Ikuti Kami

Kajian

Re-Tafsir Kepemimpinan Perempuan oleh Gus Dur

islam kenyamanan perempuan pendapat Kepemimpinan Perempuan keadilan gender
Source: Gettyimages.com

BincangMuslimah.Com – Desember adalah bulan Gus Dur. Karena menjadi momentum peringatan kepulangan Gus Dur, peristiwa yang meninggalkan duka mendalam bagi yang mencintainya. Meski begitu, Gus Dur telah meninggalkan banyak teladan dan nilai. Peran Gus Dur, baik saat belum menjabat presiden, saat menjabat dan sesudahnya begitu banyak. Salah satu peran penting bagi perempuan adalah re-tafsir kepemimpinan perempuan.

Gus Dur tidak hanya melahirkan gagasan yang menggerakkan banyak orang, tapi juga kebijakan-kebijakan yang menjadi representasi dari nilai keadilan. Mengenai isu-isu yang berkaitan dengan perempuan, Gus Dur pernah mengkaji hadis tentang kepemimpinan perempuan yang pada masanya bahka hingga masih menjadi perdebatan.

Dalil yang kerapkali menjadi landasan penolakan kepemimpinan perempuan adalah surat an-Nisa ayat 34,

اَلرِّجَالُ قَوَّامُوْنَ عَلَى النِّسَاۤءِ بِمَا فَضَّلَ اللّٰهُ بَعْضَهُمْ عَلٰى بَعْضٍ وَّبِمَآ اَنْفَقُوْا مِنْ اَمْوَالِهِمْ

Artinya: Laki-laki (suami) itu pelindung bagi perempuan (istri), karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan), dan karena mereka (laki-laki) telah memberikan nafkah dari hartanya.

Ayat ini bahkan menjadi legitimasi bagi beberapa kalangan yang mengsubordinasi perempuan, memarjinalkan, dan mengkungkung gerak perempuan. Adapun tafsir dari para ulama menyorot pada kata “qawwamun” yang mengarah pada makna tanggung jawab atas keselamatan dan nafkah. Kedua, maknanya mengarah pada kapasitas kepemimpinan. Dan pendapat kedua lebih dipilih oleh kebanyakan ulama tentang ayat ini, yaitu soal kepemimpinan yang sepenuhnya milik laki-laki.

Selain ayat tersebut, dalil yang menjadi pijakan atas penolakan kepemimpinan perempuan adalah hadis berikut,

لَنْ يُفْلِحَ قَوْمٌ وَلَّوْا أَمْرَهُمْ امْرَأَةً

Artinya: Suatu kaum tidak akan beruntung, jika dipimpin oleh seorang wanita. (HR. Bukhari)

Gus Dur menanggapi kasus ini dengan menyorot ayat yang berbicara mengenai peran laki-laki dan perempuan yang harusnya saling bekerja sama. Ayat yang sebenarnya menunjukkan nilai keadilan dan begitulah yang memang diajarkan oleh Gus Dur. Ayat tersebut adalah ayat 13 surat al-Hujurat,

Baca Juga:  Kepada Siapa Saja Daging Kurban Dibagikan?

يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ اِنَّا خَلَقْنٰكُمْ مِّنْ ذَكَرٍ وَّاُنْثٰى وَجَعَلْنٰكُمْ شُعُوْبًا وَّقَبَاۤىِٕلَ لِتَعَارَفُوْا ۚ اِنَّ اَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللّٰهِ اَتْقٰىكُمْ ۗاِنَّ اللّٰهَ عَلِيْمٌ خَبِيْرٌ

Artinya: Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Mahateliti.

Dalam buku “Fikih Gus Dur” karya Dr. Johari, Gus Dur menanggapi isu tersebut dengan mengajak kita melihat permasalahan ini dengan perspektif humanisme dan adil gender. Sejatinya, Allah menciptakan laki-laki dan perempuan untuk bekerja sama. Laki-laki dan perempuan memang memiliki perbedaan, tapi harus dipandang dalam kacamata yang proporsional dan kontekstual.

Dalam karyanya, “Islam Kosmopolitan”, Gus Dur melihat bahwa hadis tentang “tidak beruntungnya suatu kaum jika dipimpin oleh perempuan” adalah sistem dan budaya kepemimpinan yang terjadi pada abad ketujuh sampai sembilan. Pada abad itu, kepemimpinan bangsa Arab adalah kepemimpinan individu. Sedangkan pada masa itu, status perempuan dalam struktur sosial dianggap sebagai manusia kelas dua.

Maka Nabi mewanti-wanti, jika kepemimpinan suatu suku diserahkan pada perempuan maka suku itu akan diremehkan oleh suku lainnya. Hadis tersebut kemudian dikaji oleh Gus Dur dari perspektif sejarah dan dipahami secara kontekstual. Maka penerapannya perlu dikaji kembali.

Gus Dur menawarkan tafsir baru mengenai hadis ini. Yaitu penafsiran yang tidak melepaskan kajian historis. Maka pada saat ini, kepemimpinan suatu kelompok atau organisasi atau lembaga sudah lagi tidak bersifat individu tapi konstitusional. Dalam kepemimpinan konstitusional, sekalipun yang memimpin adalah laki-laki tetaplah melibatkan kinerja-kinerja perempuan. Begitu juga sebaliknya, jika dipimpin oleh perempuan, realitanya dalam mewujudkan tujuan kelompok tetaplah melibatkan pihak laki-laki.

Baca Juga:  Hukum Menerima Bantuan dari Non Muslim Saat Bencana

Penafsiran yang ditawarkan oleh Gus Dur ini berlandaskan penerapan maqashid syari’ah. Maka berdasarkan hal ini, tafsir kepemimpinan perempuan bersifat kontekstual dan ijtihadi. Wallahu a’lam.

Rekomendasi

Ditulis oleh

Sarjana Studi Islam dan Redaktur Bincang Muslimah

Komentari

Komentari

Terbaru

Maulid Nabi sebagai Momentum Mewujudkan Warisan Keadilan

Khazanah

Hukum Jual Beli ASI

Kajian

imamghazali.org imamghazali.org

Qasidah Imam Busyiri, Bentuk Cinta Kepada Nabi

Khazanah

Retno Marsudi: Diplomat Handal dengan Segudang Prestasi

Diari

Cara mendidik anak Nabi Ibrahim Cara mendidik anak Nabi Ibrahim

Teladan Rasulullah Sebagai Kepala Keluarga

Khazanah

Bolehkah Perempuan Haid Membaca Maulid? Bolehkah Perempuan Haid Membaca Maulid?

Bolehkah Perempuan Haid Membaca Maulid?

Kajian

Khalil Gibran dan Cintanya yang Abadi

Diari

Tafsir Surah al-Ahzab Ayat 21: Rasulullah Teladan Bagi Manusia

Khazanah

Trending

Hukum Masturbasi dalam Islam Hukum Masturbasi dalam Islam

Hukum Menghisap Kemaluan Suami

Kajian

doa baru masuk islam doa baru masuk islam

Doa yang Diajarkan Rasulullah pada Seseorang yang Baru Masuk Islam

Ibadah

Doa Nabi Adam dan Siti Hawa saat Meminta Ampunan kepada Allah

Ibadah

Doa menyembelih hewan akikah Doa menyembelih hewan akikah

Doa yang Diucapkan Ketika Menyembelih Hewan Akikah

Ibadah

Murtadha Muthahhari: Perempuan Butuh Kesetaraan, Bukan Keseragaman

Kajian

Mengeraskan Bacaan Niat Puasa Mengeraskan Bacaan Niat Puasa

Doa Qunut: Bacaan dan Waktu Pelaksanaannya

Ibadah

Khalil Gibran dan Cintanya yang Abadi

Diari

mona haedari pernikahan anak kdrt mona haedari pernikahan anak kdrt

Suami Boleh Saja Memukul Istri, Tapi Perhatikan Syaratnya!

Kajian

Connect