BincangMuslimah.Com- Ingrid Mattson merupakan seorang aktivis dan cendikiawan muslimah asal Kanada. Ia pernah dinobatkan sebagai orang nomor satu dalam organisasi Islam terbesar dan berpengaruh di Amerika, yakni Islamic Society of North Amerika (ISNA). Sebagai seorang akademisi, Mattson juga terkenal dengan kontribusinya dalam bidang studi Islam dan pemikiran keagamaan.
Namanya sempat menjadi topik pembicaraan hangat di berbagai media Barat. Ketika ia masuk dalam daftar salah satu tokoh yang mendapat undangan pada misa inaugurasi sehari setelah pelantikan Barack Obama sebagai presiden AS ke 44. Saat ini, profesor studi Islam di Hartford Seminary ini sibuk mengajar, melakukan penelitian, dan berbagai kegiatan keagamaan dan kemasyarakatan.
Perjalanan Mengenal Islam
Ingrid Mattson lahir dari keluarga penganut Katolik Roma yang sangat taat. Sejak kecil dia tumbuh sebagai anak yang rajin melakukan misa harian. Ketika itu, ia sangat senang mendapatkan pengetahuan dari para biarawati yang mengajarkannya tentang rasa keadilan sosial dan aktivitas sosial. Namun Mattson memiliki ganjalan dengan gereja dan juga teologi Katolik.
Karenanya, Ingrid memutuskan berhenti pergi ke gereja dan memilih menjadi atheis (tidak mempercayai Tuhan). Ingrid memilih fokus untuk menimba ilmu di Universitas Waterloo dan memilih jurusan Seni dan filsafat.
Di kampusnya tersebut, ia sempat bekerja pada bagian Departemen Seni Rupa, yang salah satu tugasnya mempersiapkan presentasi dan katalog seni. Karenanya setiap kali masuk ke perpustakaan, ia selalu mengumpulkan buku-buku seni sejarah. Dia juga harus berkelana ke berbagai museum sejarah dan seni untuk mendapatkan bahan-bahan keperluan pembuatan katalog seni.
Ketika libur musim semi, ia bahkan merelakan waktunya untuk pergi ke Museum Louvre di Paris. Di sinilah untuk kali pertama dalam hidupnya Mattson berjumpa dengan beberapa muslimah dari Senegal. Ia menyebut momen tersebut sebagai ‘the summer i met muslims’. Ingrid Mattson sangat terpesona dengan ketulusan dan martabat yang dia lihat dari diri teman-teman muslimahnya tersebut.
Mattson kemudian mulai menggali dan mempelajari tentang Islam, ketuhanan, serta kepribadian Nabi Muhammad melalui Alquran terjemahan. Ia semakin tertarik dengan Islam, tatkala mengetahui bahwa dalam ajaran Islam bukan hanya memperhatikan perihal beribadah, tetapi juga di dalam semua aspek kehidupan, mulai dari kebersihan diri sampai pada cara bersikap terhadap anak-anak dan tetangga.
Pada tahun 1986, ia memutuskan bersyahadat dan menjadi muslimah. Saat itu usianya 23 tahun, ia juga memutuskan untuk berbusana muslimah lengkap dengan jilbab. Keputusan ini menunjukkan keseriusannya dalam menjalani kehidupan sebagai seorang muslim, meskipun pada saat itu ia hidup di dunia Barat, di mana keberadaan perempuan berhijab sering kali menjadi simbol perbedaan yang nyata.
Aktivitas Sosial dan Karya Ilmiah
Setelah memeluk Islam, Ingrid Mattson tidak hanya berhenti pada proses spiritual semata, tetapi juga langsung terlibat dalam aktivitas sosial. Ia menghabiskan waktunya untuk menjadi relawan kemanusiaan dan pendidikan anak-anak di beberapa negara Muslim yang tengah dilanda krisis, seperti Afghanistan, Pakistan, dan Kosovo.
Dirinya merasa terdorong untuk memberikan kontribusi langsung bagi masyarakat dan mengamalkan ajaran Islam. Terutama dalam hal hak-hak perempuan dan kaum tertindas, keadilan sosial, dan kepedulian terhadap sesama.
Sebagai intelektual muslim, Ingrid Mattson juga menghasilkan banyak karya ilmiah. Tulisannya, baik akademis maupun publik, berfokus terutama pada interpretasi al-Quran, etika teologis Islam, dan hubungan antaragama. Buku-bukunya dan pidato-pidatonya sering kali mencerminkan kedalaman pemahamannya tentang tradisi Islam sekaligus pendekatan progresif terhadap isu-isu kontemporer.
Buku The Story of the Quran karangan Ingrid Mattson, merupakan buku terlaris akademis dan didistribusikan ke perpustakaan di seluruh Amerika Serikat oleh US National Endowment for the Humanities. Dalam satu bab khusus, ia membagikan pemikirannya dan pendekatannya dalam memahami Alquran, di mana hal ini sangat berguna dan membantu umat Islam untuk memahami kitab suci tersebut.
Salah satunya, ia menerangkan bahwa al-Quran tidak hanya datang untuk menyampaikan ajaran spiritual, tetapi juga untuk memberikan panduan praktis bagi kehidupan sosial dan moral. Pemahaman ini membantu untuk menghindari sikap “tekstualis” yang kaku terhadap al-Quran dan sebaliknya membuka ruang untuk memahami bagaimana wahyu itu merespons kebutuhan zaman tersebut. Hal ini juga memberi pembaca wawasan tentang bagaimana kitab yang dibawa Rasulullah ini bisa tetap relevan dengan konteks sosial, politik, dan kultural yang berubah dari masa ke masa. Wallah a’lam.[]