BincangMuslimah.Com – Sirah Nabawi biasanya disampaikan dalam bahasa yang formal. Tapi kali ini, Sibel Eraslan mampu menghadirkan sejarah kisah Khadijah dengan bingkisan yang cantik dalam bentuk novel sejarah. Novel sejarah memang masuk dalam karya fiksi, akan tetapi ia berlatar belakang sejarah yang dibahas secara panjang dan detil. Biasanya, novel sejarah dibumbui kisah fiksi untuk unsur hiburan. Salah satunya adalah novel sejarah berjudul “Khadijah, Ketika Rahasia Mim Terungkap” karya Sibel Eraslan.
Bukan berarti novel sejarah sepenuhnya adalah karangan atau fiktif belaka. Dalam novel sejarah, latar waktu dan kejadian memang benar-benar terjadi. Begitu juga dalam novel ini, mengisahkan kehidupan Khadijah sebelum bertemu Nabi, hingga menikah, menemani juang dakwah Nabi, dan meninggal.
Sibel Eraslan cukup dikenal karya karyanya yang menceritakan wanita-wanita pada zaman Nabi. Ia menulis novel sejarah yang menceritakan wanita-wanita itu sebanyak empat series. Series Khadijah, Asiyah, Aisyah, dan Fatimah. Keempat novel tersebut aslinya berbahasa Turki, sesuai kebangsaan yang dimiliki oleh Sibel. Keempat novelnya tersebut diterjemahkan ke beberapa bahasa lain termasuk bahasa Indonesia.
Novel ini cukup tebal, yaitu sebanyak 388 dalam versi bahasa Indonesianya. Tapi begitu asyik saat membacanya. Saat membaca ini, penulis seolah-olah ditampilkan sebuah film tentang kisah perempuan tangguh ini, Khadijah. Satu per satu tokoh yang dimunculkan dalam novel tersebut dijelaskan secara rinci. Misal, tentang pamannya yang seorang pendeta, Waraqah bin Naufal. Ia menceritakan Waraqah secara nasab sebenarnya adalah sepupun Khadijah, akan tetapi karena usianya seusia paman-pamannya, ia menganggap Waraqah sebagai paman.
Dalam kisah ini barangkali memang ada beberapa kisah fiktif. Penulis tidak tahu persis, apakah Berenis dan Dujayyah, dua orang budak milik Khadijah merupakan kisah fiktif atau benar adanya. Sebab penulis pun masih minim referensi akan kisah Khadijah dari teks sejarah secara detil. Berenis dan Dujayyah sering ditampilkan sebagai dua budak yang setia menemani Khadijah. Sebab dialog mereka seringkali ditampilkan dengan membahas hal-hal yang menurut penulis sepertinya belum terpikirkan oleh orang-orang saat itu.
Misal, saat melahirkan Zainab, Dujayyah mengatakan bahwa yang lahir adalah bayi wanita. Lalu ia mengulanginya, seolah memberi pertanda bahwa mengapa Berenis tidak memberikan komentar atas kelahiran bayi perempuan. Lalu Berenis menjawab:
“Dujayah, lama-lama kau pun bertingkah seperti Barakah. Mengulang kata-kata yang sama ketika sedang bahagia. Dari tadi kau selalu mengulang-ulang ‘bayi wanita dengarkah kau’, ‘bayi wanita dengarkah kau’. Segala puji bagi Allah, bayi itu terlahir sehat ke dunia. Selain bersyukur, apa yang bisa kita lakukan. Demi Allah, mengapa kau selalu mengucapkan ‘tapi lahir bayi wanita’, ‘tapi lahir bayi wanita’ berulang-ulang.”
Kalau kita menilik latar belakang sang penulis, ternyata kita menemukan ia merupakan seorang aktivis yang giat menperjuangkan HAM, pendidikan, pemberian jaminan kerja, dan hak-hak perempuan. Ia juga aktif menulis di berbagai majalah di Turki. Penulis menduga, ini hanyalah bumbu sebagai pesan tersirat yang hendak disampaikan oleh Sibel. Bahwa pada saat itu, kelahiran bayi perempuan tidak begitu diharapkan.
Sibel memulai novel ini dengan prolog sebuah pujian kepada Khadijah berupa prosa. Khadijah digambarkan -seseuai dengan fakta sejarah- sebagai sosok perempuan yang sungguh hebat. Ia merupakan pedagang yang sukses dan kaya raya di Mekkah saat itu. Khadijah mengatur dan memimpin bisnisnya itu seorang diri. Betapa memang, Ibunda Khadijah merupakan contoh sosok wanita yang luar biasa pada zaman itu. Zaman jahiliah, saat pembunuhan bayi perempuan masih marak, saat posisi perempuan begitu diremehkan. Tetapi lihatlah, Khadijah melesatkan dirinya di posisi yang sejajar bahkan lebih tinggi daripada kesuksesan laki-laki saat itu.
Dalam novel “Khadijah, Ketika Rahasia Mim Terungkap” yang memang sesuai dengan fakta sejarah, Khadijah pernah menikah dua kali sebelum menikah dengan Nabi Muhammad. Akan tetapi, Khadijah telah diberi tanda oleh Tuhan bahkan sebelum ia menikah dengan dua suaminya itu. diceritakan bahwa Khadijah berkali-kali bermimpi bahwa matahari turun ke bumi dan masuk ke dalam rumahnya. Ia gelisah lalu datang kepada Waraqah dan menceritakan peristiwa itu.
Waraqah telah menduga, bahwa Khadijah akan menjadi istri dari seorang yang mulia dan memiliki penting. Seperti yang Waraqah temukan ceritanya dalam Injil. Akan tetapi tahun berganti tahun, hingga akhirnya Khadaijah menikah dengan Abu Halah dan memiliki tiga orang anak peristiwa itu tidak terjadi. Lalu Abu Halah meninggal. Beberapa tahun kemudian Khadijah menikah lagi, tak lama suami keduanya pun meninggal.
Khadijah memutuskan untuk menyendiri sambil menunggu jawaban dari apa yang pernah dikatakan Waraqah. Ia terus menyibukkan diri mengurusi perniagaannya seorang diri sambil merawat ketiga anaknya dari hasil pernikahannya dengan Abu Halah. Sibel lagi-lagi tiada bosannya memuji Khadijah dengan prosa yang ia tulis, bahkan dalam novel ini ada beberapa bab yang khusus untuk memuji Khadijah.
Pertemuan Khadijah dengan Muhammad bermula dari urusan bisnis. Saat itu Maisaroh, yang merupakan budak Khadijah menemani Muhammad melakukan perjalanan dagang. Penulis di sini masih berpikir, sebenarnya Maisaroh laki-laki atau perempuan. Sebab, Khadijah digambarkan begitu dekat dengan Maisaroh, bahkan Maisaroh digambarkan sebagai teman dan tempat Khadijah bercerita. Padahal dalam beberapa sumber dan riwayat, Maisaroh adalah seorang laki-laki, dan Muhammad tidak mungkin berdua dalam perjalanan jauh dengan seorang perempuan meski saat itu risalah kenabian belum turun.
Singkat cerita, Khadijah dan Muhammad menikah. Barulah perjalanan pernikahan keduanya diceritakan oleh Sibel dalam novel ini. Allah menakdirkan Muhammad menikah dengan Khadijah ternyata memiliki maksud dan hikmah yang luar biasa. Khadijah merupakan perempuan yang dewasa dan memiliki kematangan berpikir. Khadijah senantiasa tenang saat Muhammad mulai mendapat tanda-tanda kenabian seperti yang telah tersiar di Mekkah, bahwa akan datang seorang nabi akhir zaman.
Saat Muhammad memutuskan untuk melakukan uzlah di goa Hiro dan mulai menjauhkan diri dari kehidupan dan ada istiadat masyarakat Arab saat itu, Khadijah mendukungnya. Muhammad memang sama sekali tidak pernah mengikuti adat kebiasaan mereka. Bahkan terdapat satu riwayat, saat Muhammad masih kecil, ia diajak ke pasar Ukaz bersama teman-teman sebayanya untuk menonton pertunjukkan. Saat ia dan teman-temannya menunggu acara itu dimulai, Muhammad dibuat mengantuk dan tertidur sehingga tidak ikut serta menonton pertunjukkan itu.
Setiap hari, Khadijah menyiapkan perbekalan untuk suaminya melakukan uzlah di goa. Khadijah pun sesekali menemaninya di goa. Tidak hanya Muhammad yang melakukan pengasingan diri, terdapat beberapa orang ahli ibadah melakukan hal yang sama di sana. Peristiwa kenabian itu bermula dari kedatangan jibril yang menyampaikan wahyu surat al-Alaq ayat 1-5. Di situ, Muhammad panik sekali lalu pulang dan menceritakannya kepada Khadijah.
Situasi turunnya wahyu pertama benar-benar digambarkan seolah nyata oleh Khadijah. Betapa Khadijah begitu dewasa dalam menghadapi situasi ini. Dipeluknya Muhammad dan kemudian diantarkannya ke Waraqah bin Naufal. Waraqah membenarkan akan kejadian itu dan mengatakan bahwa ia adalah malaikat bernama Jibril yang biasa mengantarkan pesan Tuhan kepada nabi-nabiNya.
Muhammad tetap gelisah. Sebab jibril tak lagi datang hingga tiga tahun lamanya. Lalu, kedatangan Jibril yang kedua di goa Hiro terjadi lagi. Kedatangan kedua ini diceritakan dalam surat Muzammil. Jibril lalu berkata bahwa Muhammad adalah seorang Nabi. Muhammad berlari menuju rumahnya untuk menemui Khadijah dan memohon untuk diselimuti. Ternyata Jibril ada di situ. Khadijah lalu membuka sebagian auratnya dan bertanya apakah makhluk itu masih ada. Ternyata makhluk itu menghilang dan Khadijah memastikan bahwa ia benar-benar malaikat.
Khadijah juga menemani perjalanan dakwah Nabi saat baru pertama ia mendakwahkan umatnya. Mengajak mereka untuk menyembah Allah, satu-satunya Tuhan yang patut disembah. Saat itu, Muhammad benar-benar mengalami perlawanan yang luar biasa bahkan dari saudaranya sendiri. Khadijah digambarkan sebagai sosok istri yang begitu tabah, kuat, dan dewasa. Terlebih saat masa-masa pemboikotan umat muslim di Mekkah yang terjadi selama tiga tahun. Khadijah merelakan seluruh waktu, tenaga, dan hartanya untuk dakwah Nabi.
Di masa akhir hidupnya, Khadijah sakit setelah pemboikotan selesai dengan sendirinya karena Allah mengutus rayap-rayap untuk menggerogoti kertas perjanjian itu yang menggantung di Kakbah. Khadijah nampak lemas, pucat, dan tak berdaya. Tubuhnya ringkih, ia menemani Nabi selama kurang lebih 25 tahun. Betapa mulia dan besar pengorbanannya untuk Nabi dan Islam. Dan sebelumnya, pada suatu hari Nabi pernah mengabarkan bahwa ia mendapat salam dari Allah dan telah dipersiapkan surga untuknya. Khadijah akhirnya wafat di pangkuan Nabi Muhammad.
Demikian ulasan buku karya Sibel Eraslan yang berjudul “Khadijah, Ketika Rahasia Mim Terungkap”.