BincangMuslimah.Com – Islam menaruh perhatian besar terhadap kebersihan. Buktinya, kajian tentang air bersuci dijelaskan panjang lebar dalam kajian fikih. Salah satunya adalah air musta’mal yang meski terlihat bersih, namun ternyata tidak sah digunakan untuk bersuci.
Untuk lebih jelasnya, mari simak pengertian pengertian air musta’mal dan status hukumnya jika digunakan untuk bersuci dalam artikel ini.
Pengertian Air Musta’mal
Air musta’mal adalah air yang sudah digunakan untuk menghilangkan hadas dan najis jika sifatnya tidak berubah dan tidak menambah volume air setelah terpisah dari tempat yang dibasuh. Contoh sederhananya adalah air yang menetes setelah membasuh anggota wudhu dan bekas air yang telah digunakan untuk mandi besar.
Hukum Air Musta’mal
Menurut klasifikasinya, air musta’mal termasuk air suci tidak mensucikan. Maksudnya, zat air tersebut tidak terkena najis dan masih bisa digunakan untuk keperluan lain seperti cuci piring, baju, atau membersihkan lantai. Meskipun bersih, fungsi mensucikannya hadas dan najis air tersebut hilang jika air tersebut kurang dari 2 qullah atau sekitar 270 liter air.
Status air musta’mal tidak mensucikan tersebut mengacu pada hadis berikut:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْه: أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: (لَا يَغْتَسِلْ أحَدُكُمْ فِي المَاءِ الدائِمِ وَهُوَ جُنُبٌ). فَقَالُوا: يَا أَبَا هُرَيْرَةَ، كَيْفَ يَفْعَلُ؟ قَالَ: يَتَنَاوَلُهُ تَنَاوُلاً
Artinya: Dari Abi Hurairah ra. bahwasanya Nabi saw. bersabda: “Janganlah seseorang di antara kamu mandi di air yang menggenang (tidak mengalir), padahal dia dalam keadaan junub. Mereka bertanya: “Wahai Abu Hurairah, Bagaimana seharusnya melakukannya?” Ia menjawab “Beliau menciduk air tersebut.”
Dr. Musthafa Dib al-Bugho dalam kitab Tadzhib menjelaskan hadis ini dengan pernyataannya sebagai berikut:
أفاد الحديث: أن الاغتسال في الماء يخرجه عن طهوريته؛ وإلا لم ينه عنه؛ وهو محمول على الماء القليل. وحكم الوضوء في هذا حكم الغسل، لأن المعنى فيهما واحد، وهو رفع الحدث
Artinya: Faidah hadis tersebut: Mandi di dalam air tersebut menghilangkan fungsi mensucikan. Jika tidak, maka tidak mungkin Rasulullah melarangnya. Hal ini mengandung pengertian bahwa air tersebut hanya sedikit. Hukum berwudhu sama dengan hukum mandi, karena keduanya memiliki makna yang sama, yaitu menghilangkan hadas.
Dalam hadis tersebut, Rasulullah saw. melarang seseorang untuk mandi besar dengan cara berenang di air yang menggenang supaya air tersebut tidak menjadi air musta’mal. Jika begitu, orang lain tidak bisa menggunakannya kembali. Agar tetap mensucikan, solusinya adalah menciduk air menggenang tersebut menggunakan gayung.
Ketentuan ini juga berlaku jika seseorang ingin berwudhu di genangan air yang sedikit. Misalnya, air yang tersisa hanya satu ember, ia bisa berwudhu dengan memakai gayung sehingga airnya tetap suci mensucikan.
Itulah pengertian air musta’mal dan hukumnya untuk bersuci. Dengan memahami permasalahan thaharah, semoga kita menjadi pribadi yang suci dan bersih, lahir maupun batin.
1 Comment