakan perubahan di bidang pendidikan dengan melakukan pengajaran kepada orang-orang miskin. Kepada kaum yang tidak mampu menembus lembaga pendidikan karena keterbatasan finansial.
Di tahun berikutnya, ia juga memimpin gerakan asosiasi “Jam’iyyah al-Umur al-Khairiyyah lil Fatayat al-‘Arabiyyat” (lembaga filantropi pemudi Arab). Di dalamnya juga ia menjadi pengajar dan menjadi komite yang membawahi dan mengelola home industry, mengurusi pangan dan gaji untuk para pekerja. Di dalam rumah tersebut bekerja sekitar 1.800 pekerja.
Saat dubes Amerika mengunjungi Beirut, pada tahun 1920, ‘Adilah menemuinya dan meminta kemerdekaan yang penuh atas negaranya dan negara Arab lainnya. Karena pada saat itu, negara-negara Arab seperti Lebanon dan Suriah masih berada di bawah kekuasaan Prancis dalam perjanjian Sykes Picot. Namun permohonan itu ditolak. Bahkan ‘Adilah bergabung dalam Asosiasi Perlawanan dari Warga Suriah kepada Prancis semenjak Lebanon berada di bawah kekuasaan mereka. ‘Adilah terus bejuang melalui gerakan-gerakan bersama masyarakat Lebanon selama hampir 25 tahun sampai Lebanon dan Suria resmi merdeka pada tahun 1945.
Aktifitasnya tak berhenti pada gerakan perjuangan. Seolah-olah ‘Adila memang dilahirkan untuk berjuang meraih kemenangan, melawan ketidakadilan. Lagi, pada tahun 1927, ‘Adilah Bayhum bergabung di lembaga asosiasi “Yaqdzhoh al-Mar`ah asy-Syamiah” yang berperan dalam mendorong pekerja perempuan di pedesaan, dan meningkatkan produksi kerajinan tangan.
Tidak berhenti di situ saja, ‘Adilah juga bergabung lembaga “Dauhatu al-Adab” dan mengajar di sekolahnya pada tahun 1928. Di sana ia mendorong para perempuan Arab untuk menumbuhkan rasa nasioanlisme. Upaya demi upaya di setiap lembaga asosiasi yang ia ikuti adalah untuk mewujudkan kemerdekaan negara Lebanon dan Suriah. Ia mendorong masyarakat untuk memiliki rasa nasionilisme dan cinta terhadap negaranya. Maka dari situlah gerakan untuk sama-sama memerdekakan negaranya sendiri akan tumbuh.
Kemudian pada tahun 1933 ia mendirikan Persatuan Perempuan Arab Suriah. Persatuan ini juga pernah berperan dalam menjamin keamanan pekerja yang melakukan aksi mogok pada tahun 1936 yang berlangsung selama 50 hari. Selain itu, mereka juga berperan dalam pembangunan dan pengembangan masyarakat desa.
Kemudian pada tahun 1944, sembilan kelompok asosiasi atau persatuan lain bergabung dengan lembaga Persatuan Perempuan Arab. ‘Adilah terpilih sebagai ketua persatuan tersebut, dan bergabung di konferensi persatuan perempuan di Kairo dan mulai sibuk dengan jabatan yang ini sampai tahun 1967.
Setelah Suriah mendapatkan kemerdekaannya pada tahun 1945, ‘Adilah fokus untuk mengangkat isu-isu perempuan dan pengajarannya untuk menumbuhkan nasioanlisme. Ia juga menuntuk hak-hak politik untuk perempuan. Ia banyak melakukan gerakan dalam menuntut kesetaraan hak dan kewajiban antara laki-laki dan perempuan.
Ia juga pernah menjadi delegasi untuk menghadiri pertemuan di Mosko untuk merundingkan hak-hak perempuan pada tahun 1956. Bersama para perempuan yang menjadi wakil dari setiap negara Asia-Afrika, ‘Adilah mendiskusikan tema keperempuanan dan ia terpilih menjadi ketua komite persiapan di dalamnya.
Lalu pada tahun 1957, Asosiasi Perempuan Arab mengadakan konferensi yang keempat di Damaskus untuk mendiskusikan tema keperempuan yang berkaitan dengan perannya di negara. Ia juga memenuhi undangan Persatuan Perempuan China pada tahun 1060 untuk mengunjungi China dan menghadiri hari perayaan nasional di Beijing. Beberapa acara pertemuan dengan asosiasi perempuan di beberapa negara bahkan negara non-Arab pernah ia hadiri.
‘Adilah Bayhum al-Jazairi wafat pada tahun 1975 di usianya yang genap 75 tahun. Gerak langkah dalam hidupnya didedikasikan untuk perbaikan umat, kesetaraan gender, bahkan kemerdekaan negara Arab. Ia tak lelah memperjuangkan keadilan dan kemerdekaan sekalipun sampai di usia senjanya.
Hafidz al-Asad, mantan Presiden Suriah mengenang ‘Adila Bayhum al-Jazairi, pejuang kemerdekaan Libanon dan Suriah.ini:
“jika kita menginginkan kemajuan, dan menginginkan untuk memiliki generasi yang mewujudkan inovasi, maka wajib bagi perempuan untuk mengambil peran. Dan mereka harus mempersiapakan banyak hal untuk mewujudkan peran tersebut. Dan semuai itu, kebangkitan perempuan merupakan permulaan langkah yang dimulai oleh Adila Bayhum al-Jazairi.”