BincangMuslimah.com – Zainab binti Khuzaimah bin Al-Harits bin Abdullah bin ‘Amr bin Abd Manaf bin Hilal bin Amir bin Sha’sha’ah. Merupakan salah satu Ummul Mukminin, istri Rasulullah saw., dinikahi setelah Rasul saw. menikahi sayyidah Hafsah binti Umar bin al-Khattab, pada bulan Ramadan tahun ketiga Hijriah.
Sebelum menikah dengan Nabi saw, Zainab dinikahi oleh At-Thufail bin Al-Harits namun kemudian diceraikannya. Setelah bercerai, Ubaidullah bin Al-Harits, saudara at-Thufail menikahinya yang kemudian pernikahan mereka berakhir karena Ubaidullah syahid pada perang Badr.
Ubaidullah merupakan pahlawan Badr yang terkenal. Ia merupakan salah satu dalam sejarah yang mengerahkan segala upaya dan apa yang ia punya untuk bertempur dan berjihad melawan pasukan orang kafir Quraisy. Dengan berani ia melawan musuh, membela orang-orang mukmin dan memerangi mereka litakuna kalimatallahi hiya al-‘ulya.
Di saat meninggalnya Ubaidullah dalam peperangan, Zainab binti Khuzaimah bertugas sebagai perawat bagi pasukan perang yang mengalami luka. Meninggalnya suaminya tersebut tak membuat ia berpaling dari tugasnya, ia tetap merawat dan mengobati pasukan yang terluka. Begitupun dengan Ubaidullah bin Al-Harits, di saat masa kritisnya bukan keluarga, luka yang dialami dan hal duniawi lainnya yang ia tanyakan justru ia bertanya kepada Rasulullah saw., “Bukankah aku termasuk orang yang mati syahid, wahai Rasul? Lalu Rasulullah saw menjawab, Aku bersaksi bahwa engkau adalah syahid”.
Setelah mengetahui keadaan, kesabaran, tekad serta perjuangan Zainab binti Khuzaimah, Rasulullah saw, berkeinginan untuk membalasnya dengan menjadikannya istri. Hal itu juga dikarenakan karena tak ada lagi yang menanggung nafkahnya serta tak ada lagi yang bisa melindunginya. Kala Rasulullah saw. menikahinya, Zainab sudah berumur enam puluh tahun. Dan ia tak lama tinggal bersama Rasulullah saw., hanya kisaran dua tahun dan dalam riwayat lain hanya delapan bulan bahkan kurang kemudian Zainab meninggal.
Selain perjuangan Zainab dalam peperangan, keistimewaan yang dimiliki oleh Ummul Mukminin ini adalah kedermawanannya. Ia suka bersedekah dan memberi makan orang miskin hingga ia disebut dengan Ummul Masakin. Ia merupakan perempuan mukmin yang baik, salihah, takut kepada Allah, mencurahkan segala kemampuannya di jalan Allah serta senantiasa sabar dalam kemelaratan dan kesulitan.
Sumber: Zaujat an-Nabi at-Thahirat wa Hikmatu Taaddudihinna li Muhammad Mahmud as-Shawaf, Syubuhat wa Abathil haul Taaddudi Zaujat ar-Rasul li Muhammad Ali as-Shabuny, Al-A’lam li Az-Zirikly.