Ikuti Kami

Tak Berkategori

Diskriminasi Bagi Pencari Kerja Perempuan yang Sudah Menikah

sandwich berbakti orang tua
gettyimages.com

BincangMuslimah.Com – Sebagai pencari kerja yang sering membaca iklan lowongan pekerjaan, tentu akan sangat akrab dengan berbagai macam persyaratan dan kualifikasi kerja. Tak jarang juga menemukan persyaratan ‘belum menikah atau single’ terutama bagi pekerja perempuan. Sebenarnya apakah syarat ini termasuk diskriminasi terhadap pencari kerja perempuan yang sudah menikah?

Pada dasarnya diskriminasi adalah setiap pembatasan, pelecehan, atau pengucilan yang langsung maupun tak langsung didasarkan pada pembedaan manusia atas dasar agama, suku, ras, etnik, kelompok, golongan, status sosial, status ekonomi, jenis kelamin, bahasa, keyakinan politik. Yang berakibat pengurangan, penyimpangan atau penghapusan pengakuan, pelaksanaan atau penggunaan hak asasi manusia dan kebebasan dasar dalam kehidupan baik individual maupun kolektif dalam bidang politik, ekonomi, hukum, sosial, budaya. dan aspek kehidupan lainnya. Hal ini tertuang dalam Pasal 1 angka 3 UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (UU HAM).

Namun, kemudian syarat ‘belum menikah’ memang menjadi penghalang bagi perempuan yang sudah menikah untuk mendapatkan pekerjaan. Pencantuman syarat ini hampir merata di berbagai sektor pekerjaan, terutama di sektor perbankan. Perempuan yang sudah menikah apalagi punya anak dinilai tidak bisa melakukan pekerjaan secara profesional dan tidak fleksibel.

Menjadi seorang istri dan ibu bagi sebagian perusahaan dinilai menjadi tanggung jawab tambahan yang membuat urusan pekerjaan menjadi terganggu. Pekerja perempuan akan sering meminta izin pulang cepat karena anak sakit, cuti hamil, dan melahirkan, misalnya. Namun, apakah hal demikian bisa dianggap sebagai tidak profesional dalam bekerja?

Sebelum menjawab pertanyaan itu, mari kita pertanyakan pada diri sendiri, bukankah ketika kita melamar pekerjaan, berarti kita sudah siap akan tanggung jawab pekerjaan tersebut. Dan hal itu termasuk professional bukan? Tentu iya. Maka ketakutan-ketakutan tersebut seharusnya tidak menjadikan alasan perusahaan untuk mencantumkan persyaratan ‘belum menikah’.

Baca Juga:  Tafsir Ayat-Ayat Puasa Dalam Al-Quran

Pemberi kerja diberikan kebebasan dalam menentukan kualifikasi kerja, tapi tetap harus dilaksanakan berdasarkan asas terbuka, bebas, obyektif, serta adil, dan setara tanpa diskriminasi. Hal tersebut tercantum dalam pasal 32 ayat (1) UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Dalam mencantumkan kualifikasi kerja sudah ada acuan yang seharusnya tidak boleh dicantumkan dalam iklan lowongan pekerjaan. Diantaranya: agama, suku, ras, etnik, kelompok, golongan, status sosial, status ekonomi, jenis kelamin, bahasa, keyakinan politik, disabilitas, status HIV/AIDS, dan keanggotaan dalam serikat pekerja. Dalam hal ini pernikahan masuk dalam status sosial, yang seharusnya tidak boleh dicantumkan dalam iklan lowongan pekerjaan.

Meskipun beberapa di antaranya masih ada pengecualian seperti bahasa, karena bisa masuk kategori kemampuan. Karena yang boleh dicantumkan dalam iklan lowongan pekerjaan adalah hal-hal yang berkaitan dengan kemampuan (pengetahuan), kecakapan (keterampilan), bakat (attitude), pendidikan, dan pengalaman. Dengan memperhatikan harkat, martabat, HAM, dan perlindungan hukum. Yang sudah diatur dalam UU Ketenagakerjaan, pasal 32 ayat (2).

Bukankah setiap warga negara berhak mendapatkan pekerjaan? Dalam UU Ketenagakerjaan, disebutkan bahwa ‘Setiap tenaga kerja memiliki kesempatan yang sama tanpa diskriminasi untuk memperoleh pekerjaan.’ Para pencari kerja tidak boleh dibedakan berdasarkan jenis kelamin, suku, ras, agama, dan aliran politik, termasuk perlakuan yang sama pada penyandang disabilitas.

Sekalipun pemberi kerja diberikan asas bebas dalam menentukan kualifikasi dalam perekrutan pegawai, dan pencari kerja bebas memilih jenis pekerjaan sesuai dengan keinginannya. Namun, harus diperhatikan juga asas obyektifnya. Artinya si pemberi kerja menawarkan pekerjaan yang cocok kepada pencari kerja sesuai dengan kemampuan dan persyaratan jabatan yang dibutuhkan, dan harus memperhatikan kepentingan umum, tidak memihak pada kepentingan pihak tertentu, tidak diskriminatif dan setara.

Baca Juga:  Cara Mengirim Tulisan

Jadi pencantuman syarat belum menikah dalam iklan lowongan pekerjaan adalah tindakan diskriminatif. Status menikah termasuk dalam status sosial yang seharusnya tidak boleh dicantumkan dalam kualifikasi kerja. Syarat ini menjadikan halangan bagi perempuan yang sudah menikah dalam mencari pekerjaan. Padahal kesempatan mendapatkan pekerjaan yang sama adalah bagian dari HAM. Dan seharusnya menjadi seorang istri atau ibu bukanlah penghalang untuk bekerja secara profesional.

 

Rekomendasi

Ditulis oleh

Alumni Sekolah Tinggi Hukum (STH) Indonesia Jentera (Indonesia Jentera School of Law).

Komentari

Komentari

Terbaru

Ketika Harapan Orang Tua Berkamuflase Menjadi Ekspektasi Tinggi: Anak Berprestasi, tapi Tidak Bahagia Ketika Harapan Orang Tua Berkamuflase Menjadi Ekspektasi Tinggi: Anak Berprestasi, tapi Tidak Bahagia

Ketika Harapan Orang Tua Berkamuflase Menjadi Ekspektasi Tinggi: Anak Berprestasi, tapi Tidak Bahagia

Keluarga

Amalan-Amalan di Hari Asyura Amalan-Amalan di Hari Asyura

Amalan-Amalan di Hari Asyura

Ibadah

Mengenal Dua Belas Nama Surah Al-Fatihah Mengenal Dua Belas Nama Surah Al-Fatihah

Mengenal Dua Belas Nama Surah Al-Fatihah

Kajian

Jasmin Akter: Atlet Kriket Muslimah dari Rohingya Jasmin Akter: Atlet Kriket Muslimah dari Rohingya

Jasmin Akter: Atlet Kriket Muslimah dari Rohingya

Muslimah Talk

Dua Syarat Penting saat Mengembalikan Harta Anak Yatim Dua Syarat Penting saat Mengembalikan Harta Anak Yatim

Dua Syarat Penting saat Mengembalikan Harta Anak Yatim

Kajian

Konsekuensi bagi Orang yang Tidak Membayar Hutang di dalam Islam Konsekuensi bagi Orang yang Tidak Membayar Hutang di dalam Islam

Konsekuensi Orang yang Tidak Membayar Hutang di dalam Islam

Kajian

Pandangan Ibnu Rusyd Tentang Sosok Perempuan Pandangan Ibnu Rusyd Tentang Sosok Perempuan

Afra binti Ubayd: Ibu dari Para Pejuang Syariat Islam

Muslimah Talk

menyantuni anak yatim muharram menyantuni anak yatim muharram

Keutamaan Menyantuni Anak Yatim Di Bulan Muharram

Kajian

Trending

puasa istri dilarang suami puasa istri dilarang suami

Kritik Nabi kepada Laki-laki yang Suka Main Kasar pada Perempuan

Kajian

Zainab binti Khuzaimah Zainab binti Khuzaimah

Ummu Kultsum; Putri Rasulullah yang Diperistri Utsman bin Affan

Muslimah Talk

Doa yang Dipanjatkan Fatimah az-Zahra pada Hari Senin Doa yang Dipanjatkan Fatimah az-Zahra pada Hari Senin

Doa yang Dipanjatkan Fatimah az-Zahra pada Hari Senin

Ibadah

Hukum Menalak Istri saat Mabuk Hukum Menalak Istri saat Mabuk

Hukum Menalak Istri saat Mabuk

Kajian

menyantuni anak yatim muharram menyantuni anak yatim muharram

Keutamaan Menyantuni Anak Yatim Di Bulan Muharram

Kajian

Beberapa Kesunahan 10 Muharram Beberapa Kesunahan 10 Muharram

Lima Amalan yang Dianjurkan di Bulan Muharram

Ibadah

Depresi Tidak Punya Anak, Baca Doa Ini agar Cepat Diberi Keturunan Depresi Tidak Punya Anak, Baca Doa Ini agar Cepat Diberi Keturunan

Depresi Tidak Punya Anak, Baca Doa Ini agar Cepat Diberi Keturunan

Ibadah

Membaca zikir sepuluh dzulhijjah Membaca zikir sepuluh dzulhijjah

Perbanyak Baca Doa Ini di Hari Tasyrik

Kajian

Connect