Ikuti Kami

Berita

Perempuan Aceh Dilarang Maju Pilkada, Melanggar Undang-Undang dan HAM

Perempuan Aceh Dilarang Pilkada

BincangMuslimah.Com – Tahun 2024 adalah pesta demokrasi di Indonesia. Setelah Pemilu Presiden bulan Februari lalu, bulan Oktober mendatang akan diadakan Pilkada serentak untuk memilih gubernur dan wali kota/bupati. 

Sayangnya, terdapat perlakuan diskriminasi terhadap perempuan Aceh yang dilarang mencalonkan diri dalam Pilkada. Mengutip dari siaran pers dari Balai Syura Ureung Inong Aceh, hal ini karena adanya penafsiran yang sempit tentang ayat Alquran.

Padahal, setiap keikutsertaan perempuan dalam pemilihan sudah diatur oleh konstitusi, beberapa pasal dalam undang-undang, dan peraturan turunannya, termasuk qanun sendiri. Dengan adanya larangan pencalonan pemimpin perempuan, sebetulnya ada beberapa hal yang dilanggar, antara lain:

Hak Persamaan di Hadapan Hukum 

Dalam UUD 1945 Pasal 28D ayat (1) disebutkan bahwa setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum. 

Terkait hak politik, pasal 28I ayat (2) jelas disebutkan bahwa setiap orang berhak untuk memilih dan dipilih dalam pemilihan umum. Dalam tataran UU, terdapat beberapa pasal yang mengatur, antara lain:

  1. UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, Pasal 55 sudah diatur  bahwa perempuan dan laki-laki memiliki hak yang sama untuk menjadi calon dalam pemilihan umum.
  2. UU No. 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD, Pasal 2 menyebutkan bahwa semua warga negara memiliki hak yang sama untuk mencalonkan diri dan dipilih dalam pemilihan umum.

Melanggar Asas Pemilu

Dalam UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum Pasal 4 Ayat (1) disebutkan bahwa pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. Jika terdapat larangan perempuan untuk mencalonkan diri atau dipilih berarti telah melanggar asas kebebasan dan keadilan.

Baca Juga:  Pengumuman Hasil Seleksi Artikel 3rd ICROM 2024

Kemudian, masih dalam UU Pemilu, Pasal 10 menyebutkan tentang kewajiban partai politik untuk memenuhi kuota minimal 30% keterwakilan perempuan dalam daftar calon legislatif. Bisa sangat mungkin jika ada larangan pencalonan perempuan pada Pilkada 2024 ini, akan mempengaruhi kuota minimal yang sudah diatur.

Melanggar Hak Asasi Manusia (HAM) 

Pasal 4 Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, menyebutkan bahwa “Setiap orang berhak untuk berpartisipasi dalam pemerintahan dan politik tanpa diskriminasi, termasuk perempuan.” Larangan bagi perempuan untuk mencalonkan diri, jelas sudah terjadi diskriminasi berdasarkan gender.

Dalam UU No. 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, mengamanatkan kewajiban Pemerintah Aceh dan Pemerintah Kabupaten/Kota untuk memajukan dan melindungi hak-hak perempuan. Jadi larangan pencalonan perempuan Aceh dalam Pilkada adalah hal keliru, karena tidak mengimplementasikan berbagai peraturan yang ada, baik di tingkat Konstitusi sampai Qanun Aceh sendiri.

Bahkan, jika ada qanun yang melarang perempuan Aceh untuk mencalonkan diri dalam kontestasi Pilkada, sebetulnya itu telah melanggar asas Lex Superiori Derogat Legi Inferiori yang berarti peraturan perundang-undangan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. 

Sementara itu, qanun merupakan bagian dari sistem perundang-undangan Indonesia. Menurut Undang- Undang Nomor 12 tahun 2011 tentang Perundang-undangan, kedudukan Qanun  Aceh berada pada posisi keenam atau selevel dengan Peraturan Daerah Provinsi.

Melihat Contoh Baik

Hj. Illiza Sa’aduddin Djamal adalah perempuan Aceh pertama yang bisa menjadi kepala daerah. Hj. Illiza menjabat sebagai Walikota Banda Aceh pada periode 2012-2017. Selama masa jabatannya sebagai wali kota, H. Illiza dikenal atas berbagai inisiatif dalam pengembangan kota, termasuk dalam bidang pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur.

Baca Juga:  Munas NU 2023: Tanya ke AI Boleh, Jadi Pedoman Haram

Ia juga dikenal atas upayanya dalam mempromosikan pembangunan berkelanjutan dan pemberdayaan masyarakat di Banda Aceh.

Mengutip pernyataan dari Ketua Balai Syura Ureung Inong Aceh, Aceh sendiri memiliki warisan kepemimpinan perempuan yang kuat dengan 4 Ratu yang memimpin Aceh selama 59 tahun, yang didukung oleh dua ulama besar, Nuruddin Ar-Raniri dan Abdurrauf As-Sinkili.

Kita juga tidak boleh melupakan sosok Cut Nyak Dien, pahlawan perempuan dari Aceh yang berada di garda terdepan perang untuk melawan penjajah. Jadi sudah sepantasnya perempuan Aceh maju sebagai pemimpin daerah dalam Pilkada 2024 mendatang. Karena perempuan Aceh adalah bagian dari peserta Pesta Demokrasi. Maka itu, ini menjadi tugas yang teramat penting bagi KPU dan Bawaslu daerah Aceh untuk serius mengawal Pilkada serentak 2024 Oktober mendatang.

Melihat fenomena ini, kita harus bersuara bahwa laki-laki dan perempuan berhak mencalonkan diri dalam kontestasi Pilkada. Larangan ini menunjukkan pelanggarann undang-undang dan HAM. Jika perempuan Aceh dilarang maju Pilkada berdasarkan penafsiran tentang ayat Alquran, hal itu perlu ditinjau kembali. Pada hakikatnya teks-teks agama menyuarakan kesetaraan laki-laki dan perempuan.

Rekomendasi

Hitung Mundur Pilkada: Pilih Calon Pemimpin Daerah yang Peduli Isu Perempuan!

Bolehkah Golput Karena Menganggap Semua Kandidat Tidak Kompeten?

Perempuan Aceh Pemilihan Kepala Daerah Perempuan Aceh Pemilihan Kepala Daerah

Perempuan Aceh Berhak untuk Berpartisipasi dalam Pemilihan Kepala Daerah

Ditulis oleh

Alumni Sekolah Tinggi Hukum (STH) Indonesia Jentera (Indonesia Jentera School of Law).

2 Komentar

2 Comments

Komentari

Terbaru

Kata Nabi Tentang Seseorang yang Senang Membully Temannya

Kajian

Pelaku Pemerkosaan Dibela Ayahnya Pelaku Pemerkosaan Dibela Ayahnya

Sulitnya Menjegal Pelaku Pelecehan Seksual

Diari

Mengapa Menyebarkan Kesadaran Tentang Penyandang Disabilitas itu Penting? Mengapa Menyebarkan Kesadaran Tentang Penyandang Disabilitas itu Penting?

Mengapa Menyebarkan Kesadaran Tentang Penyandang Disabilitas itu Penting?

Khazanah

Kiat Syariat Islam dalam Menghapus Perbudakan Kiat Syariat Islam dalam Menghapus Perbudakan

Kiat Syariat Islam dalam Menghapus Perbudakan

Tak Berkategori

Meutya Hafid, Menkomdigi Perempuan Pertama, dan Kebijakan dalam Penangangan KBGO Meutya Hafid, Menkomdigi Perempuan Pertama, dan Kebijakan dalam Penangangan KBGO

Meutya Hafid, Menkomdigi Perempuan Pertama, dan Kebijakan dalam Penangangan KBGO

Muslimah Talk

Konsep 'Frugal Living' Sebagai Manifestasi Nilai-nilai Al-Quran Konsep 'Frugal Living' Sebagai Manifestasi Nilai-nilai Al-Quran

Konsep ‘Frugal Living’ Sebagai Manifestasi Nilai-nilai Al-Quran

Muslimah Daily

menghilangkan Stigma Negatif Janda menghilangkan Stigma Negatif Janda

Tiga Alasan Kita Wajib Memuliakan Perempuan

Kajian

Hukum Menjual Barang Orang Lain Hukum Menjual Barang Orang Lain

Hukum Menjual Barang Orang Lain

Kajian

Trending

Jangan Insecure, Mari Bersyukur

Muslimah Daily

Kata Nabi Tentang Seseorang yang Senang Membully Temannya

Kajian

anjuran menghadapi istri haid anjuran menghadapi istri haid

Haid Tidak Stabil, Bagaimana Cara Menghitung Masa Suci dan Masa Haid?

Ibadah

Siapa yang Paling Berhak Memasukkan Jenazah Perempuan Ke Kuburnya?

Ibadah

ratu bilqis ratu bilqis

Tafsir Q.S An-Naml Ayat 23: Meneladani Kepemimpinan Ratu Balqis dalam Politik

Kajian

Pentingnya Self Love Bagi Perempuan Muslim

Diari

Bolehkah Akikah Anak Kembar dengan Satu Kambing?

Ibadah

Sya’wanah al-Ubullah: Perempuan yang Gemar Menangis Karena Allah

Muslimah Talk

Connect