BincangMuslimah.Com – Pemberian adalah sesuatu yang bisa membuat seseorang merasa berhutang budi, sehingga ketika hutang budi tersebut tidak terbalas membuat hati merasa berat dan condong terhadap orang tersebut. Itu adalah bukti bahwa tidak selamanya menerima pemberian dari orang lain adalah hal yang baik.
Ibnu ‘Athaillah dalam untaian hikmah yang ditulisnya dalam kitab al-Hikam, menasehati agar berhati-hati dalam menerima pemberian, apalagi bagi orang yang ingin menyucikan hati dan jiwa. Beliau mengatakan
لَاتَمُدُنَّ يَدَكَ إِلَى الْأَخْذِ مِنَ الْخَلَائِقِ إِلَّا أَنْ تَرَى أَنَّ الْمُعْطِىَ فِيْهِمْ مَوْلَاكَ، فَإِنْ كُنْتَ كَذَلِكَ فَخُذْ مَا وَافَقَكَ الْعِلْمُ
Janganlah kamu mengulurkan tanganmu untuk mengambil pemberian dari makhluk kecuali jika kamu mampu melihat bahwa yang memberi pemberian tersebut adalah Allah. Jika demikian, maka ambillah sesuai dengan apa yang kamu ketahui.
Berdasarkan kalam hikmah tersebut, Syeikh Abdullah Al-Syarqawi dalam kitab Syarh al-Hikam al-‘Athaiyah menjelaskan bahwa mengambil pemberian dari makhluk dibolehkan dengan dua syarat:
Pertama, jika kita bisa melihat bahwa yang memberikan pemberian tersebut adalah Allah dan bahwa mereka hanyalah perantara. Pandangan semacam ini tidak cukup hanya sekedar menjadi ilmu dan keimanan saja tapi juga harus menjadi kondisi batin dan perasaan.
Kedua, jika telah mengetahui bahwa yang memberikan adalah Allah maka ambillah sesuai dengan pengetahuan tersebut. Sehingga ia tidak akan mengambil pemberian kecuali dari sumber atau orang yang ia tahu boleh mengambilnya.
Pengetahuan disini dalam aspek lahir dan batin. Secara lahir, orang tersebut tidak akan mengambil kecuali dari tangan seorang yang mukallaf, matang dan bersih. Kemudian secara batin orang tersebut juga mengetahui bahwa ia tidak akan mengambil kecuali atas dasar bantuan dan kebutuhan saja. Syeikh al-Syarqawi berkata
لَا تَأْخُذ ما ياتيك قبل وقتك ولا زائدا على حاجتك إلا أي يكون في خلقك سخاء ولا تأخذ ما تعطاه على حهة الإختبر من الله بأن أعطيت شيئا كنت قد قصدت تركه الله من شهوة كنت مبتلى بها قد ملكتك ومنعتك القيام بحقوق ربك ولا تأخذ من منان ولا فخور ولا مظهر لعطيته ولا ممن يثقل على قلبك قبول عطيته، فقد قيل: لا تأكل إلا ممن يتر لك الفضل في أكله
“Janganlah mengambil sebelum waktunya dan yang melebihi kebutuhanmu, jangan mengambil sesuatu diberikan padamu untuk mengujimu seperti jika kamu diberi sesuatu yang sebenarnya ingin kau tinggalkan karena Allah. Sehingga itu menghalangimu untuk menunaikan hak-hak Tuhanmu. Jangan pula kamu mengambil dari orang yang suka memberimu dengan rasa bangga yang ingin menampakkan kedermawanannya, atau dari orang yang terasa berat bagi hatimu untuk menerima pemberiannya, jangan pula kamu makan kecuali dari orang yang melihat dirimu ada keutamaan untuk memakannya.”
Menurut Syeikh al-Syarqawi sikap seperti itu yang Rasulullah terapkan dalam menerima pemberian orang lain. Beliau tidak mengambil kecuali yang beliau butuhkan seperti kebutuhan primer; sandang, pangan dan papan. Beliau juga tidak pernah meminta-minta kepada para sahabat, justru beliau adalah orang yang selalu mendermakan apa yang beliau miliki untuk umatnya.