BincangMuslimah.Com – Sebentar lagi umat Islam akan merayakan hari raya Idul Adha. Hari raya Idul Adha biasanya disebut juga dengan hari raya kurban, karena hari raya Idul Adha identik dengan ibadah penyembelihan hewan kurban. Oleh karena itu umat muslim pun berlomba-lomba untuk bisa ikut serta dalam mengamalkan ibadah kurban tersebut.
Pada dasarnya, ibadah kurban ini hanya diwajibkan bagi orang yang masih hidup saja, namun fenomena yang didapatkan di masyarakat banyak yang juga meniatkan atas nama orang yang sudah meninggal, sehingga menarik untuk mengetahui bagaimana sebetulnya hukum berkurban atas nama orang yang sudah meninggal? Berikut kita akan melihat padangan ulama mengenai hal ini.
Pertama, pendapat yang membolehkan namun hanya bagi yang berwasiat. Pendapat ini yang dipegang oleh mazhab Syafi’i sebagaimana yang dijelaskan oleh Imam Nawawi dalam kitab Minhajut Thalibin menuliskan pandangannya terkait masalah ini:
ولا تضحية عن الغير بغير إذ نه ولا عن ميت إن لم يوص بها
Artinya: “Tidak sah berkurban untuk orang lain (yang masih hidup) dengan tanpa seizinnya, dan juga tidak untuk orang yang sudah meninggal apabila ia tidak berwasiat untuk dikurbani”.
Muhammad Khatib al-Syarbaini juga menulis pandangan yang sejalan dengan Imam Nawawi dalam kitabnya Mughni al-Muhtaj ila Ma’rifah Ma’ani al-Fazh al-Minhaj”.
ولا تضحية عن ميت لم يوصى بها
Artinya: “Dan tidak boleh melaksanakan kurban atas nama mayit yang tidak diwasiatkan dengannya”.
Al-Syarbaini juga menjelaskan dalam kitab tersebut terkait Dalil yang digunakan oleh Imam Nawawi dalam masalah ini adalah sebuah hadis yang diriwayatkan oleh al-Tirmidzi yang artinya sebagai berikut:
حدثنا محمد بن عبيد المحاربي الكوفي حدثنا شريك عن أبي الحسناء عن حنش عن علي: أنه كان يضحى بكبشين أحدهما عن النبي صلى الله عليه و سلم والاخر عن نفسه فقيل له فقال أمرني به يعنى النبي صلى الله عليه و سلم فلا أدعه أبدا
Artinya: “Menceritakan kepada kami Muhammad bin ‘Abid al-Maharibi al-Kufi, menceritakan kepada kami syarik, dari Abi Husna, dari Hakim, dari Hansyi, dari Ali ra. Bahwasanya ia berkurban dengan dua ekor kibas, salah satu di antaranya dari Nabi Muhammad saw, dan yang lainnya dari ririnya sendiri, kemudian ditanyakan kepadanya. Ia menjawab, nabi memerintahkan saya dengan demiian itu, maka saya tidak akan meninggalkannya selama-lamanya”.(HR. Tirmidzi).
Hadis tersebut menjelaskan bahwa setiap hari raya Idul Adha Ali selalu berkurban dengan dua ekor kambing, satu diniatkan untuk dirinya dan satu lagi untuk Nabi Muhammad saw, ketika ditanyakan mengapa ia melakukan hal tersebut, ia menjawab karena nabi memerintahkannya berbuat demikian setiap tahunnya, dan itu menjadi sebuah wasiat nabi kepada Ali, sehingga ia menunaikan sepanjang hidupnya.
Kedua, pendapat yang membolehkan dan sah walaupun tanpa wasiat. Pendapat ini yang dipegang oleh mayoritas ulama yaitu ulama Hanafi dan Hambali. Hal ini seperti yang dijelaskan oleh Wahbah Zuhaili dalam kitab Fiqh al-Islam Wa adillatuhu. Pendapat ini diperkuat dengan mengambil dalil dari Surah at-Thur ayat 21.
وَٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ وَٱتَّبَعَتۡہُمۡ ذُرِّيَّتُہُم بِإِيمَـٰنٍ أَلۡحَقۡنَا بِہِمۡ ذُرِّيَّتَہُمۡ وَمَآ أَلَتۡنَـٰهُم مِّنۡ عَمَلِهِم مِّن شَىۡءٍ۬ۚ كُلُّ ٱمۡرِىِٕۭ بِمَا كَسَبَ رَهِينٌ۬
Artinya: “Dan orang-orang yang beriman, dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan, kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka, dan kami tidak mengurangi sedikitpun dari pahala amal mereka. Tiap-tiap manusia terikat dengan apa yang dikerjakannya.” (QS. at-Thur : 21)
Ayat tersebut dijadikan sebagai dalil oleh jumhur ulama untuk memperbolehkan kurban atas nama orang sudah meninggal meskipun tanpa wasiat. Wallahu a’lam.
3 Comments