BincangMuslimah.Com – Fatherless atau ketiadaan peran ayah menjadi hal yang perlu mendapat highlight karena erat kaitannya dengan perkembangan generasi selanjutnya. Konotasi tiadanya ayah ditekankan pada kurangnya kehadiran sang ayah pada masa tumbuh kembang anak. Penyebabnya bisa karena padatnya kesibukan, kurangnya rasa simpati, hingga kurangnya edukasi perihal pola asuh anak. Lantas bagaimana fenomena fatherless ini dalam kacamata Islam?
Mengapa pembahasan fatherless menjadi penting dalam Islam?
Perlu diketahui bersama bahwa beberapa narasi menyebutkan bahwa Indonesia menjadi fatherless country ketiga di dunia. Namun Kumparan.id merilis adanya misresearch atau kesalahan riset, yakni tidak ditemukannya publikasi ilmiah terkait perangkingan tersebut. Walau begitu, ironi fatherless ini dirasakan oleh masyarakat di beberapa penjuru daerah
Islam sangat menegaskan bahwa anak adalah amanah bagi orang tua yang semestinya harus dirawat dengan penuh kasih sayang. Mendidik anak juga merupakan upaya implementasi salah satu Maqasid al-Syari’ah yakni menjaga jiwa (hifdz an-nafs) dan menjaga keturunan (hifdz an-nasl). Bahkan dapat berdampak pula pada terealisasinya tiga prinsip syariat Islam yang lain.
Nyatanya, tak sedikit pembahasan perihal pola asuh anak dalam Alquran. Salah satunya termuat dalam surat Luqman ayat 12-19. Dalam surah Luqman terdapat kisah Luqman al-Hakim yang memberikan arahan kepada anaknya perihal ketauhidan, menjadi hamba yang berakhlak baik, pentingnya bersyukur, dan adab kepada orang tua.
Ummi Shofi dalam bukunya Agar Cahaya Mata Makin Bersinar: Kiat-Kiat Mendidik Ala Rasulullah, menyebutkan ada empat prinsip yang perlu diperhatikan dalam pengasuhan anak. Keempat prinsip tersebut adalah memelihara fitrah anak (al-muhafazhah), mengembangkan potensi anak (al-tanmiyah), pengarahan (al-taujih),dan bertahap (al-tadarruj). Sebagaimana Allah mengisyaratkannya dengan turunnya Alquran sebagai pendidikan dan wahyu kepada Nabi Muhammad, yakni secara berangsur-angsur dan bertahap.
Mengutip syair yang telah masyhur perihal pentingnya pendidikan anak:
الْأُمُّ مَدْرَسَةٌ إِذَا أَعْدَدْتَهَا أَعْدَدْتَ شَعْباً طَيِّبَ الْأَعْرَاقِ
”Ibu adalah sebuah madrasah (tempat pendidikan)و jika kamu menyiapkannya berarti kamu menyiapkan (lahirnya) sebuah masyarakat yang baik budi pekertinya”.
Namun, apakah hanya ibu yang memiliki peran penting bagi tumbuh kembang anak?
Dr. Daniel Nettle, seorang profesor Behavioural Science dari Newcastle University mengemukakan risetnya pada tahun 2008 bahwa 11 ribu orang dewasa dengan rata-rata umur 50 tahun memiliki skor IQ lebih tinggi karena keterlibatan sosok ayah di masa kecil.
Merangkum dari buku Pentingnya Peran Ayah Dalam Pengasuhan Anak oleh Latifatus Sa’adah dkk, bahwa keterlibatan ayah dalam pola asuh anak dapat menumbuhkan jiwa kepemimpinan, kritis, percaya diri, dan bertanggung jawab.
Hal tersebut bisa terbangun dari hal-hal kecil seperti meluangkan waktu bersama anak di tengah padatnya kesibukan, menemaninya saat bermain dan bereksplorasi, menanyakan kabarnya, hingga mendengarnya berkeluh kesah.
Pentingnya pendidikan karakter bagi anak ditekankan oleh Locke dalam karyanya yang berjudul Some Thoughts Concerning Education (1692). Menurutnya, tidak ada kemampuan bawaan pada manusia karena jiwa seorang anak itu bersih bagaikan selembar kertas putih. Pikiran dan perilaku yang terbentuk merupakan hasil dari pengalaman sensasi dan refleksi selama ia hidup.
Dengan kata lain, fatherless sudah tentu berdampak buruk karena anak akan merasa kekurangan figur lain (selain ibu) dalam hidupnya. Namun di samping itu, pendidikan dasar dalam rumah baiknya harus dijalankan seimbang oleh kedua orang tua agar anak memperoleh hak dalam pertumbuhannya dan menjadi manusia utuh kemudiannya.