BincangMuslimah.Com – Akikah adalah salah satu ajaran Islam sebagai ungkapan rasa syukur kelahiran seorang bayi dengan menyembelihkannya kambing. Dalam sebuah hadis dikatakan bahwa orang tua dianjurkan untuk menyembelih kambing saat bayi berusia tujuh hari. Faktanya, tidak semua orang tua memiliki kemampuan finansial yang memadai untuk segera melaksanakannya. Bagaimana hukum melaksanakan akikah lebih dari tujuh hari?
Rasulullah pernah bersabda mengenai waktu yang baik untuk menyembelih kambing akikah. Begini redaksinya,
عَنْ سَمُرَةَ بْنِ جُنْدَبٍ اَنَّ رَسُوْلَ اللهِ ص قَالَ: كُلُّ غُلاَمٍ رَهِيْنَةٌ بِعَقِيْقَتِهِ تُذْبَحُ عَنْهُ يَوْمَ سَابِعِهِ وَ يُحْلَقُ وَ يُسَمَّى
Artinya: “Semua anak bayi tergadaikan dengan aqiqahnya yang pada hari ketujuhnya disembelihkan hewan (kambing), diberi nama dan dicukur rambutnya.” [Shahih, Hadits Riwayat Abu Dawud 2838, Tirmidzi 1552, Nasa’I 7/166, Ibnu Majah 3165, Ahmad 5/7-8, 17-18, 22, Ad Darimi 2/81, dan lain-lainnya].
Dalam memaknai hadis ini, para ulama memiliki pendapat yang beragam terutama mengenai waktu penyembelihan kambing akikah.
Pertama, Imam Malik dalam kitab al-Muwatha’ berpendapat bahwa tidak boleh menyembelih kambing akikah lebih dari tujuh hari setelah kelahiran bayi. Beliau merujuk pada hadis yang telah disebutkan di atas bahwa secara tekstual, hadis tersebut membatasi pelaksanaannya. Beliau berpendapat bahwa hadis yang menyatakan pelaksanaan akikah yang boleh dilakukan saat bayi berusia 14 atau 21 hari (kelipatan tujuh hari) adalah lemah.
Kedua, sebagian ulama mazhab Syafi’i memperbolehkan penyembelihan kambing akikah setelah usia bayi lebih dari tujuh hari dan hari kelipatannya hingga hari ke-21. Setelah itu, kegiatan tidak boleh dilaksanakan. Ulama yang berada di golongan ini menukil hadisd dari Abdullah bin Buraidah,
الْعَقِيقَةُ تُذْبَحُ لِسَبْعٍ وَلأَرْبَعَ عَشْرَةَ وَلإِحْدَى وَعِشْرِي
Artinya: penyembelihan hewan akikah dilakukan di hari ketujuh, empat belas, dan dua puluh satu (HR. at-Thabrani dan al-Baihaqi)
Namun, Ibnu Hajar mengomentari status hadis ini dengan mengatakan bahwa hadis ini lemah karena hanya diriwayatkan oleh satu orang.
Ketiga, akikah boleh dilakukan kapan saja. Pendapat ini yang diikuti oleh mayoritas ulama mazhab Syafi’i. Dalam kitab al-Mukhtar, pendapat Imam Nawawi dinukil,
“menurut pendapat mazhab kami, akikah tidak akan sia-sia jika dilaksanakan lebih dari tujuh hari, inilah pendapat mayoritas ulama, di antaranya Aisyah, Atha’ dan Ishaq”
Bahkan dalam penjelasan kitab Kifayatul Akhyar disebutkan,
“pendapat yang paling dipilih adalah tidak melampauai selesainya masa nifas sang ibu. Jika telah melewati, maka kegiatan ini bisa dilaksanakan setelah masa menyusui selesai. Jika telah melewatinya, maka laksanakanlah di usia tujuh tahun. Jika telah melewatinya, maka laksanakanlah saat bayi memasuki usia baligh”
Pendapat ketiga ini jika disetujui oleh Imam Ibnu Qudamah, salah satu Imam Mazhab Hanbali. Beliau berpendapat bahwa pelaksanaan akikah di hari ketujuh adalah sunnah.
Kesimpulannya, melaksanakan akikah saat bayi berusia lebih dari tujuh hari adalah boleh.