BincangMuslimah.Com- Isnawati Rais merupakan ulama perempuan, mufassirah, aktivis feminis, dan profesor bidang Ilmu Fikih di Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Kelahiran Tanah Minang, pada 27 Oktober 1957 ini telah mendalami ilmu agama secara intensif semenjak menuntut ilmu di Pesantren Sumatera Thawalib Parabek dan Madrasah Aliyah Kulliyah ad-Diyanah.
Karir dan Organisasi
Isnawati kemudian melanjutkan pendidikan sarjana muda di IAIN Imam Bonjol. Gelar masternya beliau peroleh pada tahun 1990 dengan menyabet penghargaan lulusan terbaik di IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Kemudian menyelesaikan program doktoral di bidang Pengkajian Islam pada Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Sebagai seorang akademisi, Isnawati Rais memulainya dengan menjadi asisten dosen dan dosen Fakultas Syariah IAIN Imam Bonjol Padang. Kemudian setelah menikah, beliau merantau ke Jakarta mengikuti suaminya, Hasnim Fadhly Hassan yang mengajar di IAIN Syarif Hidayatullah.
Sejak muda, Isnawati Rais telah aktif khidmah di publik dengan menjadi kader perempuan Muhammadiyah. Beliau pernah menjabat sebagai ketua Nasyiatul ‘Aisyiyah Sumbar pada tahun 1985-1990. Dengan kegigihannya, membuat namanya masuk dalam jajaran pengurus NA Pusat hingga menjadi anggota PP ‘Aisyiyah. Beliau juga pernah menjabat anggota Komisi Fatwa MUI Pusat dan tim Layanan Konsultasi Keagamaan MUI Pusat dan aktif membina ladang amal di berbagai lembaga amal pendidikan.
Karya Ilmiah
Pada tahun 2022, beliau dikukuhkan sebagai guru Besar ilmu Fikih UIN Syarif Hidayatullah setelah perjalanan panjang menekuni ilmu Hukum Islam. Dengan gelar profesor tersebut, tentu beliau telah menghasilkan segudang karya tulisan, baik buku maupun jurnal ilmiah internasional.
Beberapa dii antara karya ilmiahnya ialah, Dirasah Islamiyah III Pengantar Ilmu Tafsir (1989), Praktek Kawin Mut’ah di Indonesia dalam Tinjauan Hukum Islam dan Undang-Undang Perkawinan (Jurnal Ahkam, 2014), The Settlement of Joint Property in Religious Courts of Indonesia: A Case in the Religious Court of South Jakarta (Al-‘Adalah, 2018), The Polemic Prohibition of Wearing Veil in Perspective al-Quran and Sadd Al-Dzari’ah (2020).
Kompetensi dalam Bidang Ilmu Tafsir
Isnawati Rais juga pernah menjadi tim penulis dan bertugas mengentry data pada Ensiklopedia al-Quran: Kajian Kosa Kata (2012) dengan Pimpinan Redaksi Prof. Dr. M. Quraish Shihab. Penguasaannya dalam bidang penafsiran al-Quran, menjadikannya tergabung sebagai penyusun Tafsir At-Tanwir Muhammadiyah jilid ke-II.
Keterlibatannya sebagai mufasir perempuan di dalam Tafsir At-Tanwir menunjukan partisipasinya dalam penafsiran ayat-ayat gender khususnya dalam hukum keluarga. Tema-tema ayat yang ditulis Isnawati kebanyakan yang menjadi kepakarannya, yaitu seputar pernikahan, talaq, perempuan haid, menyusui, dan masa iddah perempuan. Hal itu memberikan ruang baginya untuk menyuarakan penafsiran ayatayat gender tersebut yang berkeadilan.
Isnawati Rais berpandangan bahwa al-Quran dan hadis yang menjadi sumber pokok hukum dalam Islam, mengakui kedudukan yang setara antara laki-laki dan perempuan. Beliau dalam penafsirannya juga menyebutkan ayat-ayat yang sekilas terlihat mendiskriminasi perempuan karena perempuan berada tingkatan di bawah laki-laki.
Tafsir Berkeadilan Gender
Seperti dalam surah al-Baqarah ayat 282 tentang kesaksiaan dua orang perempuan dihitung sama dengan kesaksian satu orang laki-laki. Selain itu, di ayat yang sama mengungkapkan bahwa suami memiliki kelebihan satu tingkatan daripada istri.
Tetapi menurutnya, bentuk diskriminasi tersebut bukan untuk menunjukan kelebihan atau kekurangan. Melainkan lebih kepada perbedaan kecenderungan, beban tanggung jawab, dan fitrah dari Allah. Baik laki-laki maupun perempuan, memiliki hak yang setara dan peran yang adil sebagai hamba Allah.
Kemudian, penafsiran beliau dalam ayat lain tentang menyusui surah al-Baqarah: 233. Isnawati menyerukan bagaimana keterlibatan seharusnya peran suami atau laki-laki dalam mengasuh anak. Beliau berpendapat bahwa Allah memerintahkan kepada para ayah untuk memenuhi kebutuhan Ibu selama masa menyusui itu, seperti makanan dan pakaiannya, sesuai dengan kemampuannya agar proses penyusuan berjalan dengan baik.
Beliau menegaskan bahwa Allah telah mengingatkan kepada kedua orang tua agar menjalankan tugas masing-masing dengan sebaik-baiknya. Jangan sampai suami istri saling menyulitkan disebabkan oleh persoalan anak. Dalam pola pengasuhan anak terutama ibu yang menyusui, seorang ayah wajib memenuhi hak istri untuk menyusui anaknya.
Selain itu, menurutnya ayat ini memberikan penekanan bagaimana cara suami istri membangun relasi yang baik, mu’asyarah bil ma’ruf di antara mereka dalam kehidupan rumah tangga. Artinya, baik itu laki-laki dan perempuan dalam hubungan antar keluarga memiliki peran kewajiban dan hak yang setara.
Khidmah dan Kontribusi di Masyarakat
Di lain kesibukannya mengajar di perguruan tinggi dan menjadi tenaga pendidik yang produktif dalam kegiatan akademik, beliau juga aktif berdakwah di masyarakat. Beliau tercatat sebagai penceramah di beberapa masjid dan majelis ta’lim. Seperti di Masjid Raya Pondok Indah, Masjid Baiturrahman Bintaro, dan Masjid Agung Sunda Kelapa, Menteng, serta diundang ceramah di berbagai tempat.
Isnawati Rais bukanlah sekadar ilmuwan kampus, tetapi ilmuwan masyarakat yang memasyarakat. Dalam memberikan pengajian di masjid dan forum lainnya, beliau tidak pernah mengungkit dan mempertentangkan soal-soal furuiyah dan khilafiyah. Beliau telah wafat pada Rabu, 12 Juli 2023 di Jakarta Timur dan meninggalkan segudang keilmuan islam, termasuk juga pesan keadilan gender melalui tafsir al-Quran. Wallah a’lam.[]
Rekomendasi

3 Comments