BincangMuslimah.Com – Shalat adalah salah satu kewajiban bagi muslim laki-laki dan perempuan. Ia terdiri dari beberapa syarat dan rukun. Berdiri adalah salah satu syarat wajib bagi siapapun yang sanggup melakukannya. Misal, orang yang sakit, lumpuh, atau berkebutuhan khusus selama akalnya sehat. Bagaimana shalat yang dilakukan untuk perempuan hamil sedangkan ia tetap bisa berjalan? Bolehkah shalat dengan duduk bagi perempuan hamil?
Kewajiban berdiri dibebankan kepada siapapun yang sanggup. Apabila terdapat kesulitan yang teramat atau seseorang yang sedang sakit dan khawatir sakitnya akan bertambah saat ia shalat sambil berdiri, boleh baginya untuk shalat dengan posisi duduk. Hal itu tidak mengurangi pahala baginya selama syarat dan rukun lainnya terpenuhi dan ia juga tidak wajib mengulang shalatnya.
Akan tetapi, jika uzurnya atau kesulitannya masih dalam taraf ringan dan tidak mengganggu kesehatan serta aktivitas shalatnya, maka tidak boleh untuk melaksanakan shalat sambil duduk. Ketetapan para ulama ini merujuk pada hadis Nabi Muhammad yang berbunyi:
عن أبي موسى – رضي الله عنهما – قال: قال رسول الله – صلى الله عليه وسلم -: ((إذا مرض العبد أو سافر كتب له مثل ما كان يعمل مقيمًا صحيحًا))؛ رواه البخاري.
Artinya: dari Abu Musa radhiyallahu ‘anhu, berkata, “Rasululullah shallallahu ‘alaihi wa sallama bersabda: apabila seseorang sedang sakit atau dalam perjalanan, maka ia mendapat pahala yang setara dengan pahala saat ia sehat (jika beribadah).”
Dalam hadis lain juga Nabi menyebutkan,
عَنْ عِمْرَانَ بْنِ حُصَيْنٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ : كَانَتْ بِي بَوَاسِيرُ ، فَسَأَلْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ الصَّلَاةِ ، فَقَالَ : ( صَلِّ قَائِمًا ، فَإِنْ لَمْ تَسْتَطِعْ فَقَاعِدًا ، فَإِنْ لَمْ تَسْتَطِعْ فَعَلَى جَنْبٍ ) .
Artinya: dari ‘Imran bin Hushain radhiyallahu ‘anhu berkata, “dulu aku pernah terkena penyakit wasir, maka aku bertanya pada Rasulullah tentang (tata cara) shalat, kemudian beliau menjawab: shalatlah engkau dengan berdiri, jika tidak sanggup lakukanlah dengan duduk, jika tidak sanggup maka berbaringlah.” (HR. Bukhari)
Ibnu Qudamah, salah satu ulama yang menjadi rujukan mazhab Hanbali juga menulis dalam al-Mughni,
وَإِنْ أَمْكَنَهُ الْقِيَامُ إلا أَنَّهُ يَخْشَى زِيَادَةَ مَرَضِهِ بِهِ, أَوْ تَبَاطُؤَ بُرْئِهِ, أَوْ يَشُقُّ عَلَيْهِ مَشَقَّةً شَدِيدَةً فَلَهُ أَنْ يُصَلِّيَ قَاعِدًا، وَنَحْوَ هَذَا قَالَ مَالِكٌ وَإِسْحَاقُ
Artinya: jika memungkinkan untuk berdiri kecuali takut akan bertambah sakitnya atau gerakannya menjadi lambat gerakannya, atau mengalami kesulitan maka boleh baginya shalat dalam keadaan duduk. Pendapat ini juga yang dipegang oleh Imam Malik dan Ishak.
Adapun Imam ar-Rafi’i, salah satu ulama fikih Syafi’i menjelaskan maksud uzur atau kesulitan tersebut,
قال الرافعي: ولا نعني بالعجز عدم الإمكان فقط، بل في معناه خوف الهلاك أوزيادة المرض أو خوف مشقة شديدة أو دوران الرأس في حق راكب السفينة كما تقدم بعض ذلك كله
Artinya: Imam ar-Rafi’i “yang kami maksud dengan al-‘ajzu bukan hanya tidak mampu tapi khawatir akan bahaya (yang menyangkut pada keselamatan nyawa) atau bertambah sakit atau khawatir akan menghadapi kesulitan yang berat atau kepala yang pusing bagi penumpang perahi sebagaimana contoh kasus-kasus sebelumnya.”
Maka bagi perempuan hamil, jika shalat dengan berdiri akan menimbulkan bahaya bagi dirinya dan kesulitan, misal terasa pusing atau lemas atau karena perut yang membesar ia kesulitan bergerak terutama ruku dan sujud, boleh baginya untuk shalat wajib dengan posisi duduk.
Ukuran uzur tersebut dikembalikan pada perempuan hamil tersebut dan melihat kondisi kesehatannya. Maka perempuan hamil tidak perlu memaksakan dirinya untuk shalat berdiri jika itu memang akan membahayakan kesehatannya atau bahkan janin yang dikandungnya. Islam adalah agama yang tidak menyulitkan pemeluknya. Wallahu a’lam.
3 Comments