BincangMuslimah.Com- Konsep nushuz merupakan salah satu terminologi penting dalam kajian hukum keluarga Islam karena berhubungan dengan dinamika relasi suami-istri. Secara bahasa, nushūz berasal dari akar kata nashaza yang berarti “meninggi, menjauh, atau keluar dari keadaan harmonis” (Ibn Manzhur, Lisān al-‘Arab).
Penjelasan Nushuz Istri dan Nushuz Suami di Dalam Al-Quran
Dalam Al-Quran, istilah nushuz muncul untuk menunjukkan dua konteks, pertama nushuz istri QS. An-Nisā’:34 dan nushūz suami dalam QS. An-Nisā’:128. Kedua ayat tersebut menunjukkan bahwa konflik dan ketidakstabilan dinamika rumah tangga bisa muncul dari kedua belah pihak.
اَلرِّجَالُ قَوَّامُوْنَ عَلَى النِّسَاۤءِ بِمَا فَضَّلَ اللّٰهُ بَعْضَهُمْ عَلٰى بَعْضٍ وَّبِمَآ اَنْفَقُوْا مِنْ اَمْوَالِهِمْۗ فَالصّٰلِحٰتُ قٰنِتٰتٌ حٰفِظٰتٌ لِّلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللّٰهُۗ وَالّٰتِيْ تَخَافُوْنَ نُشُوْزَهُنَّ فَعِظُوْهُنَّ وَاهْجُرُوْهُنَّ فِى الْمَضَاجِعِ وَاضْرِبُوْهُنَّۚ فَاِنْ اَطَعْنَكُمْ فَلَا تَبْغُوْا عَلَيْهِنَّ سَبِيْلًاۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ عَلِيًّا كَبِيْرًا
Artinya: Laki-laki (suami) adalah penanggung jawab atas para perempuan (istri) karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan) dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari hartanya. Perempuan-perempuan saleh adalah mereka yang taat (kepada Allah) dan menjaga diri ketika (suaminya) tidak ada karena Allah telah menjaga (mereka). Perempuan-perempuan yang kamu khawatirkan akan nusyuz, berilah mereka nasihat, tinggalkanlah mereka di tempat tidur (pisah ranjang), dan (kalau perlu,) pukullah mereka (dengan cara yang tidak menyakitkan). Akan tetapi, jika mereka menaatimu, janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkan mereka. Sesungguhnya Allah Mahatinggi lagi Maha Besar.( QS. An-Nisā’:34)
Kemudian dalam ayat lain menjelaskan:
وَاِنِ امْرَاَةٌ خَافَتْ مِنْۢ بَعْلِهَا نُشُوْزًا اَوْ اِعْرَاضًا فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَآ اَنْ يُّصْلِحَا بَيْنَهُمَا صُلْحًاۗ وَالصُّلْحُ خَيْرٌۗ وَاُحْضِرَتِ الْاَنْفُسُ الشُّحَّۗ وَاِنْ تُحْسِنُوْا وَتَتَّقُوْا فَاِنَّ اللّٰهَ كَانَ بِمَا تَعْمَلُوْنَ خَبِيْرًا ١٢٨
Artinya:Jika seorang perempuan khawatir suaminya akan nusyuz atau bersikap tidak acuh, keduanya dapat mengadakan perdamaian yang sebenarnya. Perdamaian itu lebih baik (bagi mereka), walaupun manusia itu menurut tabiatnya kikir. Jika kamu berbuat kebaikan dan memelihara diri (dari nusyuz dan sikap tidak acuh) sesungguhnya Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan. (QS. An-Nisā’:128)
Pemaknaan Nushuz Terhadap Perempuan
Namun, fikih dan tafsir klasik cenderung lebih banyak mengarahkan pemaknaan nushuz kepada perempuan. Bahkan definisi nushuz yang ditawarkan oleh Imam Mazhab juga demikian. Seperti, Mazhab Maliki dan Syafi’i yang mendefinisikan bahwa nushuz adalah keadaan istri yang tidak taat atas kewajiban terhadap suami. Sedangkan Mazhab Hanafi mendefinisikan nushuz adalah keluarnya istri dari rumah suaminya tanpa hak.
Dari definisi tersebut dapat dipahami bahwa nushuz pada umumnya dilakukan oleh istri, hal ini karena al-Qur’an memosisikan suami sebagai qawwam (pemimpin) atas istrinya. Padahal, laki-laki dan perempuan sama-sama bisa melakukan pembangkangan atau nushuz dan sama-sama bisa menciptakan ruang disharmoni dalam rumah tangga.
Menurut Amina Wadud, seorang cendikiawan Islam, feminis, serta seorang aktivis, menolak untuk mengartikan nushuz sebagai sikap pembangkangan dari seorang istri. Karena hal itu terlalu menindas perempuan serta tidak ada perbedaan nilai esensial yang dimiliki baik oleh laki-laki maupun perempuan. Menurutnya juga, laki-laki dan perempuan adalah sederajat dan dianugerahi potensi yang sama atau setara (Siti Anisa: 2025)
Dalam memahami Al-Quran perspektif Amina Wadud, penting untuk melihat konteks sosial serta budaya di saat turunnya wahyu. Sehingga pemaknaan nushuz juga harus melihat konteks patriarki Arab kala itu. Oleh karena itu, pemaknaan Q.S An-Nisa’:34─tentang jika perempuan nushuz maka suami berhak untuk menasihati, separasi ruang tidur, bahkan sampai memukul. Hal ini untuk membuka jalan atau ruang untuk menyelesaikan ketidakharmonisan antara suami dan istri (Amina Wadud:1992)
Muhammad Quraish Shihab dalam Tafsir Misbah menegaskan bahwa ayat tentang nushuz bukan sebagai legitimasi dominasi laki-laki atas perempuan atau sebagai bentuk pembangkangan istri kepada suami. Sebaliknya ayat tersebut menjadi pedoman etis dalam menyelesaikan konflik dalam relasi antara suami dan istri.
Nushuz Menurut Quraish Shihab
Lebih jauh lagi, Quraish Shihab memandang kedua ayat tersebut saling melengkapi. Apabila dalam rumah tangga muncul tanda-tanda nushuz maka pendekatan awal merujuk kepada Q.S An-Nisa ayat 34, yaitu melalui tiga tahapan: memberikan nasihat, melakukan pemisahan tempat tidur, dan memukul (yang menurut Quraish Shihab harus memaknai secara simbolik bukan sebagai bentuk kekerasan fisik).
Jika ketiga tahap tersebut tidak membuahkan hasil, maka langkah selanjutnya adalah mengacu pada Q.S An-Nisa ayat 128, yakni upaya islah atau perdamaian dari kedua belah pihak. Dalam kerangka ini, Quraish Shihab menegaskan bahwa nushūz merupakan sikap penolakan atau pembangkangan dalam relasi suami–istri yang dapat mengganggu keharmonisan rumah tangga dan dapat muncul baik dari suami maupun dari istri.
Oleh karena nushuz bukanlah sikap pembangkangan istri kepada suami, melainkan lebih kepada sikap penentangan dalam suatu hubungan. Konsep nushuz dalam Al-Qur’an sesungguhnya bersifat dua arah, namun pemaknaan klasik telah menimbulkan reduksi makna dan potensi ketidakadilan. Sehingga nushuz dapat dipahami sebagai disharmoni relasional yang membutuhkan mekanisme mediasi dan pemulihan, bukan hukuman dan dominasi.

1 Comment