BincangMuslimah.Com – Suci dari hadast dan najis merupakan salah satu syarat sahnya melakukan shalat. Terdapat beberapa najis yang dima’fu (ditoleransi) ketika shalat dan ada pula yang tidak sehingga jika terkena najis tersebut maka shalatnya batal. Pertanyaannya adalah bagaimana jika kita melihat najis yang menempel di pakaian setelah shalat selesai, dengan kondisi yang demikian apakah shalat yang dilakukan tersebut menjadi tidak sah dan kita harus mengulang shalat?
Mungkin pernah dari kita setelah selesai melaksanakan shalat, menjumpai najis yang menempel di pakaian atau tubuh. Najis ini sebelumnya tidak kita ketahui namun ketahuan setelah shalat kita selesai. Atau ada orang lain setelah selesai melaksanakan shalat dan kita melihat najis di pakaiannya.
Para ulama’ fikih berbeda pendapat mengenai perihal keabsahan dan kewajiban mengulangi shalat jika kita melihat najis dipakaian setelah shalat kita selesai. Setidaknya ada dua pendapat yang dikemukakan para ulama dalam masalah ini yaitu sebagaimana berikut:
Pertama, shalat tersebut batal dan tidak sah oleh karena itu, shalat tersebut wajib diulangi lagi. Pendapat ini disampaikan oleh Abu Qilabah dan Imam Ahmad. Pendapat ini merupakan pendapat yang paling shahih dalam Mazhab Syafi’iyyah.
Kedua, shalatnya sah dan tidak wajib diulangi. Ini merupakan pendapat Mayoritas ulama’ seperti Ibnu Al-Munzir, Ibnu Umar, Thawus, Atha’, Salim bin Abdillah, Mujahid, Sya’bi, Nakha’i, Imam Zuhri, Yahya al-Anshari, Auzai, Ishaq, Abu Tsaur dan Madzhab Malikiyah.
Pendapat-pendapat tersebut sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Imam an Nawawi dalam dalam karya monumentalnya Al-Majmu’ Syarh Al-Muhadzab sebagaimana berikut,
فِي مَذَاهِبِ الْعُلَمَاءِ فِيمَنْ صَلَّى بِنَجَاسَةٍ نَسِيَهَا أَوْ جَهِلَهَا ذَكَرْنَا أَنَّ الْأَصَحَّ فِي مَذْهَبِنَا وُجُوبُ الْإِعَادَةِ وَبِهِ قَالَ أَبُو قِلَابَةَ وَأَحْمَدُ وَقَالَ جُمْهُورُ الْعُلَمَاءِ لَا إعَادَةَ عَلَيْهِ حَكَاهُ ابْنُ الْمُنْذِرِ عَنْ ابْنِ عُمَرَ وَابْنِ الْمُسَيِّبِ وَطَاوُسٍ وَعَطَاءٍ وَسَالِمِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ وَمُجَاهِدٍ وَالشُّعَبِيِّ وَالنَّخَعِيِّ وَالزُّهْرِيِّ وَيَحْيَى الْأَنْصَارِيِّ وَالْأَوْزَاعِيِّ واسحق وأبو ثَوْرٍ قَالَ ابْنُ الْمُنْذِرِ وَبِهِ أَقُولُ وَهُوَ مَذْهَبُ رَبِيعَةَ وَمَالِكٍ وَهُوَ قَوِيٌّ فِي الدَّلِيلِ وهو المختار
Artinya: Pendapat ulama terkait orang yang shalat dengan adanya najis yang terlupa atau tidak diketahui. Kami telah menyebutkan bahwa pendapat yang paling shahih dalam mazhab kami (Syafi’iyah) adalah bahwa orang tersebut wajib mengulangi shalatnya. Ini adalah pendapat Abu Qilabah dan Imam Ahmad. Sedangkan menurut pendapat kebanyakan ulama yang diceritakan oleh Ibnu Munzir dari Ibnu Umar, Ibnu Musayyib, Thawus, Atha’, Salim bin Abdillah, Mujahid, Sya’bi, Imam Zuhri, Yahya al-Anshari, Auza’i, Ishaq dan Abu Tsaur adalah tidak wajib mengulangi shalatnya. Ini juga merupakan Ibnu Munzir, mazhabnya Robi’ah dan Malik. Pendapat ini kuat dalam dalilnya dan ini adalah pendapat terpilih. (Al-Majmu’ Syarh Al-Muhadzab, juz 3, hal: 136)
Sehingga kesimpulannya para ulama berbeda pendapat mengenai perkara melihat najis di pakain setelah selesai melakukan shalat apakah shalatnya batal atau tidak. Abu Qilabah, Imam Ahmad dan Mazhab Syafi’iyyah berpenapat shalatnya batal dan wajib mengulang. Sedangkan ulama lain seperti Madzhab Malikiyah berpendapat shalatnya sah.
Perkara ini berbeda jika najis tersebut terlihat ketika sedang melakukan shalat dan selama memenuhi kriteria najis yang dima’fu seperti kejatuhan kotoran cicak yang kering dan segera dibuang saat itu juga maka shalatnya tetap dianggap sah.
Kategori najis yang dihukumi ma’fu adalah dengan tiga syarat. Pertama, seseorang tidak menyengaja berdiri di tempat yang terdapat najis tersebut. Kedua, najis atau kotoran tersebut tidak basah. Ketiga, sulit untuk menghindari kotoran tersebut. Wallahua’lam….