BincangMuslimah.Com- Menunaikan zakat adalah perkara yang wajib bagi setiap umat Islam. Bahkan perintah zakat selalu bersanding dengan perintah shalat, seperti pada Qs. At Taubah ayat 103 :
خُذْ مِنْ أَمْوَٰلِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِم بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْ ۖ إِنَّ صَلَوٰتَكَ سَكَنٌ لَّهُمْ ۗ وَٱللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”
Jika kita telusuri lebih dalam, zakat bukan hanya bernilai ibadah, tetapi menyangkut nilai ekonomi juga. Baik zakat fitrah atau zakat Maal sama-sama memberi manfaat secara ekonomi kepada mustahik zakat. Undang-Undang no. 38 tahun 1999 juga mengatur tentang kewajiban zakat tiap kaum muslim. Sehingga bagi umat Muslim Indonesia, kewajiban zakat bukan hanya perintah agama, tetapi menaati aturan perundang-undangan.
Adapun mustahiq atau orang yang berhak menerima zakat di antaranya adalah orang fakir, Miskin, gharim, Amil, Musafir, Ibn sabil, Sabilillah. Tetapi dalam konteks zakat produktif, yang berhak menerima adalah fakir, mskin, amil, dan muallaf, dan yang paling utama untuk menerima zakat adalah masyarakat fakir dan miskin.
Mengenal Istilah dan Hukum Zakat Produktif
Ada dua macam zakat yang umum di kalangan umat muslim, yaitu zakat fitrah dan zakat mal. Menunaikan zakat fitrah bertujuan untuk mensucikan diri sebelum melaksanakan idul fitri. Sedangkan zakat mal bertujuan untuk mensucikan harta milik seseorang. Zakat fitrah hukumnya wajib bagi setiap umat muslim, sedangkan zakat mal hukumnya wajib bagi orang yang telah memiliki harta dalam jumlah tertentu dan mencapai haul. Umumnya, zakat produktif termasuk golongan dari zakat maal.
Berdasarkan cara penyalurannya, Zakat bisa disalurkan kepada mustahiq dengan dua cara, yaitu zakat konsumtif dan zakat produktif. Secara singkat, zakat konsumtif adalah zakat yang diberikan untuk memenuhi kebutuhan mustahiq. Sedangkan zakat produktif merupakan zakat yang tidak dihabiskan untuk kebutuhan pribadi melainkan diberikan untuk dikembangkan dan dikelola sehingga bisa membantu dalam jangka yang lebih panjang.
Al-qur’an tidak secara terang-terangan membahas tentang hukum zakat produktif. dalam nash Al-Qur’an jelas tertulis mustahiq zakat, tetapi pendistribusian zakat merupakan ranah ijtihad yang dinamis. Berdasarkan perkembangan zaman, praktik pendistribusian zakat dapat menyesuaikan dengan manfaatnya pada mustahiq.
Pendistribusian zakat dengan konsep produktif pun sebenarnya tidak bertentangan dengan syariat Islam. Terlebih lagi terdapat kesenjangan ekonomi pada masyarakat Indonesia saat ini. Sehingga konsep zakat produktif diharapkan mampu membawa mustahiq untuk keluar dari zona kesulitan secara ekonomi dan dapat berdaya dengan mandiri.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) juga telah mengeluarkan fatwa yang membolehkan penggunaan zakat untuk modal usaha. Hal itu tertuang dalam Fatwa Nomor 4 Tahun 2003 tentang Penggunaan Dana Zakat untuk istithmār (investasi).
Tujuan dan Sistem Zakat Produktif
Zakat produktif merupakan suatu kegiatan yang terkonsep dengan menganalisa suatu permasalahan seseorang atau kelompok orang kemudian membuat perencanaan pengentasan permasalahan; misalnya permasalahan kemiskinan, kurangnya lapangan pekerjaan, atau penghasilan yang tidak mencukupi. Praktiknya adalah berupa penyaluran zakat yang bersifat produktif atau bisa digunakan sebagai alat untuk menambah penghasilan.
Sasaran utama zakat produktif adalah orang-orang atau lembaga yang memiliki usaha atau berpotensi mampu mengembangkan usaha sesuai bidangnya. Lewat suatu lembaga zakat, mustahiq menerima modal usaha agar bisa mengembangkan usaha dan mendapat keuntungan untuk jalanya kehidupan sehari-hari.
Saat ini, sudah banyak lembaga zakat yang mulai menerapkan konsep zakat produktif. Yaitu Badan Amil Zakat (BAZ) milik pemerintah dan Lembaga Amil Zakat (Lazis) oleh masyarakat swasta. Bentuk pendistribusian zakat ini pun bermacam-macam, seperti memberi modal pada pemilik usaha kecil, memberi alat untuk usaha, pendanaan pada fasilitas kesehatan, membuat fasilitas pendidikan dan lain-lain.
Semua hal ini memberikan dampak yang sama yaitu perputaran ekonomi di masyarakat kecil (mustahik). Selain harapan kesejahteraan mustahiq zakat, ke depannya lewat zakat ini dapat merubah yang awalnya mustahiq menjadi muzakki (orang yang berzakat) dan bisa membantu mustahiq lain.
Pada era ekonomi yang semakin sulit sekarang ini, konsep zakat produktif sebenarnya sangat relevan untuk saling membantu antar masyarakat. Masyarakat yang memiliki harta banyak, punya kewajiban menunaikan zakat untuk hartanya. Sedangkan masyarakat dalam kategori penerima zakat lebih memerlukan bantuan yang sifatnya jangka panjang daripada barang yang dikonsumsi jangka pendek.