BincangMuslimah.Com – Hijab adalah salah satu pakaian perempuan, bukan hanya muslim melainkan juga perempuan pemeluk agama lain. Kita bisa lihat, perempuan di negara iklim panas menggunakan hijab untuk melindungi kepalanya, rambutnya, dan kulitnya. Selain term hijab, justru istilah jilbab jauh lebih populer sebelumnya. Hijab memang bagian dari pakaian yang lekat dengan perempuan muslim. Tapi sebenarnya, seperti apa hijab dalam perbincangan Alquran?
Terlepas dari perbedaan ulama Islam mengenai hukum penggunaan hijab, mari kita tengok apa arti hijab atau jilbab dalam Alquran. Sebenarnya, kedua istilah ini dimaknai berbeda dalam Alquran. Misal, kata hijab (حِجَاب) yang tercatat disebut sebanyak tujuh kali dalam Alquran dan ternyata punya makna yang berbeda. Maknanya selalu menyesuaikan dengan konteks yang dibicarakan dalam ayat
Misal, pada surat al-A’raf ayat 46:
وَبَيْنَهُمَا حِجَابٌۚ وَعَلَى الْاَعْرَافِ رِجَالٌ يَّعْرِفُوْنَ كُلًّا ۢ بِسِيْمٰىهُمْۚ وَنَادَوْا اَصْحٰبَ الْجَنَّةِ اَنْ سَلٰمٌ عَلَيْكُمْۗ لَمْ يَدْخُلُوْهَا وَهُمْ يَطْمَعُوْنَ
Artinya: Dan di antara keduanya (penghuni surga dan neraka) ada tabir dan di atas A‘raf (tempat yang tertinggi) ada orang-orang yang saling mengenal, masing-masing dengan tanda-tandanya. Mereka menyeru penghuni surga, “Salamun ‘alaikum” (salam sejahtera bagimu). Mereka belum dapat masuk, tetapi mereka ingin segera (masuk).
Dalam Tafsir Thabary, kata hijab pada ayat tersebut dimaknai dengan hajiz (حَاجِزٌ), pembatas. Pembatas yang menyekat antara penghuni surga dan neraka di akhirat kelak.
Sedangkan makna Hijab pada surat al-Ahzab ayat 53 disebutkan:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تَدْخُلُوْا بُيُوْتَ النَّبِيِّ اِلَّآ اَنْ يُّؤْذَنَ لَكُمْ اِلٰى طَعَامٍ غَيْرَ نٰظِرِيْنَ اِنٰىهُ وَلٰكِنْ اِذَا دُعِيْتُمْ فَادْخُلُوْا فَاِذَا طَعِمْتُمْ فَانْتَشِرُوْا وَلَا مُسْتَأْنِسِيْنَ لِحَدِيْثٍۗ اِنَّ ذٰلِكُمْ كَانَ يُؤْذِى النَّبِيَّ فَيَسْتَحْيٖ مِنْكُمْ ۖوَاللّٰهُ لَا يَسْتَحْيٖ مِنَ الْحَقِّۗ وَاِذَا سَاَلْتُمُوْهُنَّ مَتَاعًا فَاسْـَٔلُوْهُنَّ مِنْ وَّرَاۤءِ حِجَابٍۗ
Artinya: Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu memasuki rumah-rumah Nabi kecuali jika kamu diizinkan untuk makan tanpa menunggu waktu masak (makanannya), tetapi jika kamu dipanggil maka masuklah dan apabila kamu selesai makan, keluarlah kamu tanpa memperpanjang percakapan. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mengganggu Nabi sehingga dia (Nabi) malu kepadamu (untuk menyuruhmu keluar), dan Allah tidak malu (menerangkan) yang benar. Apabila kamu meminta sesuatu (keperluan) kepada mereka (istri-istri Nabi), maka mintalah dari belakang tabir.
Dalam surat al-Ahzab, menurut penjelasan Ibnu Katsir dalam kitab tafsirnya yang juga terkenal dengan Tafsir Ibnu Katsir disebutkan bahwa ayat ini turun karena terdapat usulan dari sahabat Umar bin Khattab. Melihat para tamu yang seringkali berkunjung dan melakukan aktifitas sampai masuk pada ruang-ruang dalam rumah yang menurut Umar perlu ditekankan lagi mengenai adabnya. Maka Umar memberikan usul kepada Nabi agar rumahnya diberi hijab atau pembatas karena Rasul tinggal bersama istri-istrinya.
Setelah usulan itu sampai, akhirnya Allah pun mewahyukan ayat ini untuk memerintahkan kepada kaum muslimin agar lebih beradab lagi saat bertamu ke rumah Nabi. Begitu juga bila ada keperluan dengan para istri Nabi, mungkin mengenai hal domestik dan lain-lain agar memintanya di balik hijab atau tabir. Allah memerintahkan Nabi Muhammad untuk memberikan pembatas di dalam rumahnya agar aktifitas-aktifitas yang bersifat pribadi tidak mudah terlihat dari luar.
Kemudian pada ayat berikutnya di surat Maryam aayat 17:
فَاتَّخَذَتْ مِنْ دُوْنِهِمْ حِجَابًاۗ فَاَرْسَلْنَآ اِلَيْهَا رُوْحَنَا فَتَمَثَّلَ لَهَا بَشَرًا سَوِيًّا
Artinya: lalu dia memasang tabir (yang melindunginya) dari mereka; lalu Kami mengutus roh Kami (Jibril) kepadanya, maka dia menampakkan diri di hadapannya dalam bentuk manusia yang sempurna.
Dalam Tafsir al-Baghawy disebutkan bahwa yang dimaksud hijab pada ayat ini adalah penutup atau pembatas. Saat Maryam mengasingkan diri di Baitul Maqdis untuk beribadah penuh, Maryam membuat pembatas atau tirai agar tak nampak oleh banyak mata. Bahkan dikatakan, Maryam menjadikan dinding sebagai hijab-nya.
Lantas, manakah mana hijab dari yang selama ini kita pahami sebagai penutup kepala?
Ternyata dalam Alquran, makna penutup kepala sebenarnya menggunakan istilah jilbab. Adapun perubahan makna hijab di bahasa Indonesia adalah sesuatu yang biasa terjadi dalam ilmu bahasa. Tapi kalau dilihat esensi dari makna hijab adalah penutup, penggunaannya untuk memaksudkan penutup kepala juga tidak salah.
Kata jilbab ditemukan satu kali dalam surat al-Ahzab ayat 59 dalam bentuk plural (jamak):
يٰٓاَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِّاَزْوَاجِكَ وَبَنٰتِكَ وَنِسَاۤءِ الْمُؤْمِنِيْنَ يُدْنِيْنَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيْبِهِنَّۗ ذٰلِكَ اَدْنٰىٓ اَنْ يُّعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَۗ وَكَانَ اللّٰهُ غَفُوْرًا رَّحِيْمًا
Artinya: Wahai Nabi! Katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin, “Hendaklah mereka menutupkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.” Yang demikian itu agar mereka lebih mudah untuk dikenali, sehingga mereka tidak diganggu. Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.
Dalam kitab al-Jami’ Li Ahkaam al-Qur`an karya Imam Qurthubi mengartikan kata jilbab sebagai penutup kepala yang menjulur ke seluruh badan. Sedangkan berdasarkan riwayat Ibnu Abbas dan Ibnu Mas’ud, jilbab berarti jubah atau long dress (رداء). Bahkan ada yang memaknai dengan masker atau topeng (قِنَاع). Adapun pendapat yang paling kuat adalah yang mendefinisikan bahwa jilbab adalah pakaian yang menutupi seluruh tubuh. Hal ini berdasarkan hadis shahih dari Ummu ‘Athiyyah:
عنْ أُمِّ عَطِيَّةَ، قالَتْ: أَمَرَنَا رَسولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عليه وسلَّمَ، أَنْ نُخْرِجَهُنَّ في الفِطْرِ وَالأضْحَى، العَوَاتِقَ، وَالْحُيَّضَ، وَذَوَاتِ الخُدُورِ، فأمَّا الحُيَّضُ فَيَعْتَزِلْنَ الصَّلَاةَ، وَيَشْهَدْنَ الخَيْرَ، وَدَعْوَةَ المُسْلِمِينَ، قُلتُ: يا رَسولَ اللهِ، إحْدَانَا لا يَكونُ لَهَا جِلْبَابٌ، قالَ: لِتُلْبِسْهَا أُخْتُهَا مِن جِلْبَابِهَا.
Artinya: dari Ummu ‘Athiyyah berkata, “Rasulullah Saw telah memerintahkan kita untuk keluar pada hari raya Idul Fitri, Idul Adha, baik kepada perempuan yang baru baligh, haid, atau perempuan yang sedang dirumahkan (dalam rangka dipingit berdasarkan tradisi terdahulu). Adapun perempuan haid memisahkan diri dari tempat shalat dan menyaksikan kebaikan (khutbah) dan dakwah kaum muslim. Aku berkata, wahai Rasul, salah satu dari kami tidak memiliki jilbab.” Rasulullah Saw bersabda, “hendaklah saudaranya mengenakannya (meminjamkannya) jilbab.” (HR. Muslim)
selain itu, terdapat istilah خمار (Khimar) yang ditemukan dalam surat an-Nur ayat 31 dan juga menunjukkan makna penutup kepala:
وَقُلْ لِّلْمُؤْمِنٰتِ يَغْضُضْنَ مِنْ اَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوْجَهُنَّ وَلَا يُبْدِيْنَ زِيْنَتَهُنَّ اِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلٰى جُيُوْبِهِنَّۖ وَلَا يُبْدِيْنَ زِيْنَتَهُنَّ اِلَّا لِبُعُوْلَتِهِنَّ اَوْ اٰبَاۤىِٕهِنَّ اَوْ اٰبَاۤءِ بُعُوْلَتِهِنَّ اَوْ اَبْنَاۤىِٕهِنَّ اَوْ اَبْنَاۤءِ بُعُوْلَتِهِنَّ اَوْ اِخْوَانِهِنَّ اَوْ بَنِيْٓ اِخْوَانِهِنَّ اَوْ بَنِيْٓ اَخَوٰتِهِنَّ اَوْ نِسَاۤىِٕهِنَّ اَوْ مَا مَلَكَتْ اَيْمَانُهُنَّ اَوِ التَّابِعِيْنَ غَيْرِ اُولِى الْاِرْبَةِ مِنَ الرِّجَالِ اَوِ الطِّفْلِ الَّذِيْنَ لَمْ يَظْهَرُوْا عَلٰى عَوْرٰتِ النِّسَاۤءِ ۖوَلَا يَضْرِبْنَ بِاَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ مَا يُخْفِيْنَ مِنْ زِيْنَتِهِنَّۗ وَتُوْبُوْٓا اِلَى اللّٰهِ جَمِيْعًا اَيُّهَ الْمُؤْمِنُوْنَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ
Artinya: Dan katakanlah kepada para perempuan yang beriman, agar mereka menjaga pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah menampakkan perhiasannya (auratnya), kecuali yang (biasa) terlihat. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya (auratnya), kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara perempuan mereka, atau para perempuan (sesama Islam) mereka, atau hamba sahaya yang mereka miliki, atau para pelayan laki-laki (tua) yang tidak mempunyai keinginan (terhadap perempuan) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat perempuan. Dan janganlah mereka menghentakkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertobatlah kamu semua kepada Allah, wahai orang-orang yang beriman, agar kamu beruntung.
Ayat ini juga menjelaskan tentang siapa saja mahram kita. Di dalamnya juga diatur kebolehan menampakkan aurat kepada orang-orang tertentu. Lafaz Khimar dalam literatur tafsir dimaknai sebagai sesuatu yang menutupi kepala. Ibnu Katsir dalam kitabnya, Tafsir al-Qur`an al-Adzhim mengartikan khimar dengan يغطي به الرأس (sesuatu yang digunakan untuk menutupi kepala). Ayat ini memerintahkan agar khimar dijulurkan sampai menutupi dadanya.
Demikian perbincangan hijab, jilbab, atau khimar dalam perbincangan Alquran. Penafsiran tentang makna jilbab memang beragam, tapi di antara yang berbeda itu tentu ada yang mendekati kebenaran. Pendapat yang paling kuat adalah makna yang menunjukkan pakaian yang menutupi seluruh tubuh. Singkatnya, kata hijab lebih luas maknanya. Sedangkan kata jilbab mengarah pada jenis pakaian. Semoga menambah wawasan kita semua tentang penggunaan kata hijab dan jilbab. Wallahu a’lam bisshowab.